Sabtu, 24 September 2011

Modul 12: Etika Hubungan Sesama Manusia (Hablun Minan Naas)

1.1 Pergaulan Sesama Manusia Secara Umum
Hubungan persaudaraan antara sesama manusia merupakan sesuatu yang sangat urgen dalam Islam . sedimikian pentingnya persaudaraan ini sehingga seorang Muslim tidak dianggap sempurna imannya jika belum mencintai saudaranya seperti ia mencintai saudaranya sendiri. Dengan demikian, ia berusaha untuk tidak menyakiti saudaranya dan menjaganya dari berbagai bentuk kemadharatan.

Keluhuran akhlak di dalam Islam tidak hanya terbatas kepada sesama Muslim, tapi menfaat dari akhlak tersebut juga akan dirasakan oleh seluruh umat manusia. Karena itu, seluruh perangai buruk diharamkan bagi setiap manusia.

Islam menganjurkan agar kita bersikap baik terhadap saudara sesama Muslim, juga kita dianjurkan berbuat baik terhadap sesama manusia, baik itu Islam, Kristen, Yahudi, Hindu, Budha dan lain-lain. Mengenai tata cara bergaul dengan mereka itu, Allah SWT telah memberikan petunjuk atau tuntunan tentang kewajiban-kewajiban kita sebagai orang Islam.

Dalam pergaulan yang menyangkut dengan kehidupan beragama, kita diwajibkan menghormati kepercayaan tanpa mempengaruhi keyakinan kita sendiri. Dalam hal ini sebagai Muslim kita harus mengambil sikap tegas dan jelas, sebagaimana tuntunan Allah SWT sebagai berikut,
قُلْ يَاأَيُّهَا الْكَافِرُونَ {1} لآَأَعْبُدُ مَاتَعْبُدُونَ {2} وَلآَأَنتُمْ عَابِدُونَ مَآأَعْبُدُ {3} وَلآَأَنَا عَابِدُُ مَّاعَبَدتُّمْ {4} وَلآَأَنتُمْ عَابِدُونَ مَآأَعْبُدُ {5} لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ {6}
Katakanlah: "Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah . Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku".(QS. Al-Kafirun (109) : 1-6)

Prinsip Islam seperti yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut di atas adalah perdamaian antara sesama manusia. sehubungan dengan hal kewajiban antara sesama manusia, Rasulullah SAW bersabda,
كُلُّ سُلَامَى مِنْ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيهِ الشَّمْسُ يَعْدِلُ بَيْنَ الِاثْنَيْنِ صَدَقَةٌ وَيُعِينُ الرَّجُلَ عَلَى دَابَّتِهِ فَيَحْمِلُ عَلَيْهَا أَوْ يَرْفَعُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ وَكُلُّ خُطْوَةٍ يَخْطُوهَا إِلَى الصَّلَاةِ صَدَقَةٌ وَيُمِيطُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ صَدَقَةٌ.

Tiap-tiap persendian manusia ada kewajiban sedekah, dan tiap hari dimana matahari terbit, kalau berlaku adil diantara kedua orang yang bersengketa itu berarti sedekah, dan membantu seseorang naik keataskendaraan atau mengangkatkan barang (bekalnya) itu sedekah; dan kalimat yang baik itu sedekah; dan tiap langkah (berjalan) untuk melaksanakan shalat adalah sedekah; dan menghilangkan gangguan dari tengah jalan itu adalah sedekah. (HR. Muttafaqun ‘alaih, dari Abu Hurairah r.a)

1.2 Hak-Hak Sesama Muslim
Terhadap sesama Muslim kita berkewajiban untuk menjaga pergaulan dengan penuh hormat-menghormati, tidak menyombongkan diri (takabbur), congkak dan lain sebagainya, akan tetapi kita diarahkan supaya senantiasa bersikap rendah hati, sopan-santun terhadap sesama Muslim atau terhadap orang-orang yang beriman. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT,
وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِيَن .
Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman. (QS. Al-Hijr (15) : 88)
Rasulullah SAW bersabda,
الْمُسْلِمُونَ إِخْوَةٌ لا فَضْلَ لأَحَدٍ عَلَى أَحَدٍ إِلابِالتَّقْوَى.
Orang-orang Islam itu satu sama lain bersaudara, tiada lebih dari seorang atas seorang yang lainnya, kecuali karena ketakwaannya.(HR. Thabrani)

Dalam hadits lain Rasulullah SAW menegaskan, bahwa sesama orang Mukmin adalah laksana satu tubuh, sebagaimana sabdanya,
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى.
Perumpamaan orang-orang Mukmin dalam saling mencintai, saling menyayangi, saling mengasihi, bagaikan satu tubuh, apabila satu anggota tubuh menderita, maka menjalarlah penderitaan itu keseluruh badan hingga tidak dapat tidur dan badan panas.(HR. Muslim dan Ahmad, dari Nu’man bin Basyir)

Rasulullah SAW dalam menjelaskan tentang kewajiban antara sesama Muslim amat mendetail, sehingga sampaidiuraikan secara rinci, sebagaimana tersebut dalam hadits berikut ini,
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ قِيلَ مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ.
Hak seorang Muslim terhadap Muslim yang lainnya ada enam : apabila kamu berjumpa dengannya, maka berilah salam kepadanya. Apabila ia mengundangmu, maka penuhilah undangannya. Apabila ia meminta nasehat, maka berilah nasehat kepadanya. Apabila ia bersin lalu memuji Allah (membaca al-Hamdulillah), maka do’akanlah ia olehmu. Apabila ia sakit, maka tengoklah ia, dan apabila ia meninggal, maka iringkanlah jenazahnya.(HR. Muslim)

Dalam hadits tersebut dijelaskan tentang kewajiban seorang Muslim terhadap Muslim yang lainnya, yang harus dilakukan guna membina kehidupan yang baik, damai dan sejahtera, serta diridlai Allah SWT. Kewajiban-kewajiban tersebut meliputi enam masalah, yaitu :

1.2.1 Mengucapkan Salam
Mengucapkan salam terhadap sesama Muslim hukumnya sunnah, tapi bagi yang diberi salam wajib hukumnya untuk menjawab salam tersebut. Dan yang menjawabnya disunnahkan untuk melebihkan dari salam yang diucapkan oleh pemberi salam. Atau sekurang-kurangnya sama dengan ucapa pemberi salam tersebut. Islam menganjurkan kepada kita agar senantiasa membiasakan untuk mengucapkan salam dimana dan kapan saja bertemu dengan sesama orang Islam, terutama apabila masuk bertamu ke rumah orang lain.

1.3 Memenuhi Undangan
Orang yang merasa telah mengundang seseorang dalam sebuah acara atau waktu-waktu tertentu, pasti akan menunggu kehadiran kita di acara yang diselenggarakannya. Ia akan merasa puas dan bahagia apabila undangan tersebut dipenuhi. Dan ia akan merasa kecewa dan mungkin tersinggung apabila orang-orang yang diundangnya tidak hadir. Maka oleh karena itu, mendatangi undangan adalah wajib hukumnya.

1.4 Memberikan Nasehat kepada Orang yang Memintanya
Memberikan nasehat kepada orang lain (sesama Muslim) sangat dianjurkan dalam ajaran Islam, baik diminta maupun tidak, apalagi ada teman sesama Muslim yang meminta nasehat, maka kita harus bersedia menasehati dengan nasehat yang sekiranya membawa kemanfaatan baginya, sehingga ia merasa puas dengan nasihat yang diberikan kepadanya.
Allah SWt berfirman,
وَالْعَصْرِ {1} إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ {2} إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ {3}
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.(QS. Al-’Ashr (103) : 1-3)

1.4.1 Mendoakan Seorang Muslim yang Bersin
Sebagai realisasi dan pernyataan bahwa orang-orang Mukmin satu sama lain adalah bersaudara, bahkan laksana anggota tubuh, maka kalau ada teman sesama Muslim yang bersin, dan ia mengucapkan,”Al-Hamdulillah.” maka hendaknya kita jawab,”Yarhamukallahu.” kemudian yang bersin mengucapkan,”Yahdikumullahu.”

1.4.2 Menengok Orang Islam Manakala Sakit
Apabila ada seorang Muslim yang sakit, maka hendaknya ia cepat dijenguk. Dan ketika menjenguknya ada beberapa hal yang harus diperhatikan : Jangan menakut-nakutinya dengan penyakit yang dideritanya, bawakanlah sesuatu (makanan atau obat-obatan) sekedar meringankan beban yang diderita oleh si sakit dan keluarganya, bersikap dengan sopan, menghiburnya dengan memberikan harapan bahwa penyakit yang dideritanya akan lekas sembuh, memberinya nasehat kesabaran dan tawakkal kepada Allah SWT dan mendoakannya agar penyakit yang menimpa kepadanya segera diberi kesembuhan oleh Allah SWT.

1.4.3 Mengantarkan Jenazahnya
Apabila ada saudara kita sesama Muslim meninggal dunia, kita disunnahkan untuk turut serta mengurusi jenazahnya hingga mengantarkannya ke pemakaman. Dan ketika mengantarkan jenazah, hendaknya diperhatikan adab-adab sebagai berikut : tidak tertawa terbahak-bahak, tidak berteriak-teriak, menceritakan aibnya dan hendaknya kita mendoakannya, semoga amal kebaikannya diterima disisi Allah SWT dan segela kesalahannya diampuni oleh-Nya.

1.5 Hak-Hak Kedua Orang Tua dan Anak
1.5.1 Hak-Hak Kedua Orang Tua
Allah dan Rasul-Nya memerintahkan kepada ana-anak manusia agar mereka senantiasa menunaikan hak-hak kedua orang tua mereka, baik ketika mereka masih hidup ataupun sesudah meninggal. Hendaknya mereka senantiasa berbakti kepada kedua orang tuanya; karena dengan demikian seorang anak akan mencapai kemuliaan dan kebaikan, baik dunia maupun akhirat. Namun sebaliknya barangsiapa yang menyia-nyiakan keduanya, maka Allah SWT dan Rasul-Nya mencelanya dengan keras.

Sebagai orang tua berhak untuk mendapat penghargaan, perhatian sekaligus perlindungan dari anak-anaknya. Orang tua berhak untuk mendapatkan bantuan (nafkah) dari anak-anak mereka pada saat keduanya telah dimakan usia dan sudah tidak memiliki kemampuan lagi untuk mencari nafkah untuk keluarganya. Dan sebagai anak-anak yang shalih berkewajiban untuk senantiasa mendo’akan kedua orang tua mereka agar mendapatkan rahmat dan kemuliaan di sisi Allah SWT; karena keduanya yang jasa keduanya mereka dilahirkan ke dunia, Allah SWT berfirman,
وَاعْبُدُوا اللهَ وَلاَتُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا.
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak. (QS.An-Nisaa` : 4:36)

Dan firman-Nya,
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلآ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَتَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيمًا . وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (QS. Al-Israa` (17) : 23-24)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ.
Dari Abu Hurairah r.a, ia telah berkata,”Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW, lalu ia bertanya,”Siapakah orang yang paling berhak kubaktikan diriku kepadanya?” Rasulullah SAW menjawab,”Ibumu.” Ia bertanya kembali,”Kemudian siapa lagi?” beliau menjawab,”Ibumu.” Ia bertanya lagi,”Kemudian siapa lagi?” Beliau menjawab,”Ayahmu.”(HR. Bukhari dan Muslim).

1.5.2 Hak-Hak Anak
Ada beberapa kewajiban orang tua yang harus ditunaikan terhadap anak-anak mereka, yaitu :

a. Memberikan Nafkah
Dalil yang mewajibkan orang tua memberi nafkah kepada anaknya, atau cucunya, atau cicitnya, tanpa memandang laki-laki atau wanita adalah firman Allah SWT,
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ.
Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf.. (QS. Al-Baqarah (2) : 233)
Dari makna ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa sang ayah diharuskan menanggung nafkah dan pakaian istri yang sedang menyusui anaknya, sekalipun sang istri telah dicerai olehnya.

Dengan demikian, maka memberi nafkah secara langsung kepada anak, lebih diwajibkan lagi. Allah SWT berfirman,
فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَئَاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ.
Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya. (QS. Ath-Thalaq (65) : 6)
Apabila memberi imbalan (nafkah) kepada wanita yang sedang menyusui anaknya adalah suatu kewajiban, maka lebih wajib lagi memberi nafkah kepada anak sendiri.

Dalam sebuah hadits dikisahkan, bahwa ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW, lalu berkata,”Aku sekarang mempunyai uang satu dinar, Rasulullah SAW bersabda,”Nafkahilah dirimu sendiri dari uang tersebut.” Lelaki itu berkata,”Aku mempunyai satu dinar yang lainnya.”Rasulullah SAW bersabda,”Jika demikian, nafkahkanlah untuk anakmu.”(HR. Baihaqi, dari Abu Hurairah r.a)

Rasulullah SAW pernah bersabda kepada istri Abu Sufyan yang mengadu kepada beliau tentang perbuatan suaminya yang bersikap bakhil,
خُذِي مِنْ مَالِهِ بِالْمَعْرُوفِ مَا يَكْفِيكِ وَيَكْفِي بَنِيكِ.
”Ambilah olehmu secukupnya dari harta Abu Sufyan dengan cara yang baik untuk menafkahi dirimu dan anak-anakmu.”(HR. Muslim dan Ibnu Hibban, dari Siti Aisyah r.a)

Hukum memberi nafkah kepada anak itu wajib, dengan syarat-syarat berikut :
•Kondisi ekonomi kedua orang tua dalam keadaan mudah, dan ketika mereka tidak mempunyai harta, maka mereka boleh dipaksa untuk bekerja agar menafkahi anaknya, dan ini merupakan pendapat yang paling shahih.

•Hendaknya sang anak tidak memiliki harta benda dan pekerjaan, sehingga apabila si anak mepunyai harta atau mampu untuk bekerja, maka kedua orang tuanya tidak berkewajiban untuk memberi nafkah kepada keduanya; karena tidaknya alasan kebutuhan.
Memberi nafkah kepada Anak dan kerabat tidak ada standar yang tetap, akan tetapi disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing. Disamping nafkah ini, termasuk wajib pula memberinya pakaian dan tempat tinggal. Apabila semua pemberian orang tua itu telah menjadikan sang anak mampu memberikan jamuan atau berderma, maka nafkah tersebut sudah tidak wajib lagi bagi orang tuanya.

b. Memelihara dan Memberikan Pendidikan yang Baik
Sehubungan dengan kewajiban orang tua untuk memberikan pendiidikan kepada anak-anaknya, Allah SWT berfirman,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلآئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادُُ لاَّيَعْصُونَ اللهَ مَآأَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَايُؤْمَرُونَ.
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa ang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At-Tahrim (66) : 6)
Sahabat Ali Karramahullahu wajhah telah berkata,”Ajarilah mereka – keluargamu – dan didiklah mereka.

Al-Hasan berkata,”Perintahkanlah mereka – anak-anakmu – untuk taat kepada Allah SWT, dan ajarilah mereka tentang kebaikan.”
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, yang bersumber dari Amer bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda,”
مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ.
Perintahkanlah anak-anak kalian melakukan shalat sewaktu mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka karena meninggalkannya sewaktu mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka.”
Dalam hadits tersebut terkandung tiga pesan pendidikan, yaitu : Memerintahkan kepada anak-anak untuk shalat, memukul mereka jika meninggalkannya dan memisahkan tempat tidur mereka.

Rasulullah SAW bersabda,
Sufyan Ats-Tsauri berkata,”Tiap orang dianjurkan untuk memberikan dorongan kepada anaknya agar sang anak menuntuk ilmu hadits; sebab sang ayah akan dimintai pertanggung-jawaban mengenai hal itu.

Dalam hadits berikut ini terdapat perintah Rasulullah SAW yang ditujukan kepada orang tua, agar mereka berlaku adil terhadap anak-anak mereka, sehingga diharapkan dikemudin hari mereka dapat mengikuti apa yang dilakukan oleh orang tua mereka. Beliau bersabda,
اتَّقُوا اللَّهَ وَاعْدِلُوا فِي أَوْلَادِكُمْ.
Bertakwalah kalian kepada Allah dan berlaku adillah kepada anak-anak kalian.(HR. Muslim, dari Nu’man bin Basyir)

Dikisahkan, pada suatu waktu ada seseorang yang menghibahkan harta kepada anak-anaknya dengan tidak adil, kemudian Rasulullah SAW diminta untuk menjadi saksinya, akan tetapi Rasulullah SAW enggan untuk melakukannya, beliau bersabda,”Persaksikanlah oleh orang selainku.” Beliau tidak menyetujui hal tersebut; karena yang demikian itu termasuk perbuatan yang keliru (tidak adil). Beliau bersabda,
فَلَا تُشْهِدْنِي إِذًا إِنِّي لَا أَشْهَدُ عَلَى جَوْرٍ إِنَّ لِبَنِيكَ عَلَيْكَ مِنْ الْحَقِّ أَنْ تَعْدِلَ بَيْنَهُمْ
Janganlah kamu menjadikan aku saksi dalam perbuatan aniaya. Sesuangguhnya kewajibanmu tarhadap anakmu adalah berlaku adil.(HR. Abu Daud dan Ahmad, dari Nu’man bin Baasyir)
Islam memandang, orang tua yang lalai dalam memberikan pelajaran atau pendidikan terhadap anak-anaknya tentang-hal-hal yang bermanfaat bagi mereka, kemudian ia membiarkannya begitu saja, berarti ia telah menjerumuskan anaknya. Pada dasarnya, kerusakan moral yang terjadi pada diri sang anak, disebabkan kesalaha dari pihak orang tua yang lalai dalam memberikan pendidikan kepadanya, disamping faktor lingkungan yang tidak baik.

Tidak sedikit dikalangan orang tua yang tidak mendidik anak-anak mereka tentang kewajiban-kewajiban agama dan sunnah-sunnahnya, hingga mereka sama kecilnya asing dan tersia-sia dari pendidikan agama. Dan anak-anak yang mengalami nasib demikian, jika sudah tumbuh dewasa (besar), tidak bermanfaat bagi orang tua mereka, bahkan tidak bermanfaat pula bagi diri mereka sendiri.

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللهَ سَائِلٌ كُلَّ رَاعٍ عَمَّا اسْتَرْعَاهُ أَحَفِظَ أَمْ ضَيَّعَ.
Dari Anas, bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Sesungguhnya Allah akan menanyai setiap pemimpin tentang apa-apa yang dipimpinnya, apakah ia memeliharanya ataukah menyia-nyiakannya, sehingga seseorang akan ditanya tentang urusan keluarganya. (HR. Ibnu Hibban)

1.6 Hak-Hak Kerabat dan Sanak Keluarga
1.6.1 Menyambungkan Silaturahim

Di awal surat An-Nisaa Allah SWT berfirman,
وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا.
Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. An-Nisaa (4) : 1)

Pengertian arham mencakup semua kerabat, tanpa dibedakan antara muhrim dan yang bukan muhrim. Ayat tersebut di atas memerintahkan kepada kita agar menghubungkan silaturahmi, dan sekaligus melarang kita memutuskannya.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, dari sahabat Abu Hurairah r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ.
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan percaya pada hari akhir, maka hendaknya ia memuliakan tamunya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan percaya pada hari akhir, maka hendaknya ia menghubungkan silaturahminya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan percaya pada hari akhir, maka hendaknya ia mengatakan yang baik-baik atau diam.”

Dengan menghubungkan silaturahmi, maka manusia akan memperoleh dua keberkahan, yaitu : keberkahan rizki dan umur, sebagaimana dijelaskan dalam hadits berikut ini,
عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ.
Dari Ibnu Syihab, ia telah berkata,”Anas bin Malik telah memberitahukan kepadaku, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda,”Barangsiapa yang suka rijkinya dilapangkan dan umurnya dipanjangkan, maka hendaknya ia menghubungkan tali persaudaraan.” (HR. Bukhari Muslim)

1.6.2 Memberikan Sedekah
عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَفْضَلَ الصَّدَقَةِ الصَّدَقَةُ عَلَى ذِي الرَّحِمِ الْكَاشِحِ.
Dari Abu Ayyub Al-Anshary, ia telah berkata,” Rasulullah SAW bersabda,”Sesungguhnya shadaqah yang paling utama adalah shadaqah yang diberikan kepada kerabat yang menyembunyikan rasa permusuhan.(HR. Ahmad)
Yang dimaksud dengan lafazh “Al-Kasyih” dalam hadits di atas adalah kerabat yang memendam rasa permusuhan terhadap dirimu. Maka shadaqah yang paling utama berdasarkan hadits tersebut adalah shadaqah yang diberikan kepada sahabat yang memendam rasa permusuhan. Makna hadits tersebut semakna dengan makna yang terkandung dalam hadits Rasulullah SAW berikut,
أَنْ تَصِلَ مَنْ قَطَعَكَ وَتُعْطِيَ مَنْ مَنَعَكَ وَتَصْفَحَ عَمَّنْ شَتَمَكَ.
Dan hendaknya kamu menyambung silaturahim dengan orang yang memutuskannya, memberi kepada orang yang enggan memberi, dan memaafkan orang yang mencacimu. (HR. Ahmad)
Adapun dampak memutuskan tali persaudaraan (silaturahim) adalah akan disegerakannya adzab oleh Allah SWT, tidak diterimanya amal dan terhalangnya seseorang untuk masuk surga.

Sebagaimana ditegaskan dalam beberapa hadits berikut,
عَنْ أَبِي بَكْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ اللَّهُ تَعَالَى لِصَاحِبِهِ الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِثْلُ الْبَغْيِ وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ
Dari Abu Bakrah, ia telah berkata,”Rasulullah SAW bersabda,”Tiada suatu dosapun yang lebih layak untuk disegerakan siksaan terhadap pelakunya di dunia oleh Allah SWT, berikut siksaan yang akan dideritanya di akhirat kelak, selain dari zina dan memutuskan silaturahim.(HR. Abu Daud)

عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْرَعُ الْخَيْرِ ثَوَابًا الْبِرُّ وَصِلَةُ الرَّحِمِ وَأَسْرَعُ الشَّرِّ عُقُوبَةً الْبَغْيُ وَقَطِيعَةُ الرَّحِمِ.
Dari Aisyah, Ummul Mukminin, ia telah berkata,”Rasulullah SAW bersabda,”Amal baik yang paling cepat pahalanya adalah berbuat baik kepada kedua orang tua dan menghubungkan silaturahim, adapun keburukan yang paling cepat siksaannya adalah perbuatan zina dan memutuskan silaturahim.(HR. Ibnu Majah dan Thabrani)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ أَعْمَالَ بَنِي آدَمَ تُعْرَضُ كُلَّ خَمِيسٍ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ فَلَا يُقْبَلُ عَمَلُ قَاطِعِ رَحِمٍ.
Dari Abu Hurairah, ia telah berkata,”Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,”Sesungguhnya amal perbuatan keturunan Adam dibeberkan tiap hari kamis, malam Jum’at, maka tidalah diterima amal perbuatan orang yang memutuskan silaturahim.(HR. Ahmad)

عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ . قَالَ ابْنُ أَبِي عُمَرَ قَالَ سُفْيَانُ يَعْنِي قَاطِعَ رَحِمٍ.
Dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im, dari ayahnya, ia telah berkata,”Rasulullah SAW berabda,”Tidak dapat masuk surga orang yang memutuskan. Sufyan menjelaskan, maksudnya adalah, orang yang memutuskan silaturahim.(HR. Muslim, Tirmidzi, Abu Daud dan Ahmad)

1.6.3 Mengetahui Nasab Kerabat
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَعَلَّمُوا مِنْ أَنْسَابِكُمْ مَا تَصِلُونَ بِهِ أَرْحَامَكُمْ فَإِنَّ صِلَةَ الرَّحِمِ مَحَبَّةٌ فِي الْأَهْلِ مَثْرَاةٌ فِي الْمَالِ مَنْسَأَةٌ فِي الْأَثَرِ.
Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, beliau bersabda,”Pelajarilah nasab (silsilah) keturunan kalian, agar kalian dapat menghubungkan silaturahim, karena sesungguhnya silaturahim itu akan menanamkan rasa cinta dalam kekeluargaan, menambah banyak harta atau rizki dan memperpanjang umur. (HR.Tirmidzi dan Ahmad).

Sahabat Umar berkata,”Pelajarilah nasabmu; niscaya kamu akan mengetahui asal keturunanmu melaluinya. Dan oleh sebab itu pula kamu akan tergerak untuk melakukan silaturahim.

Dan ada pula yang mengatakan,”Bahwa seandainya mengetahui nasab itu bukan hanya untuk memperkuat diri dari ancaman musuh dan pertentangan antara sesama, maka niscaya mempelajarinya termasuk sikap yang paling tepat dan pahalanya lebih utama.”
Imam Ali pernah berwasiat,”Muliakanlah para kerabatmu, karena mereka adalah sayap yang dapat menerbangkanmu. Berkat mereka, kamu menjadi kuat dan berpengaruh, mereka bagaikan senjata dikala bahaya menerjang, oleh karenanya, muliakanlah orang-orang terhormat mereka, kunjungilah orang yang sakit di antara mereka, ajaklah mereka bersama-sama dalam segala kegiatan, dan tolonglah orang-orang miskin di antara mereka.

1.7 Hak-Hak Tetangga
Ajaran Islam telah memberikan bimbingan dan petunjuk-petunjuk dasar tentang bagaimana membina hidup bertetangga dan menunaikan hak-hak ketetanggaan sesuai dengan nilai-nilai yang telah digariskan Allah SWT dan Rasul-Nya.
Allah SWT berfirman,
وَاعْبُدُوا اللهَ وَلاَتُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَامَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللهَ لاَيُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالاً فَخُورًا.
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri. (QS. An-Nisaa` (4) : 36)

Rasulullah SAW bersabda,
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُحِبَّ لِجَارِهِ.
Tidaklah (sempurna) iman seorang hamba sehingga ia mencintai tetangganya. (HR. Muslim)

Dan sabdanya,
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ.
Tidak (sempurna) iman salah seorang di antara kalian sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.(HR. Bukhari)
Syekh Jalaluddin as-Suyuthi dalam kitabnya Jaami’ul Hadits mengutip sebuah hadits Rasulullah SAW yang menjelaskan tentang hak-hak ketetanggaan, yaitu :
•Jika tetangga meminta pertolongan, maka berilah dia pertolongan.
•Jika meminta bantuan, maka bantulah.
•Jika ia meminjam sesuatu, maka pinjamilah.
•Kalau dia miskin, maka santunilah.
•Kalau dia sakit, maka jenguklah.
•Kalau dia meninggal, maka turutlah mengantar jenazahnya (sampai ke kubur).
•Jika ia mendapat kebaikan (kenikmatan), maka berikanlah ucapan selamat.
•Janganlah membangun rumah lebih tinggi daripada rumahnya, sehingga dapat menghambat angin masuk ke dalamnya, kecuali dengan seizinnya.
•Janganlah menyakiti hatinya.
•Apabila kamu membeli buah-buahan, maka berikanlah sedikit kepada tetanggamu. Kalau tidak mungkin untuk dibagi, maka bawalah buah-buahan tersebut ke dalam rumah secara sembunyi-sembunyi, jangan sampai mereka melihat anakmu sedang makan buah-buahan itu.
•Janganlah menyinggung hatinya dengan bau masakanmu, kalau tidak mungkin membagi sedikit untuknya. Tahukah kamu hak-hak tetangga itu? Demi Allah yang diriku berada dalam genggaman-Nya, hanyalah orangorang yang dikaruniai Allah yang dapat menunaikan hak-hak tetangganya (HR. Umar bin Syuaib).

1.8 Kisah Teladan Seputar Hablum Minannas
Dikisahkan ada seorang sol sepatu, ia memiliki cita-cita yang sangat mulia, yaitu ingin melaksanakan ibadah haji. Untuk mewujudkan cita-citanya tersebut, ia selalu menyisihkan uang hasil dari usahanya itu, setiap hari ia mewajibkan dirinya untuk menabung.

Bertahun-tahun ia menjalani profesi tersebut dengan tetap membawa cita-citanya itu, setelah hari berganti, minggu berlalu dan tahunpun bersambung, akhirnya dengan kesungguhan niat yang dimilikinya, dan usaha keras yang diakukannya, ia pun berhasil mengumpulkan sejumlah uang untuk bekal perjalanan cita-citanya itu.

Ketika keesokan harinya ia mau berangkat haji, tiba-tiba datang tetangganya dengan membawa masalah, yaitu penyakit yang dideritanya. Untuk menyembuhkan penyakitnya itu, ia membutuhkan biaya yang banyak, dan ketika itu ia tidak memiki uang, sehingga dengan terpaksa ia datang ke tukang sol sepatu itu dengan harapan akan memperoleh pinjaman uang.

Tekad yang kuat dan usaha yang sungguh-sungguh yang dilakukan oleh tukan sol sepatu, dan waktu yang tinggal satu malam lagi untuk menjalankan ibadah haji, sepertinya cukup untuk dijadikan alasan oleh tukang sol sepatu agat tidak tidak memberikan pinjaman uangnya, akan tetapi tukang sol sepatu itu ternyata memiliki jiwa sosial yang tinggi dan perhatian yang luar biasa terhadap sesamanya yang membutuhkan bantuan, hal tersebut terbukti, bahwa ia tidak berpikir dua kali untuk memberikan uang yang telah dikumpulkannya dengan susah payah kepada tetangganya itu, walaupun dengan resiko, bahwa ia tidak akan akan bisa mewujudkan cita-citanya

1 komentar: