Senin, 03 Oktober 2011

Guncangkan !!

GUNCANGKAN..!!

Alkisah. Di sebuah desa kecil, terdapat seorang petani tua yang memiliki keledai yang sudah tua. Keledainya sudah sering sakit-sakitan.., dan cukup merepotkan petani itu. Petani ini ingin menghilangkan jejak keledainya, karena dijualpun sudah tidak laku karena sudah tua dan sakit-sakitan. Dia memutuskan untuk membunuh keledainya dengan cara dimasukkan kedalam sumur tua dekat rumahnya.

Hari itu, dia membawa keledainya ke arah sumur tua dekat rumahnya.., dan keledainya itupun dimasukkan kedalam sumur itu. Dengan cara ini petani itu ingin mengubur keledainya, toh sudah tidak dapat digunakan lagi tenaganya. Setelah keledai itu dimasukkan kedalam sumur, petani itu mulai memasukkan tanah dan kotoran-kotoran sampah kedalam sumur itu.., tentu dengan dikubur hidup-hidup seperti itu keledainya akan mati, pikir petani.

Malang nian nasib keledai tua itu.., setelah dia berada di dasar sumur tua yang kering.., dia mulai merasakan kesakitan yang sangat karena tanah dan kotoran yang menimpa tubuhnya mulai berjatuhan. Dia mengerang kesakitan..

Pak tani terus menimpakan tanah dan kotoran kedalam sumur itu..., dia juga mendengar suara keledainya yang kesakitan di dalam sumur. Dia terus menimbun sumur itu dengan tanah dan kotoran..., suara-suara erangan keledai itu perlahan hilang.., dan petani itu menganggap bahwa keledainya mungkin sudah mati..

Tapi yang terjadi kemudian sangatlah mengejutkan petani itu.., sumur tua sudah mulai penuh dengan tanah dan kotoran, tapi keledainya masih tetap hidup dan perlahan bergerak ke atas seiring dengan banyaknya tanah dan kotoran yang dimasukkan petani itu kedalam sumur..

Ternyata.., rasa sakit yang dirasakan keledai itu akhirnya dapat dia atasi sendiri..
Tanah dan kotoran yang menimpa punggung keledai itu dia guncangkan dan jatuh dari tubuhnya.., berulang kali dia lakukan itu dan berhasil menghilangkan beban yang menimpa punggungnya.., dan tanah serta kotoran yang dimasukkan oleh petani tadi kedalam sumur itupun dapat dia jadikan pijakan untuk terus melangkah ke atas, dan selamat dari kematian yang telah direncanakan petani..

Dengan cara yang sama..., kita semua dapat keluar dari masalah yang kita hadapi dan menyelesaikan permasalahan itu dengan sedikit gerakan. GUNCANGKAN...!!

Permasalahan hidup yang kita hadapi masing-masing mungkin berbeda.., tapi yakinlah... selalu ada solusi untuk menyelesaikannya.. GUNCANGKAN...!!

Guncangkan !!

GUNCANGKAN..!!

Alkisah. Di sebuah desa kecil, terdapat seorang petani tua yang memiliki keledai yang sudah tua. Keledainya sudah sering sakit-sakitan.., dan cukup merepotkan petani itu. Petani ini ingin menghilangkan jejak keledainya, karena dijualpun sudah tidak laku karena sudah tua dan sakit-sakitan. Dia memutuskan untuk membunuh keledainya dengan cara dimasukkan kedalam sumur tua dekat rumahnya.

Hari itu, dia membawa keledainya ke arah sumur tua dekat rumahnya.., dan keledainya itupun dimasukkan kedalam sumur itu. Dengan cara ini petani itu ingin mengubur keledainya, toh sudah tidak dapat digunakan lagi tenaganya. Setelah keledai itu dimasukkan kedalam sumur, petani itu mulai memasukkan tanah dan kotoran-kotoran sampah kedalam sumur itu.., tentu dengan dikubur hidup-hidup seperti itu keledainya akan mati, pikir petani.

Malang nian nasib keledai tua itu.., setelah dia berada di dasar sumur tua yang kering.., dia mulai merasakan kesakitan yang sangat karena tanah dan kotoran yang menimpa tubuhnya mulai berjatuhan. Dia mengerang kesakitan..

Pak tani terus menimpakan tanah dan kotoran kedalam sumur itu..., dia juga mendengar suara keledainya yang kesakitan di dalam sumur. Dia terus menimbun sumur itu dengan tanah dan kotoran..., suara-suara erangan keledai itu perlahan hilang.., dan petani itu menganggap bahwa keledainya mungkin sudah mati..

Tapi yang terjadi kemudian sangatlah mengejutkan petani itu.., sumur tua sudah mulai penuh dengan tanah dan kotoran, tapi keledainya masih tetap hidup dan perlahan bergerak ke atas seiring dengan banyaknya tanah dan kotoran yang dimasukkan petani itu kedalam sumur..

Ternyata.., rasa sakit yang dirasakan keledai itu akhirnya dapat dia atasi sendiri..
Tanah dan kotoran yang menimpa punggung keledai itu dia guncangkan dan jatuh dari tubuhnya.., berulang kali dia lakukan itu dan berhasil menghilangkan beban yang menimpa punggungnya.., dan tanah serta kotoran yang dimasukkan oleh petani tadi kedalam sumur itupun dapat dia jadikan pijakan untuk terus melangkah ke atas, dan selamat dari kematian yang telah direncanakan petani..

Dengan cara yang sama..., kita semua dapat keluar dari masalah yang kita hadapi dan menyelesaikan permasalahan itu dengan sedikit gerakan. GUNCANGKAN...!!

Permasalahan hidup yang kita hadapi masing-masing mungkin berbeda.., tapi yakinlah... selalu ada solusi untuk menyelesaikannya.. GUNCANGKAN...!!

Dialog Fatihah

Dari Abu Hurairah ra, dia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw, bersabda: Allah Ta'ala berfirman: " Aku membagi shalat antara Aku dan hambaKu menjadi dua bagian, dan bagi hambaku apa yang ia minta, Dalam satu riwayat: Separuhnya untukKu dan separuhnya lagi untuk hambaKu. Jika seorang hamba mengucapkan:

ALHAMDU LILLAAHI RABBIL 'AALAMIIN
Maka Allah menjawab: HambaKu telah memujiKu.

Jika ia mengucapkan
ARRAHMAANIR RAHIIM
Maka Allah menjawab : Hambaku memujiKu

Jika mengucapkan
MAALIKI YAUMIDDIIN
Maka Allah menjawab : HambaKu mengagungkan Aku

Jika ia mengucapkan
IYYAKA NA'BUDU WA IYYAAKA NASHTA'IINU
Maka Allah menjawab : Inilah antara Aku dan hambaKu dan bagi hambaKu apa yang telah ia minta.

Jika ia mengucapkan
IHDINASH SHIRAATHAL MUSTAQIIM, SHIRAATHAL LADZIINA AN'AMTA 'ALAIHIM GHAIRIL MAGHDHUUBI 'ALAIHIM WALADH DHAALLIIN
Maka Allah menjawab : Ini bagi hambaKu dan bagi hambaKu yang meminta."

Cerita Sepotong Roti

Abu Burdah bin Musa Al-Asy'ari meriwayatkan, bahwa ketika menjelang wafatnya Abu Musa pernah berkata kepada puteranya: "Wahai anakku, ingatlah kamu akan cerita tentang seseorang yang mempunyai sepotong roti."

Dahulu kala di sebuah tempat ibadah ada seorang lelaki yang sangat tekun beribadah kepada Allah. Ibadah yang dilakukannya itu selama lebih kurang tujuh puluh tahun. Tempat ibadahnya tidak pernah ditinggalkannya, kecuali pada hari-hari yang telah dia tentukan. Akan tetapi pada suatu hari, dia digoda oleh seorang wanita sehingga diapun tergoda dalam bujuk rayunya dan bergelimang di dalam dosa selama tujuh hari sebagaimana perkara yang dilakukan oleh pasangan suami-isteri. Setelah ia sadar, maka ia lalu bertaubat, sedangkan tempat ibadahnya itu ditinggalkannya, kemudian ia melangkahkan kakinya pergi mengembara sambil disertai dengan mengerjakan solat dan bersujud.

Akhirnya dalam pengembaraannya itu ia sampai ke sebuah pondok yang di dalamnya sudah terdapat dua belas orang fakir miskin, sedangkan lelaki itu juga bermaksud untuk menumpang bermalam di sana, karena sudah sangat letih dari sebuah perjalanan yang sangat jauh, sehingga akhirnya dia tertidur bersama dengan lelaki fakir miskin dalam pondok itu. Rupanya di samping kedai tersebut hidup seorang pendeta yang ada setiap malamnya selalu mengirimkan beberapa buku roti kepada fakir miskin yang menginap di pondok itu dengan masing-masingnya mendapat sebuku roti.

Pada waktu yang lain, datang pula orang lain yang membagi-bagikan roti kepada setiap fakir miskin yang berada di pondok tersebut, begitu juga dengan lelaki yang sedang bertaubat kepada Allah itu juga mendapat bahagian, karena disangka sebagai orang miskin. Rupanya salah seorang di antara orang miskin itu ada yang tidak mendapat bahagian dari orang yang membahagikan roti tersebut, sehingga kepada orang yang membahagikan roti itu ia berkata: "Mengapa kamu tidak memberikan roti itu kepadaku." Orang yang membagikan roti itu menjawab: "Kamu dapat melihat sendiri, roti yang aku bagikan semuanya telah habis, dan aku tidak membagikan kepada mereka lebih dari satu buku roti." Mendengar ungkapan dari orang yang membagikan roti tersebut, maka lelaki yang sedang bertaubat itu lalu mengambil roti yang telah diberikan kepadanya dan memberikannya kepada orang yang tidak mendapat bahagian tadi. Sedangkan keesokan harinya, orang yang bertaubat itu meninggal dunia.

Di hadapan Allah, maka ditimbanglah amal ibadah yang pernah dilakukan oleh orang yang bertaubat itu selama lebih kurang tujuh puluh tahun dengan dosa yang dilakukannya selama tujuh malam. Ternyata hasil dari timbangan tersebut, amal ibadat yang dilakukan selama tujuh puluh tahun itu dikalahkan oleh kemaksiatan yang dilakukannya selama tujuh malam. Akan tetapi ketika dosa yang dilakukannya selama tujuh malam itu ditimbang dengan sebuku roti yang pernah diberikannya kepada fakir miskin yang sangat memerlukannya, ternyata amal sebuku roti tersebut dapat mengalahkan perbuatan dosanya selama tujuh malam itu. Kepada anaknya Abu Musa berkata: "Wahai anakku, ingatlah olehmu akan orang yang memiliki sebuku roti itu!"

Umar Bin Abdul Aziz dan Lilin Negara

Siapa yang tak kenal Umar bin Abdul Aziz. Sosok pemimpin adil, arif, lagi berilmu. Banyak kisah teladan yang beliau tinggalkan untuk para peniti kebenaran. Inilah kisah ringkasnya.

Suatu hari datanglah seorang utusan dari salah satu daerah kepada beliau. Utusan itu sampai di depan pintu Umar bin Abdul Aziz dalam keadaan malam menjelang. Setelah mengetuk pintu seorang penjaga menyambutnya. Utusan itu pun mengatakan, ?Beritahu Amirul Mukminin bahwa yang datang adalah utusan gubernurnya.? Penjaga itu masuk untuk memberitahu Umar yang hampir saja berangkat tidur. Umar pun duduk dan berkata, ?Ijinkan dia masuk.?

Utusan itu masuk, dan Umar memerintahkan untuk menyalakan lilin yang besar. Umar bertanya kepada utusan tersebut tentang keadaan penduduk kota, dan kaum muslimin di sana, bagaimana perilaku gubernur, bagaimana harga-harga, bagaimana dengan anak-anak, orang-orang muhajirin dan anshar, para ibnu sabil, orang-orang miskin. Apakah hak mereka sudah ditunaikan?Apakah ada yang mengadukan?
Utusan itu pun menyampaikan segala yang diketahuinya tentang kota kepada Umar bin Abdul aziz. Tak ada sesuatu pun yang disembunyikannya.

Semua pertanyaan Umar dijawab lengkap oleh utusan itu. Ketika Semua pertanyaan Umar telah selesai dijawab semua, utusan itu balik bertanya kepada Umar.

?Ya Amirul Mukminin, bagaimana keadaanmu, dirimu, dan badanmu? Bagaimana keluargamu, seluruh pegawai dan orang-orang yang menjadi tanggung jawabmu? Umar pun kemudian dengan serta merta meniup lilin tersebut dan berkata, ?Wahai pelayan, nyalakan lampunya!? Lalu dinyalakannlah sebuah lampu kecil yang hampir-hampir tidak bisa menerangi ruangan karena cahayanya yang teramat kecil.

Umar melanjutkan perkataanya, ?Sekarang bertanyalah apa yang kamu inginkan." Utusan itu bertanya tentang keadaannya. Umar memberitahukan tentang keadaan dirinya, anak-anaknya, istri, dan keluarganya.

Rupanya utusan itu sangat tertarik dengan perbuatan yang telah dilakukan oleh Umar, mematikan lilin. Dia bertanya, ?Ya Amirul Mukminin, aku melihatmu melakukan sesuatu yang belum pernah Anda lakukan." Umar menimpali, ?Apa itu??
"Engkau mematikan lilin ketika aku menanyakan tentang keadaanmu dan keluargamu.?

Umar berkata, ?Wahai hamba Allah, lilin yang kumatikan itu adalah harta Allah, harta kaum muslimin. Ketika aku bertanya kepadamu tentang urusan mereka maka lilin itu dinyalakan demi kemaslahatan mereka. Begitu kamu memmebelokkan pembicaraan tentang keluarga dan keadaanku, maka aku pun mematikan lilin milik kaum muslimin."

Subhanallah, benar-benar mengagumkan! Segitu besar kesungguhan Umar dalam menjaga harta kaum muslimin, berbeda dengan mayoritas penguasa yang kita saksikan. (Sirah Umar bin abdul Aziz, Ibnul hakam hal. 155-156)

Sabtu, 24 September 2011

Modul 13: Menjaga Lisan (Hifdzul Lisan)

Sesungguhnya lisan itu bisa menjadi sumber hikmah, akan tetapi bisa juga menjadi sumber petaka bagi pemiliknya dan bagi orang lain, berapa banyak orang yang berubah menjadi lebih baik dikarenakan tutur kata seseorang yang mengandung hikmah dan taushiah, akan tetapi tidak jarang pula terjadinya perselisihan dan pertengkaran gara-gara perkataan lisan yang tidak terpelihara. Oleh karenanya menjaga dan memelihara lisan merupakan sebuah keharusan bagi umat Islam, sehingga setiap kata yang terlontar dari lisannya selalu membawa hikmah dan faidah, ketika lisan itu tidak dikendalikan, maka sangat besar kemungkinan untuk terjadinya fitnah, oleh karenanya Allah SWT berfirman dalam surat al-Israa` ayat 53 yang isinya menyuruh kita untuk senantiasa menggunakan lisan untuk mengatakan yang paling baik.

وَقُل لِّعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنزَغُ بَيْنَهُمْ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلإِنسَانِ عَدُوًّا مُّبِينًا.
Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku:"hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia. (QS. Al-Israa` (17( : 53)

Ketika seseorang hawatir terhadap perkataannya, maka lebih baik baginya untuk berdiam diri, Rasulullah SAW bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ.
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka hendaklah ia berkata baik, atau kalau tidak bisa berkata baik, maka lebih baik baginya untuk berdiam diri”(HR. Bukhari Muslim)

Dari sesuatu yang paling penting yang dituntut oleh Allah SWT dalam penggunaan lisan ini, hendaknya kita menggunakannya untuk menyeru manusia kepada yang baik, menyuruh mereka kepada yang ma’ruf dan mencegah mereka dari yang munkar. Atau menggunakannya dalam rangka mengishlahkan dua pihak yang bertikai dan saling berwasiat dengan kebaikan dan ketakwaan. Hal ini dapat dilihat dari firman Allah SWT:
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةُُ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ.
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung.(QS. Ali Imran (3) : 104)

لاَخَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِّن نَجْوَاهُمْ إِلاَّ مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلاَحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَآءَ مَرْضَاتِ اللهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا.
Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar. (QS. An-Nisaa` (4) : 114)

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا تَنَاجَيْتُمْ فَلاَتَتَنَاجَوْا بِاْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَمَعْصِيَتِ الرَّسُولِ وَتَنَاجَوْا بِالْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ.
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kamu membicarakan tentang membuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul.Dan bicarakanlah tentang membuat kebajikan dan taqwa.Dan bertaqwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamau akan dikembalikan.(QS. Al-Mujadilah (58) : 9)

1.1 Hal-Hal yang Membahayakan Lisan
1.1.1 Membicarakan Sesuatu Yang Tidak Bermanfaat

Di antara ciri khas Muslim sejati adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat termasuk di dalamnya perkataan, seperti : berbohong, ghibah, mengadu domba, berbantah-bantahan dan lain sebagainya. Rasulullah SAW bersabda,
مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ.
Sebaik-baik Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna.(HR. Bukhari Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dan yang lainnya)

Umar r.a berkata,”Janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak bermanfaat, jauhilah musuhmu dan hati-hatilah terhadap temanmu kecuali yang dapat dipercaya. Dan tidak ada teman yang dapat dipercaya kecuali yang takut kepada Allah, janganlah berteman dengan orang yang jahat, karena kamu akan terbawa, dan hendaklah meminta nasihat dalam urusanmu dari orang-orang yang takut kepada Allah SWT.

Adapun batasan perkataan yang tidak bermanfaat adalah, perkataan yang apabila kamu tidak mengatakannya, maka kamu tidak akan berdosa, dan tidak akan menimbulkan bahaya, baik sekarang maupun dikemudian hari.

Agar bisa menghindarkan diri dariperkataan yang tidak bermanfaat, hendaknya seseorang senantiasa mengingat, bahwa kematian selalu membuntutinya, dan bahwasannya ia akan mempertanggung-jawabkan setiap apa yang diucapkannya. Sesungguhnya nafas yang ia hembuskan tak ubahnya bagaikan modal bagi dirinya, dan lisan yang dimilikinya adalah sebagai alat untuk meraup pahala melalui parkataan yang baik. Dan apabila disia-siakan, niscaya akan menghantarkannya kepada kerugian yang nyata.

1.1.2 Ucapan-Ucapan yang Berlebihan
Mengatakan sesuatu yang menjadi kepentingan seseorang, maka ia boleh untuk mengatakannya, akan tetapi dengan syarat tidak berlebih-lebihan, melainkan disampaikan dengan perkataan yang sesederhana mungkin, tanpa mengurangi kepentingan yang dimilikinya.

Ibrahim At-Taimi mengatakan,”Apabila seorang Mukmin hendak berbicara, maka seyogyanya ia melihat terlebih dahulu apa yang akan dikatakannya. Apabila bermanfaat dan tidak berlebihan, maka katakanlah. Namun apabila tidak bermanfaat, maka hendaknya ia menahan lisannya”.

Al-Hasan mengatakan,”Barangsiapa yang banyak bicara (berlebih-lebihan) ditakutkan akan banyak bohongnya. Barangsiapa yang banyak hartanya, ditakutkan banyak dosanya, dan barangsiapa yang jelek akhlaknya, berarti ia telah mengadzab dirinya.”
Pernyataan-pernyataan di atas, mengandung makna anjuran untuk selalu berhati-hati dalam menggunakan lisan, sehingga sebelum berbicara selalu dipertimbangkan terlebih dahulu manfaat dan madharatnya.

1.1.3 Larut dalam Kebatilan
Larut dalam kebathilan, maksudnya adalah menggunakan lisan untuk perkataan-perkataan yang maksiat, seperti membicarakan keadaan perempuan, minum-minuman, nyanyian-nyanyian yang berbau syahwat dan lain sebagainya. Semuanya termasuk dalam katagori hal-hal yang diharamkan. Adapun perkataan yang berlebihan dan tidak mengandung kepentingan di dalamnya, meskipun tidak dikategorikan haram, namun sebaiknya tidak dilakukan.

Nabi SAW bersabda,
إِنَّ أَعْظَمَ النَّاسِ خَطَايَا يَوْمَ اْلقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ خَوْضًا فِى البَاطِلِ.
Manusia yang paling besar kesalahannya di hari kiamat adalah mereka yang paling banyak larut dalam kebathilan.(HR. Thabrani, dari Qatadah secara Mursal).

Terhadap makna tersebut, Allah SWT telah mengisyaratkan dalam firman-Nya yang terkait dengan ahli neraka, mereka berkata,
وَكُنَّا نَخُوضُ مَعَ الْخَآئِضِينَ.
Dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, (QS. Al-Muddatssir (74) : 45)

Dan firman-Nya,
وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ ءَايَاتِ اللهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلاَ تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِّثْلُهُمْ إِنَّ اللهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا
Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam al-Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam jahannam, (QS. An-Nisaa` (4) :140)

Salman berkata,”Manusia yang paling banyak dosanya pada hari kiamat adalah, mereka yang paling banyak berbicara dalam kemaksiatan kepada Allah.”

1.1.4 Bertengkar dan Berdebat
Pertengkaran dan perdebatan merupakan sesuatu yang dilarang oleh Rasulullah SAW, beliau bersabda,
لَا تُمَارِ أَخَاكَ وَلَا تُمَازِحْهُ وَلَا تَعِدْهُ مَوْعِدَةً فَتُخْلِفَهُ.
Janganlah kamu mendebat saudaramu, jangalah mempermainkannya, dan janganlah kamu membuat janji dengannya lalu kamu menyalahinya.(HR. Tirmidzi, dari Ibnu Abbas r.a)

Dan sabdanya,
مَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَهُوَ مُحِقٌّ بُنِيَ لَهُ فِي وَسَطِهَا وَمَنْ حَسَّنَ خُلُقَةُ بُنِيَ لَهُ فِي أَعْلَاهَا.
Barangsiapa yang meninggalkan perdebatan, padahal ia dalam keadaan benar, maka kelak akan dibangunkan baginya rumah di surga yang tertinggi, dan barangsiapa yang meninggalkan perdebatan sedangkan ia dalam keadaan salah, maka kelak akan dibangunkan sebuah rumah dipelataran surga.(HR. Ibnu Majah, dari Anas bin Malik r.a)

Adapun factor yang mendorong seseorang untuk melakukan perdebatan, biasanya adalah, mereka diri paling tinggi, dengan memperlihatkan ilmu dan kelebihannya serta menyerang orang lain dengan membongkar kekurangannya, keduanya adalah syahwat bathin yang kuat yang merusak jiwa. Dan untuk menghilangkannya tidak ada cara lain kecuali dengan menghilangkan sifat sombong atau takabbur.

1.1.5 Bermusuh-musuhan
Bermusuh-musuhan merupakan perbuatan yang tercela, dan biasanya berawal dari perdebatan atau pertengkaran.

Sikap bermusuhan, biasanya terlihat dari pembicaraan yang keras untuk mendapatkan keinginan yang dimaksudkan, sikap seperti itu sangat dibenci oleh Allah SWT, sebagaimana dalam firman-Nya
وَمِنَ النَّاسِ مَن يُعْجِبُكَ قَوْلُهُ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللهَ عَلَى مَافِي قَلْبِهِ وَهُوَ أَلَدُّ الْخِصَامِ.
Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras. (QS. Al-Baqarah (2) : 204)

Rasulullah SAW bersabda,
إِنَّ أَبْغَضَ الرِّجَالِ إِلَى اللهِ، الأَلَدُّ الْخَصِمُ.
Sesungguhnya orang yang paling dibenci Allah SWT adalah orang yang memiliki permusuhan yang kuat.(HR. Bukhari)

Ibnu Abbas r.a mengatakan,”Bahwa yang dimaksud dengan kalimat “aladuul khisham” adalah orang yang mendebatmu apabila kamu bicara dan mengkritikmu.”
Agar pembicaraan kita terhindar dari perdebatan yang akan menghantarkan kepada permusuhan, maka hendaknya lisan kita senantias dikendalikan untuk mengatakan kata-kata yang lembut dan baik, sejalan dengan perintah Allah SWT,
وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا.
Serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.(QS. Al-Baqarah (2) : 83)

1.1.6 Memaksakan Perkataan Kepada Orang Lain
Sikap memaksakan perkataan kepada orang lain adalah sikap yang tidak terpuji; karena setiap orang punya kebebasan untuk menerima atau menolak perkataan seseorang. Rasulullah SAW bersabda,
إِنَّ أَبْغَضَكُمْ إِلَيَّ وَأَبْعَدَكُمْ مِنِّي فِي الْآخِرَةِ مَسَاوِيكُمْ أَخْلَاقًا الثَّرْثَارُونَ الْمُتَفَيْهِقُونَ الْمُتَشَدِّقُونَ.
Sesungguhnya orang yang paling aku benci di antara kalian dan paling jauh tempatnya dariku adalah orang yang memaksakan perkataannya kepada orang lain, berpura-pura mengetahui segala urusan dan berbicara sambil mebuka mulut lebar-lebar.(HR.Ahmad, dari Abu Tsa’labah Al-Khusyani)

Oleh karenanya, setiap orang harus menyadari, bahwa berbicara itu merupakan hak setiap orang, akan tetapi ketika saling memaksakan dalam pembicaraan tersebut, maka hal yang demikian tidak lagi dipandang baik dalam etika berbicara.

1.1.7 Berkata Keji, Kasar, Melaknat dan Memaki
Berkata keji, kotor dan memaki merupakan tindakan yang tidak terpuji dan dimurkai Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda,
ِإيَّاكُمْ وَاْلفَحْشَ وَالتَّفَحُّشَ ، فَإِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُ اْلفَاحِشَ الْمُتَفَحِّشَ.
Jauhilah oleh kalian perbuatan keji dan tindakan keji yang berlebihan; karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berbuat keji .(HR. Hakim, dari Abu Hurairah r.a)

إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيْسَ بِاللَّعَّانِ وَلَا الطَّعَّانِ وَلَا الْفَاحِشِ وَلَا الْبَذِيءِ.
Sesungguhnya seorang Mukmin itu tidak suka melaknat, mencela, berkata keji dan kotor. (HR. Ahmad)

Jabir bin Samurah mengatakan,”Ketika aku duduk dekat Rasulullah di suatu majlis, dan ayahku berada dihadapanku, Rasulullah seraya bersabda,”Sesungguhnya perbuatan keji dan tindakan berlebihan di dalamnya bukan termasuk Islam, dan manusia yang paling baik, adalah mereka yang paling baik akhlaknya.

Al-Ahnaf bin Qais mengatakan,”Maukah aku beritahukan kepada kalian penyakit yang paling membahayakan, yaitu perkataan yang menyakitkan dan akhlak yang buruk.”

1.1.8 Menyanyi dan Bersyair
Bernyanyi dan bersya’ir adalah jenis perkataan yang apabila isinya baik, maka akan menjadi baik, begitu juga sebaliknya, apabila kandungan dari kedunya jelek, maka akan jelek pula. Dengan demikian, nyanyian ataupun sya’ir yang diucapkan oleh seseorang akan mempengaruhi baik dan buruknya ucapan tersebut; karena sya’ir dan nyanyian pada dasarnya adalah ucapan-ucapan.

1.1.9 Bercanda/Bersenda Gurau
Secara asal, bercanda atau bersenda gurau itu merupakan bagian dari perkataan yang tercela, kecuali dengan kadar yang wajar, maka hal itu menjadi tidak terlarang.
Adapun batasan senda gurau yang dikatagorokan tercela dan terlarang adalah sendau gurau yang berlebih-lebihan dan dilakukan secara terus-menerus, dikarenakan sikap seperti itu akan membuat pelakunya menjadi lalai terhadap tugas yang sesungguhnya sebagai hamba Allah SWT. Oleh karena itu, bisa jiga dikatakan, bahwa sendau gurau itu secara asal dibolehkan, kecuali ketika dilakukan secara berlebihan dan terus-menerus.

1.1.10 Memperolok-Olok dan Mengejek
Memperolok-olokan atau mengejek maksudnya adalah, menghina orang lain dengan menyebut-nyebut atau mengisyaratkan kekurangannya sehingga yang mendengar dan melihatnya mentertawakan orang yang disebut atau diisyaratkan itu.

Tindakan tersebut diharamkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya; dikarenakan dapat menjadikan orang-orang yang diperolok-olokan merasa sakit hati, padahal pada hakekatnya, belum tentu orang memperolok-olok itu lebih baik keadaannya daripada orang yang diperolok-oloknya

Allah SAW berfirman,
يَاأّيُّهَا الّذِينَ ءَامَنُوا لاَيَسْخَرْ قَوْمُُ مِّن قَوْمٍ عَسَى أَن يَكُونُوا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلاَنِسَآءُُ مِّن نِّسَآءٍ عَسَى أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan)dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan). (QS. Al-Hujurat (49) :11)

1.1.11 Membeberkan Rahasia Orang Lain
Membeberkan sesuatu yang menjadi rahasia orang lain termasuk tindakan yang dilarang oleh agama; karena di dalamanya mengandung makna menyakiti terhadap sesama, yang mana hal ini sebisanya harus dihindarkan. Sehingga apapun yang kita dengar dari pembicaraan dari sesama kita, setelah selesai pembicaraan tersebut, maka itu semua akan menjadi amanah yang harus kita jaga dan pelihara. Rasulullah SAW bersabda,

إِذَا حَدَّثَ الرَّجُلُ الْحَدِيثَ ثُمَّ الْتَفَتَ فَهِيَ أَمَانَةٌ.
Apabila seseorang berbicara, kemudian setelah selesai pembicaraannya, ia pergi, maka pembicaraannya itu akan menjadi amanah bagi siapa saja yang mendengarnya.(HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dari Jabir bin Abdillah r.a)
Al-Hasan berkata,”Sesungguhnya yang termasuk ke dalam katagori khianat adalah, membeberkan rahasia sesama.”

1.1.12 Janji Dusta
Sesungguhnya lisan itu terkadang lebih cepat untuk mengucapkan janji, padahal sesungguhnya diri orang yang mengucapkan janji tersebut belum siap untuk melaksanakannya, sehingga janji yang diucapkan oleh lisan menjadi janji yang palsu, tanpa ditepati, dan hal tersebut merupakan ciri dari orang munafik.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ.
Dari Abu Hurairah, dari nabi SAW, beliau telah bersabda,”Ciri orang munafik itu ada tiga : Apabila ia bicara, maka ia berdusta, apabila berjanji, ia menyalahi, dan apabila dipercaya, ia berkhianat. (HR. Bukhari Muslim)

Apabila seseorang hendak berjanji, maka ia harus bersungguh-sungguh untuk menepati janji tersebut; karena menepati janji merupakan ciri dari orang-orang yang beriman. Allah SWT berfirman,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ أُحِلَّتْ لَكُم بَهِيمَةُ اْلأَنْعَامِ إِلاَّ مَايُتْلَى عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّي الصَّيْدِ وَأَنتُمْ حُرُمٌ إِنَّ اللهَ يَحْكُمُ مَايُرِيدُ.
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang-binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya. (QS. Al-Maidah (5) :1)

1.1.13 Dusta dalam Berkata dan Bersumpah
Dusta merupakan perbuatan dosa dan aib. Bahkan merupakan temasuk dosa yang pelakunya tidak akan diajak bicara oleh Allah SWT pada hari kiamat dan tidak akan diperhatikan, melainkan mereka akan mendapatkan adzab yang sangat pedih.

Rasulullah SAW bersabda,
Ada tiga golongan orang yang tidak akan diajak bicara dan tidak akan diperhatikan Allah SWT serta tidak akan disucikan, melainkan akan mendapatkan adzab yang pedih, mereka itulah orang yang tua yang berzina, penguasa yang dusta, dan orang miskin yang sombong.(HR. Muslim)

1.1.14 Menggunjing (Ghibah)

Menggunjing merupakan dosa yang sangat menjijikan, karena Allah SWT telah mencelanya, bahka orang yang melakukannya, disamakan dengan pemakan bangkai saudaranya. Allah SWT berfirman,
وَلاَيَغْتَب بَّعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ تَوَّابُُ رَّحِيمُُ.
Janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yaang lain.Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS.Al-Hujurat (49) :12)

Dan Rasulullah SAW bersabda,
كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ
Setiap Muslim atas Muslim yang lainnya diharamkan, darahnya, hartanya dan kehormatannya.(HR. Muslim, dari Abu Hurairah r.a)

Ghibah (menggunjing) artinya, menyebutkan aib saudaranya, dimana apabila saudaranya itu mengetahui, ia akan marah, baik menyebutkan aib atau kekurangan yang ada pada diri saudaranya atau keluarganya, perbuatannya atau akhlaknya, perkataannya, agamanya atau urusan dunianya, bahkan dalam urusan pakaiannya, tempat tinggal dan kendaraannya.

1.1.15 Mengadu Domba (Namimah)
Mengadu domba termasuk kategori dosa besar, dan pelakunya tidak akan masuk surga. Rasulullah SAW bersabda,
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نمَاَّمٌ.
Tidak akan masuk surga orang yang mengadu domba.(HR. Muttafaq ‘alaih)
Adapun batasan yang termasuk kedalam katagori mengadu domba adalah, menyampaikan perkataan orang lain kepada seseorang yang dibicarakannya.umpamanya, seseorang mengatakan kepada temannya,”Si fulan telah membicarakanmu seperti ini dan itu.” Tindakan seperti itu termasuk mengadu domba.

1.1.16 Ucapan Orang Yang Berlidah Dua
Yang dimaksud dengan ucapan yang memiliki dua lisan adalah, ketika seseorang mengatakan dua ucapan yang berbeda kepada dua orang yang berbeda. Seperti kepada si A, ia mengatakan merah, akan tetapi kepada si B, ia mengatakan hitam, hal tersebut telah diisyaratkan dalam hadits Nabi SAW,
َتَجِدُونَ شَرَّ النَّاسِ ذَا الْوَجْهَيْنِ الَّذِي يَأْتِي هَؤُلَاءِ بِوَجْهٍ وَيَأْتِي هَؤُلَاءِ بِوَجْهٍ.
Kalian akan mendapatkan sejelek-jelek manusia, yaitu orang yang memiliki dua muka (dua lisan), yang datang kepada suatu kaum dengan satu pembicaraan, kemudian datang kepada kaum yang lain dengan pembicaraan yang berbeda.(HR. Bukhari Muslim, dariAbu Hurairah r.a)

1.1.17 Memuji (Menyanjung)
Memuji atau menyanjung memiliki enam dampak bahaya. Lisan, empat di antaranya bagi yang memuji, dan dua bagi orang yang dipuji.
Adapun bahaya bagi orang yang memuji adalah :
•Terkadang ia memuji dengan berlebihan, sehingga tanpa disadari, kata-kata bohong terlontar dari mulutnya.
•Terkadang ia tanpa disadari berbuat riya; karena dengan memuji seseorang pada hakekatnya, ia telah memperlihatkan kecintaannya.
•Terkadang ia mengucapkan sesuatu yang tidak mungkin dilakukan.
•Terkadang ia telah membuat orang yang dipuji menjadi bahagia, padahal ia seorang yang zhalim dan fasik.

Sedangkan dua bahaya yang akan diderita oleh orang yang dipuji adalah :
•Pujian itu terkadang memunculkan sifat takabbur dan ujub pada diri orang yang dipuji, dan keduanya itu akan mengakibatkan kehancuran bagi dirinya.
•Orang yang dipuji dengan kebaikan terkadang merasa bahagia yang mengakibatkan dirinya menjadi lalai dari kebaikan seakan telah merasa cukup dengan apa yang telah diperbuatnya.

1.1.18 Kisah Teladan Seputar Menjaga Lisan
Pada suatu ketika, sorang raja membunuh pembantunya untuk membeli bagian yang terbaik dari domba, dengan harapan ia akan bisa memberikan jamuan yang terbaik bagi tamu yang diundangnya, kemudian pembantunya pergi ke pasar, dan yang ia beli dari domba yang pesan itu adalah lidahnya. Kemudia ia pun pulang dan dipasaknya lidah domba tersebut.
Setelah selesai dipasak, maka lidah domba tersebut dihidangkan kepada majikannya (sang raja). Maka sang raja pun merasa puas dengan apa yang dibeli oleh pembantunya (lidah domba). Keesokan harinya, sang raja menyuruh kembali pembantunya untuk membeli sesuatu yang terjelek dari domba, kemudian pembantunya pergi ke pasar, dan ia membeli bagian yang sama dari domba, yaitu lidahnya, lalu dibawanya pulang dan dimasaknya.
Setelah selesai dimasak, ia menghidangkan lidah domba tersebut kepada sang raja. Untuk kali ini sang raja merasa dihina oleh pembantunya; karena ternyata yang dibeli oleh pembantunya adalah lidah domba juga. Kemudian sang raja segera memanggil pembantunya dengan penuh rasa marah, setelah pembantu itu berada dihadapannya, sang raja menegurnya seraya berkata, ”Wahai ghulam! Apakah kamu bermaksud untuk mempermainkan aku? Pembantunya menjawab, ”Atas dasar apa Engkau mengambil kesimpulan seperti itu? Jawab sang raja, ”Ketika aku menyuruhmu untuk membeli bagian yang terbaik dari domba, yang kamu beli adalah lidahnya, dan ketika aku menyuruhmu untuk membeli bagian yang terjelek dari domba, ternyata kamu membeli lidahnya pula, bukankah ini artinya bahwa kamu hendak mempermainkan aku?
Pembantunya menjawab, ”Wahai tuanku! Ketahuilah bahwa lidah itu adalah sumbernya hikmah, akan tetapi lidah tersebut merupakan sumber pula untuk sebuah petaka. Apabila manusia menggunakannya dalam kebaikan, maka akan membawanya kepada kebaikan. Akan tetapi ketika digunakan dalam kejelekan, maka petakalah yang akan didapatkan oleh manusia.”
Setelah mendengarkan jawaban pembantunya, sang raja merasa bahwa, ternyata seorang pembantu yang dia anggap rendah kedudukannya memiliki kejernihan hari yang luar biasa.

Modul 12: Etika Hubungan Sesama Manusia (Hablun Minan Naas)

1.1 Pergaulan Sesama Manusia Secara Umum
Hubungan persaudaraan antara sesama manusia merupakan sesuatu yang sangat urgen dalam Islam . sedimikian pentingnya persaudaraan ini sehingga seorang Muslim tidak dianggap sempurna imannya jika belum mencintai saudaranya seperti ia mencintai saudaranya sendiri. Dengan demikian, ia berusaha untuk tidak menyakiti saudaranya dan menjaganya dari berbagai bentuk kemadharatan.

Keluhuran akhlak di dalam Islam tidak hanya terbatas kepada sesama Muslim, tapi menfaat dari akhlak tersebut juga akan dirasakan oleh seluruh umat manusia. Karena itu, seluruh perangai buruk diharamkan bagi setiap manusia.

Islam menganjurkan agar kita bersikap baik terhadap saudara sesama Muslim, juga kita dianjurkan berbuat baik terhadap sesama manusia, baik itu Islam, Kristen, Yahudi, Hindu, Budha dan lain-lain. Mengenai tata cara bergaul dengan mereka itu, Allah SWT telah memberikan petunjuk atau tuntunan tentang kewajiban-kewajiban kita sebagai orang Islam.

Dalam pergaulan yang menyangkut dengan kehidupan beragama, kita diwajibkan menghormati kepercayaan tanpa mempengaruhi keyakinan kita sendiri. Dalam hal ini sebagai Muslim kita harus mengambil sikap tegas dan jelas, sebagaimana tuntunan Allah SWT sebagai berikut,
قُلْ يَاأَيُّهَا الْكَافِرُونَ {1} لآَأَعْبُدُ مَاتَعْبُدُونَ {2} وَلآَأَنتُمْ عَابِدُونَ مَآأَعْبُدُ {3} وَلآَأَنَا عَابِدُُ مَّاعَبَدتُّمْ {4} وَلآَأَنتُمْ عَابِدُونَ مَآأَعْبُدُ {5} لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ {6}
Katakanlah: "Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah . Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku".(QS. Al-Kafirun (109) : 1-6)

Prinsip Islam seperti yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut di atas adalah perdamaian antara sesama manusia. sehubungan dengan hal kewajiban antara sesama manusia, Rasulullah SAW bersabda,
كُلُّ سُلَامَى مِنْ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيهِ الشَّمْسُ يَعْدِلُ بَيْنَ الِاثْنَيْنِ صَدَقَةٌ وَيُعِينُ الرَّجُلَ عَلَى دَابَّتِهِ فَيَحْمِلُ عَلَيْهَا أَوْ يَرْفَعُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ وَكُلُّ خُطْوَةٍ يَخْطُوهَا إِلَى الصَّلَاةِ صَدَقَةٌ وَيُمِيطُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ صَدَقَةٌ.

Tiap-tiap persendian manusia ada kewajiban sedekah, dan tiap hari dimana matahari terbit, kalau berlaku adil diantara kedua orang yang bersengketa itu berarti sedekah, dan membantu seseorang naik keataskendaraan atau mengangkatkan barang (bekalnya) itu sedekah; dan kalimat yang baik itu sedekah; dan tiap langkah (berjalan) untuk melaksanakan shalat adalah sedekah; dan menghilangkan gangguan dari tengah jalan itu adalah sedekah. (HR. Muttafaqun ‘alaih, dari Abu Hurairah r.a)

1.2 Hak-Hak Sesama Muslim
Terhadap sesama Muslim kita berkewajiban untuk menjaga pergaulan dengan penuh hormat-menghormati, tidak menyombongkan diri (takabbur), congkak dan lain sebagainya, akan tetapi kita diarahkan supaya senantiasa bersikap rendah hati, sopan-santun terhadap sesama Muslim atau terhadap orang-orang yang beriman. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT,
وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِيَن .
Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman. (QS. Al-Hijr (15) : 88)
Rasulullah SAW bersabda,
الْمُسْلِمُونَ إِخْوَةٌ لا فَضْلَ لأَحَدٍ عَلَى أَحَدٍ إِلابِالتَّقْوَى.
Orang-orang Islam itu satu sama lain bersaudara, tiada lebih dari seorang atas seorang yang lainnya, kecuali karena ketakwaannya.(HR. Thabrani)

Dalam hadits lain Rasulullah SAW menegaskan, bahwa sesama orang Mukmin adalah laksana satu tubuh, sebagaimana sabdanya,
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى.
Perumpamaan orang-orang Mukmin dalam saling mencintai, saling menyayangi, saling mengasihi, bagaikan satu tubuh, apabila satu anggota tubuh menderita, maka menjalarlah penderitaan itu keseluruh badan hingga tidak dapat tidur dan badan panas.(HR. Muslim dan Ahmad, dari Nu’man bin Basyir)

Rasulullah SAW dalam menjelaskan tentang kewajiban antara sesama Muslim amat mendetail, sehingga sampaidiuraikan secara rinci, sebagaimana tersebut dalam hadits berikut ini,
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ قِيلَ مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ.
Hak seorang Muslim terhadap Muslim yang lainnya ada enam : apabila kamu berjumpa dengannya, maka berilah salam kepadanya. Apabila ia mengundangmu, maka penuhilah undangannya. Apabila ia meminta nasehat, maka berilah nasehat kepadanya. Apabila ia bersin lalu memuji Allah (membaca al-Hamdulillah), maka do’akanlah ia olehmu. Apabila ia sakit, maka tengoklah ia, dan apabila ia meninggal, maka iringkanlah jenazahnya.(HR. Muslim)

Dalam hadits tersebut dijelaskan tentang kewajiban seorang Muslim terhadap Muslim yang lainnya, yang harus dilakukan guna membina kehidupan yang baik, damai dan sejahtera, serta diridlai Allah SWT. Kewajiban-kewajiban tersebut meliputi enam masalah, yaitu :

1.2.1 Mengucapkan Salam
Mengucapkan salam terhadap sesama Muslim hukumnya sunnah, tapi bagi yang diberi salam wajib hukumnya untuk menjawab salam tersebut. Dan yang menjawabnya disunnahkan untuk melebihkan dari salam yang diucapkan oleh pemberi salam. Atau sekurang-kurangnya sama dengan ucapa pemberi salam tersebut. Islam menganjurkan kepada kita agar senantiasa membiasakan untuk mengucapkan salam dimana dan kapan saja bertemu dengan sesama orang Islam, terutama apabila masuk bertamu ke rumah orang lain.

1.3 Memenuhi Undangan
Orang yang merasa telah mengundang seseorang dalam sebuah acara atau waktu-waktu tertentu, pasti akan menunggu kehadiran kita di acara yang diselenggarakannya. Ia akan merasa puas dan bahagia apabila undangan tersebut dipenuhi. Dan ia akan merasa kecewa dan mungkin tersinggung apabila orang-orang yang diundangnya tidak hadir. Maka oleh karena itu, mendatangi undangan adalah wajib hukumnya.

1.4 Memberikan Nasehat kepada Orang yang Memintanya
Memberikan nasehat kepada orang lain (sesama Muslim) sangat dianjurkan dalam ajaran Islam, baik diminta maupun tidak, apalagi ada teman sesama Muslim yang meminta nasehat, maka kita harus bersedia menasehati dengan nasehat yang sekiranya membawa kemanfaatan baginya, sehingga ia merasa puas dengan nasihat yang diberikan kepadanya.
Allah SWt berfirman,
وَالْعَصْرِ {1} إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ {2} إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ {3}
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.(QS. Al-’Ashr (103) : 1-3)

1.4.1 Mendoakan Seorang Muslim yang Bersin
Sebagai realisasi dan pernyataan bahwa orang-orang Mukmin satu sama lain adalah bersaudara, bahkan laksana anggota tubuh, maka kalau ada teman sesama Muslim yang bersin, dan ia mengucapkan,”Al-Hamdulillah.” maka hendaknya kita jawab,”Yarhamukallahu.” kemudian yang bersin mengucapkan,”Yahdikumullahu.”

1.4.2 Menengok Orang Islam Manakala Sakit
Apabila ada seorang Muslim yang sakit, maka hendaknya ia cepat dijenguk. Dan ketika menjenguknya ada beberapa hal yang harus diperhatikan : Jangan menakut-nakutinya dengan penyakit yang dideritanya, bawakanlah sesuatu (makanan atau obat-obatan) sekedar meringankan beban yang diderita oleh si sakit dan keluarganya, bersikap dengan sopan, menghiburnya dengan memberikan harapan bahwa penyakit yang dideritanya akan lekas sembuh, memberinya nasehat kesabaran dan tawakkal kepada Allah SWT dan mendoakannya agar penyakit yang menimpa kepadanya segera diberi kesembuhan oleh Allah SWT.

1.4.3 Mengantarkan Jenazahnya
Apabila ada saudara kita sesama Muslim meninggal dunia, kita disunnahkan untuk turut serta mengurusi jenazahnya hingga mengantarkannya ke pemakaman. Dan ketika mengantarkan jenazah, hendaknya diperhatikan adab-adab sebagai berikut : tidak tertawa terbahak-bahak, tidak berteriak-teriak, menceritakan aibnya dan hendaknya kita mendoakannya, semoga amal kebaikannya diterima disisi Allah SWT dan segela kesalahannya diampuni oleh-Nya.

1.5 Hak-Hak Kedua Orang Tua dan Anak
1.5.1 Hak-Hak Kedua Orang Tua
Allah dan Rasul-Nya memerintahkan kepada ana-anak manusia agar mereka senantiasa menunaikan hak-hak kedua orang tua mereka, baik ketika mereka masih hidup ataupun sesudah meninggal. Hendaknya mereka senantiasa berbakti kepada kedua orang tuanya; karena dengan demikian seorang anak akan mencapai kemuliaan dan kebaikan, baik dunia maupun akhirat. Namun sebaliknya barangsiapa yang menyia-nyiakan keduanya, maka Allah SWT dan Rasul-Nya mencelanya dengan keras.

Sebagai orang tua berhak untuk mendapat penghargaan, perhatian sekaligus perlindungan dari anak-anaknya. Orang tua berhak untuk mendapatkan bantuan (nafkah) dari anak-anak mereka pada saat keduanya telah dimakan usia dan sudah tidak memiliki kemampuan lagi untuk mencari nafkah untuk keluarganya. Dan sebagai anak-anak yang shalih berkewajiban untuk senantiasa mendo’akan kedua orang tua mereka agar mendapatkan rahmat dan kemuliaan di sisi Allah SWT; karena keduanya yang jasa keduanya mereka dilahirkan ke dunia, Allah SWT berfirman,
وَاعْبُدُوا اللهَ وَلاَتُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا.
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak. (QS.An-Nisaa` : 4:36)

Dan firman-Nya,
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلآ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَتَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيمًا . وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (QS. Al-Israa` (17) : 23-24)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ.
Dari Abu Hurairah r.a, ia telah berkata,”Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW, lalu ia bertanya,”Siapakah orang yang paling berhak kubaktikan diriku kepadanya?” Rasulullah SAW menjawab,”Ibumu.” Ia bertanya kembali,”Kemudian siapa lagi?” beliau menjawab,”Ibumu.” Ia bertanya lagi,”Kemudian siapa lagi?” Beliau menjawab,”Ayahmu.”(HR. Bukhari dan Muslim).

1.5.2 Hak-Hak Anak
Ada beberapa kewajiban orang tua yang harus ditunaikan terhadap anak-anak mereka, yaitu :

a. Memberikan Nafkah
Dalil yang mewajibkan orang tua memberi nafkah kepada anaknya, atau cucunya, atau cicitnya, tanpa memandang laki-laki atau wanita adalah firman Allah SWT,
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ.
Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf.. (QS. Al-Baqarah (2) : 233)
Dari makna ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa sang ayah diharuskan menanggung nafkah dan pakaian istri yang sedang menyusui anaknya, sekalipun sang istri telah dicerai olehnya.

Dengan demikian, maka memberi nafkah secara langsung kepada anak, lebih diwajibkan lagi. Allah SWT berfirman,
فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَئَاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ.
Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya. (QS. Ath-Thalaq (65) : 6)
Apabila memberi imbalan (nafkah) kepada wanita yang sedang menyusui anaknya adalah suatu kewajiban, maka lebih wajib lagi memberi nafkah kepada anak sendiri.

Dalam sebuah hadits dikisahkan, bahwa ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW, lalu berkata,”Aku sekarang mempunyai uang satu dinar, Rasulullah SAW bersabda,”Nafkahilah dirimu sendiri dari uang tersebut.” Lelaki itu berkata,”Aku mempunyai satu dinar yang lainnya.”Rasulullah SAW bersabda,”Jika demikian, nafkahkanlah untuk anakmu.”(HR. Baihaqi, dari Abu Hurairah r.a)

Rasulullah SAW pernah bersabda kepada istri Abu Sufyan yang mengadu kepada beliau tentang perbuatan suaminya yang bersikap bakhil,
خُذِي مِنْ مَالِهِ بِالْمَعْرُوفِ مَا يَكْفِيكِ وَيَكْفِي بَنِيكِ.
”Ambilah olehmu secukupnya dari harta Abu Sufyan dengan cara yang baik untuk menafkahi dirimu dan anak-anakmu.”(HR. Muslim dan Ibnu Hibban, dari Siti Aisyah r.a)

Hukum memberi nafkah kepada anak itu wajib, dengan syarat-syarat berikut :
•Kondisi ekonomi kedua orang tua dalam keadaan mudah, dan ketika mereka tidak mempunyai harta, maka mereka boleh dipaksa untuk bekerja agar menafkahi anaknya, dan ini merupakan pendapat yang paling shahih.

•Hendaknya sang anak tidak memiliki harta benda dan pekerjaan, sehingga apabila si anak mepunyai harta atau mampu untuk bekerja, maka kedua orang tuanya tidak berkewajiban untuk memberi nafkah kepada keduanya; karena tidaknya alasan kebutuhan.
Memberi nafkah kepada Anak dan kerabat tidak ada standar yang tetap, akan tetapi disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing. Disamping nafkah ini, termasuk wajib pula memberinya pakaian dan tempat tinggal. Apabila semua pemberian orang tua itu telah menjadikan sang anak mampu memberikan jamuan atau berderma, maka nafkah tersebut sudah tidak wajib lagi bagi orang tuanya.

b. Memelihara dan Memberikan Pendidikan yang Baik
Sehubungan dengan kewajiban orang tua untuk memberikan pendiidikan kepada anak-anaknya, Allah SWT berfirman,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلآئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادُُ لاَّيَعْصُونَ اللهَ مَآأَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَايُؤْمَرُونَ.
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa ang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At-Tahrim (66) : 6)
Sahabat Ali Karramahullahu wajhah telah berkata,”Ajarilah mereka – keluargamu – dan didiklah mereka.

Al-Hasan berkata,”Perintahkanlah mereka – anak-anakmu – untuk taat kepada Allah SWT, dan ajarilah mereka tentang kebaikan.”
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, yang bersumber dari Amer bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda,”
مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ.
Perintahkanlah anak-anak kalian melakukan shalat sewaktu mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka karena meninggalkannya sewaktu mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka.”
Dalam hadits tersebut terkandung tiga pesan pendidikan, yaitu : Memerintahkan kepada anak-anak untuk shalat, memukul mereka jika meninggalkannya dan memisahkan tempat tidur mereka.

Rasulullah SAW bersabda,
Sufyan Ats-Tsauri berkata,”Tiap orang dianjurkan untuk memberikan dorongan kepada anaknya agar sang anak menuntuk ilmu hadits; sebab sang ayah akan dimintai pertanggung-jawaban mengenai hal itu.

Dalam hadits berikut ini terdapat perintah Rasulullah SAW yang ditujukan kepada orang tua, agar mereka berlaku adil terhadap anak-anak mereka, sehingga diharapkan dikemudin hari mereka dapat mengikuti apa yang dilakukan oleh orang tua mereka. Beliau bersabda,
اتَّقُوا اللَّهَ وَاعْدِلُوا فِي أَوْلَادِكُمْ.
Bertakwalah kalian kepada Allah dan berlaku adillah kepada anak-anak kalian.(HR. Muslim, dari Nu’man bin Basyir)

Dikisahkan, pada suatu waktu ada seseorang yang menghibahkan harta kepada anak-anaknya dengan tidak adil, kemudian Rasulullah SAW diminta untuk menjadi saksinya, akan tetapi Rasulullah SAW enggan untuk melakukannya, beliau bersabda,”Persaksikanlah oleh orang selainku.” Beliau tidak menyetujui hal tersebut; karena yang demikian itu termasuk perbuatan yang keliru (tidak adil). Beliau bersabda,
فَلَا تُشْهِدْنِي إِذًا إِنِّي لَا أَشْهَدُ عَلَى جَوْرٍ إِنَّ لِبَنِيكَ عَلَيْكَ مِنْ الْحَقِّ أَنْ تَعْدِلَ بَيْنَهُمْ
Janganlah kamu menjadikan aku saksi dalam perbuatan aniaya. Sesuangguhnya kewajibanmu tarhadap anakmu adalah berlaku adil.(HR. Abu Daud dan Ahmad, dari Nu’man bin Baasyir)
Islam memandang, orang tua yang lalai dalam memberikan pelajaran atau pendidikan terhadap anak-anaknya tentang-hal-hal yang bermanfaat bagi mereka, kemudian ia membiarkannya begitu saja, berarti ia telah menjerumuskan anaknya. Pada dasarnya, kerusakan moral yang terjadi pada diri sang anak, disebabkan kesalaha dari pihak orang tua yang lalai dalam memberikan pendidikan kepadanya, disamping faktor lingkungan yang tidak baik.

Tidak sedikit dikalangan orang tua yang tidak mendidik anak-anak mereka tentang kewajiban-kewajiban agama dan sunnah-sunnahnya, hingga mereka sama kecilnya asing dan tersia-sia dari pendidikan agama. Dan anak-anak yang mengalami nasib demikian, jika sudah tumbuh dewasa (besar), tidak bermanfaat bagi orang tua mereka, bahkan tidak bermanfaat pula bagi diri mereka sendiri.

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللهَ سَائِلٌ كُلَّ رَاعٍ عَمَّا اسْتَرْعَاهُ أَحَفِظَ أَمْ ضَيَّعَ.
Dari Anas, bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Sesungguhnya Allah akan menanyai setiap pemimpin tentang apa-apa yang dipimpinnya, apakah ia memeliharanya ataukah menyia-nyiakannya, sehingga seseorang akan ditanya tentang urusan keluarganya. (HR. Ibnu Hibban)

1.6 Hak-Hak Kerabat dan Sanak Keluarga
1.6.1 Menyambungkan Silaturahim

Di awal surat An-Nisaa Allah SWT berfirman,
وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا.
Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. An-Nisaa (4) : 1)

Pengertian arham mencakup semua kerabat, tanpa dibedakan antara muhrim dan yang bukan muhrim. Ayat tersebut di atas memerintahkan kepada kita agar menghubungkan silaturahmi, dan sekaligus melarang kita memutuskannya.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, dari sahabat Abu Hurairah r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ.
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan percaya pada hari akhir, maka hendaknya ia memuliakan tamunya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan percaya pada hari akhir, maka hendaknya ia menghubungkan silaturahminya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan percaya pada hari akhir, maka hendaknya ia mengatakan yang baik-baik atau diam.”

Dengan menghubungkan silaturahmi, maka manusia akan memperoleh dua keberkahan, yaitu : keberkahan rizki dan umur, sebagaimana dijelaskan dalam hadits berikut ini,
عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ.
Dari Ibnu Syihab, ia telah berkata,”Anas bin Malik telah memberitahukan kepadaku, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda,”Barangsiapa yang suka rijkinya dilapangkan dan umurnya dipanjangkan, maka hendaknya ia menghubungkan tali persaudaraan.” (HR. Bukhari Muslim)

1.6.2 Memberikan Sedekah
عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَفْضَلَ الصَّدَقَةِ الصَّدَقَةُ عَلَى ذِي الرَّحِمِ الْكَاشِحِ.
Dari Abu Ayyub Al-Anshary, ia telah berkata,” Rasulullah SAW bersabda,”Sesungguhnya shadaqah yang paling utama adalah shadaqah yang diberikan kepada kerabat yang menyembunyikan rasa permusuhan.(HR. Ahmad)
Yang dimaksud dengan lafazh “Al-Kasyih” dalam hadits di atas adalah kerabat yang memendam rasa permusuhan terhadap dirimu. Maka shadaqah yang paling utama berdasarkan hadits tersebut adalah shadaqah yang diberikan kepada sahabat yang memendam rasa permusuhan. Makna hadits tersebut semakna dengan makna yang terkandung dalam hadits Rasulullah SAW berikut,
أَنْ تَصِلَ مَنْ قَطَعَكَ وَتُعْطِيَ مَنْ مَنَعَكَ وَتَصْفَحَ عَمَّنْ شَتَمَكَ.
Dan hendaknya kamu menyambung silaturahim dengan orang yang memutuskannya, memberi kepada orang yang enggan memberi, dan memaafkan orang yang mencacimu. (HR. Ahmad)
Adapun dampak memutuskan tali persaudaraan (silaturahim) adalah akan disegerakannya adzab oleh Allah SWT, tidak diterimanya amal dan terhalangnya seseorang untuk masuk surga.

Sebagaimana ditegaskan dalam beberapa hadits berikut,
عَنْ أَبِي بَكْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ اللَّهُ تَعَالَى لِصَاحِبِهِ الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِثْلُ الْبَغْيِ وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ
Dari Abu Bakrah, ia telah berkata,”Rasulullah SAW bersabda,”Tiada suatu dosapun yang lebih layak untuk disegerakan siksaan terhadap pelakunya di dunia oleh Allah SWT, berikut siksaan yang akan dideritanya di akhirat kelak, selain dari zina dan memutuskan silaturahim.(HR. Abu Daud)

عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْرَعُ الْخَيْرِ ثَوَابًا الْبِرُّ وَصِلَةُ الرَّحِمِ وَأَسْرَعُ الشَّرِّ عُقُوبَةً الْبَغْيُ وَقَطِيعَةُ الرَّحِمِ.
Dari Aisyah, Ummul Mukminin, ia telah berkata,”Rasulullah SAW bersabda,”Amal baik yang paling cepat pahalanya adalah berbuat baik kepada kedua orang tua dan menghubungkan silaturahim, adapun keburukan yang paling cepat siksaannya adalah perbuatan zina dan memutuskan silaturahim.(HR. Ibnu Majah dan Thabrani)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ أَعْمَالَ بَنِي آدَمَ تُعْرَضُ كُلَّ خَمِيسٍ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ فَلَا يُقْبَلُ عَمَلُ قَاطِعِ رَحِمٍ.
Dari Abu Hurairah, ia telah berkata,”Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,”Sesungguhnya amal perbuatan keturunan Adam dibeberkan tiap hari kamis, malam Jum’at, maka tidalah diterima amal perbuatan orang yang memutuskan silaturahim.(HR. Ahmad)

عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ . قَالَ ابْنُ أَبِي عُمَرَ قَالَ سُفْيَانُ يَعْنِي قَاطِعَ رَحِمٍ.
Dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im, dari ayahnya, ia telah berkata,”Rasulullah SAW berabda,”Tidak dapat masuk surga orang yang memutuskan. Sufyan menjelaskan, maksudnya adalah, orang yang memutuskan silaturahim.(HR. Muslim, Tirmidzi, Abu Daud dan Ahmad)

1.6.3 Mengetahui Nasab Kerabat
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَعَلَّمُوا مِنْ أَنْسَابِكُمْ مَا تَصِلُونَ بِهِ أَرْحَامَكُمْ فَإِنَّ صِلَةَ الرَّحِمِ مَحَبَّةٌ فِي الْأَهْلِ مَثْرَاةٌ فِي الْمَالِ مَنْسَأَةٌ فِي الْأَثَرِ.
Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, beliau bersabda,”Pelajarilah nasab (silsilah) keturunan kalian, agar kalian dapat menghubungkan silaturahim, karena sesungguhnya silaturahim itu akan menanamkan rasa cinta dalam kekeluargaan, menambah banyak harta atau rizki dan memperpanjang umur. (HR.Tirmidzi dan Ahmad).

Sahabat Umar berkata,”Pelajarilah nasabmu; niscaya kamu akan mengetahui asal keturunanmu melaluinya. Dan oleh sebab itu pula kamu akan tergerak untuk melakukan silaturahim.

Dan ada pula yang mengatakan,”Bahwa seandainya mengetahui nasab itu bukan hanya untuk memperkuat diri dari ancaman musuh dan pertentangan antara sesama, maka niscaya mempelajarinya termasuk sikap yang paling tepat dan pahalanya lebih utama.”
Imam Ali pernah berwasiat,”Muliakanlah para kerabatmu, karena mereka adalah sayap yang dapat menerbangkanmu. Berkat mereka, kamu menjadi kuat dan berpengaruh, mereka bagaikan senjata dikala bahaya menerjang, oleh karenanya, muliakanlah orang-orang terhormat mereka, kunjungilah orang yang sakit di antara mereka, ajaklah mereka bersama-sama dalam segala kegiatan, dan tolonglah orang-orang miskin di antara mereka.

1.7 Hak-Hak Tetangga
Ajaran Islam telah memberikan bimbingan dan petunjuk-petunjuk dasar tentang bagaimana membina hidup bertetangga dan menunaikan hak-hak ketetanggaan sesuai dengan nilai-nilai yang telah digariskan Allah SWT dan Rasul-Nya.
Allah SWT berfirman,
وَاعْبُدُوا اللهَ وَلاَتُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَامَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللهَ لاَيُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالاً فَخُورًا.
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri. (QS. An-Nisaa` (4) : 36)

Rasulullah SAW bersabda,
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُحِبَّ لِجَارِهِ.
Tidaklah (sempurna) iman seorang hamba sehingga ia mencintai tetangganya. (HR. Muslim)

Dan sabdanya,
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ.
Tidak (sempurna) iman salah seorang di antara kalian sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.(HR. Bukhari)
Syekh Jalaluddin as-Suyuthi dalam kitabnya Jaami’ul Hadits mengutip sebuah hadits Rasulullah SAW yang menjelaskan tentang hak-hak ketetanggaan, yaitu :
•Jika tetangga meminta pertolongan, maka berilah dia pertolongan.
•Jika meminta bantuan, maka bantulah.
•Jika ia meminjam sesuatu, maka pinjamilah.
•Kalau dia miskin, maka santunilah.
•Kalau dia sakit, maka jenguklah.
•Kalau dia meninggal, maka turutlah mengantar jenazahnya (sampai ke kubur).
•Jika ia mendapat kebaikan (kenikmatan), maka berikanlah ucapan selamat.
•Janganlah membangun rumah lebih tinggi daripada rumahnya, sehingga dapat menghambat angin masuk ke dalamnya, kecuali dengan seizinnya.
•Janganlah menyakiti hatinya.
•Apabila kamu membeli buah-buahan, maka berikanlah sedikit kepada tetanggamu. Kalau tidak mungkin untuk dibagi, maka bawalah buah-buahan tersebut ke dalam rumah secara sembunyi-sembunyi, jangan sampai mereka melihat anakmu sedang makan buah-buahan itu.
•Janganlah menyinggung hatinya dengan bau masakanmu, kalau tidak mungkin membagi sedikit untuknya. Tahukah kamu hak-hak tetangga itu? Demi Allah yang diriku berada dalam genggaman-Nya, hanyalah orangorang yang dikaruniai Allah yang dapat menunaikan hak-hak tetangganya (HR. Umar bin Syuaib).

1.8 Kisah Teladan Seputar Hablum Minannas
Dikisahkan ada seorang sol sepatu, ia memiliki cita-cita yang sangat mulia, yaitu ingin melaksanakan ibadah haji. Untuk mewujudkan cita-citanya tersebut, ia selalu menyisihkan uang hasil dari usahanya itu, setiap hari ia mewajibkan dirinya untuk menabung.

Bertahun-tahun ia menjalani profesi tersebut dengan tetap membawa cita-citanya itu, setelah hari berganti, minggu berlalu dan tahunpun bersambung, akhirnya dengan kesungguhan niat yang dimilikinya, dan usaha keras yang diakukannya, ia pun berhasil mengumpulkan sejumlah uang untuk bekal perjalanan cita-citanya itu.

Ketika keesokan harinya ia mau berangkat haji, tiba-tiba datang tetangganya dengan membawa masalah, yaitu penyakit yang dideritanya. Untuk menyembuhkan penyakitnya itu, ia membutuhkan biaya yang banyak, dan ketika itu ia tidak memiki uang, sehingga dengan terpaksa ia datang ke tukang sol sepatu itu dengan harapan akan memperoleh pinjaman uang.

Tekad yang kuat dan usaha yang sungguh-sungguh yang dilakukan oleh tukan sol sepatu, dan waktu yang tinggal satu malam lagi untuk menjalankan ibadah haji, sepertinya cukup untuk dijadikan alasan oleh tukang sol sepatu agat tidak tidak memberikan pinjaman uangnya, akan tetapi tukang sol sepatu itu ternyata memiliki jiwa sosial yang tinggi dan perhatian yang luar biasa terhadap sesamanya yang membutuhkan bantuan, hal tersebut terbukti, bahwa ia tidak berpikir dua kali untuk memberikan uang yang telah dikumpulkannya dengan susah payah kepada tetangganya itu, walaupun dengan resiko, bahwa ia tidak akan akan bisa mewujudkan cita-citanya