Kamis, 30 Desember 2010

138 Amar Ma’ruf Nahi Munkar

(Ruwahid Azzaliawan)


Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Ketika mengomentari QS Ali ‘Imran [3]: 110 ini, Qurthubi menyatakan bahwa saat umat Islam kehilangan dua sikap ini, al-amru bi al-ma’rûf wa an-nahyu ‘an al-munkâr dan beriman kepada Allah, serta terlena dalam kemunkaran, mereka akan hancur karena hal ini merupakan sebab kehancuran umat Islam.

Secara sederhana, kata “al-ma’rûf” biasanya didefinisikan sebagai kebaikan atau kebajikan. Lantas apa perbedaan kata “al-ma’rûf” dengan “al-khair” yang biasanya juga diartikan sebagai kebaikan?

“Al-ma’rûf” berasal dari kata “’arafa-ya’rifu” yang berarti mengetahui. Jadi, menurut bahasa “al-ma’rûf” adalah yang diketahui. Dari kata ini juga lahir kata “’urf” yang berarti kebiasaan, tradisi atau adat. Jadi, “al-ma’rûf” adalah kebaikan yang dikenal oleh masyarakat setempat. Sedangkan “al-khairu” adalah nilai-nilai kebaikan yang bersifat universal.

Menghormati orangtua adalah nilai universal. Tapi cara menghormati orangtua bisa berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Misalnya, bagi masyarakat Jawa, mencium tangan orangtua adalah wujud atau cara menghormati orangtua. Tapi cara ini tidak dikenal masyarakat Padang. Ini tidak berarti bahwa masyarakat Padang tidak menghormati orangtua. Mereka menghormati orangtua dengan cara mereka sendiri yang berbeda dengan cara masyarakat Jawa.

Tentu saja tidak semua tradisi atau adat masuk dalam kategori “al-ma’rûf”. Jika tradisi tersebut sesuai dengan “al-khair”, yakni nilai-nilai kebaikan universal yang diajarkan Islam (al-Quran), maka ia masuk dalam kategori “al-ma’rûf”. Jika tidak, ia masuk dalam ketegori “al-munkar” (buruk).

Ada tradisi baik di masyarakat Indonesia yang tidak dikenal masyarakat Arab. Misalnya tradisi mudik. Para ulama sepakat tidak mengharamkan tradisi ini karena ia sesuai dengan ajaran Islam. Islam memerintahkan umatnya untuk menyambung tali persaudaraan. “Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah ...,” (QS Muhammad [47]: 22-23).

Jadi, perngertian al-amru bi al-ma’rûf wa an-nahyu ‘an al-munkâr adalah adalah menganjurkan orang lain melakukan perbuatan baik yang dikenal oleh masyarakat setempat—sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai al-Quran—dan melarang perbuatan keji.

Anjuran berbuat baik tidak hanya untuk sesama Muslim, tapi juga non-Muslim. Meskipun berbeda agama, tidak ada larangan dalam Islam menyuruh non-Muslim berbuat baik. Begitu juga anjuran untuk mencegah kemunkaran. Siapa pun, baik Muslim atau non-Muslim, jika ia melakukan kezaliman, baik terhadap diri sendiri maupun masyarakat, harus dicegah sesuai dengan kemampuan. Inilah syarat pertama yang harus terpenuhi jika umat Islam ingin tampil sebagai umat terbaik di muka bumi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar