Kamis, 22 September 2011

Modul 9: Puasa (Shaum) dan Filosofinya

1.1 Pengertian Shaum
Shaum atau shiyam menurut secara etimologi adalah al-Imsaak yang berarti menahan diri. Syekh muhammad Ali Ash-Shabuni dalam tafsirnya mengatakan, bahwa shaum menurut bahasa adalah al-Imsaaku ‘anisy syai’I wat tarku lahu, yang berarti menahan diri dari sesuatu dan meninggalkannya. Dan shaum menurut bahasa berarti al-Imsaakul muthlaq (menahan diri secara mutlak), maka dalam hal ini, orang yang menahan diri dari bicara (berdiam diri) pun bisa dikatagorikan sebagai orang yang shaum (shaimun), sebagaimana firman Allah SWT,
إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنسِيًّا.
"Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang Manusia pun pada hari ini" (QS.Maryam (19) : 26)

Sedangan secara syar’i adalah menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkannya, mulai dari terbit fajar shubuh hingga terbenamnya matahari, disertai dengan niat. Allah SWT berfirman,
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى الَّيْلِ.
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS.Al-Baqarah (2) : 187)
عَنْ عَاصِمِ بْنِ عُمَرَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جَاءَ اللَّيْلُ مِنْ هَهُنَا وَذَهَبَ النَّهَارُ مِنْ هَهُنَا فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ
Dari ’Ashim bin Umar, dari ayahnya, ia berkata,”Rasulullah SAW telah bersabda,”Apabila malam telah datang, siang telah lenyap, dan matahari telah terbenam, maka sesungguhnya telah datang waktu berbuka bagi orang yang shaum.” (HR.Ahmad)

Dan Syekh Muhammad Ali Ash-Shabuni telah memberikan definisi mengenai shaum secara istilah syar’i, shaum adalah menahan diri dari makan, minum dan berjima’, disertai dengan niat, dan dimulai dari terbitnya fajar shubuh hingga terbenam matahari.
Segenap umat Islam sepakat bahwa shaum di bulan Ramadhan itu fardlu (wajib). Hal itu didasarkan kepada firman Allah SWT,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ.
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (QS. Al-Baqarah (2) :183)
Shaum adalah rukun Islam yang keempat. Dan posisi rukun dalam Islam bagaikan pondasi pada rumah. Jika pondasi tersebut rusak atau rapuh, maka rumah tersebut tidak akan bisa berdiri dan sudah bisa dipastikan hancur. Islam adalah agama yang memiliki lima pondasi yang lengkap dan utuh, yaitu syahadat, shalat, zakat, shaum dan haji. Kelima pondasi tersebut dapat mewujudkan sosok Muslim yang sempurna.

Rasulullah SAW bersabda,
بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ.
Islam itu dibangun di atas lima pondasi, yaitu persaksian, bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji dan shaum Ramadhan.(HR. Bukhari dari Ibnu Umar)

Barangsiapa yang tidak melaksanakan shaum Ramadhan sekalipun satu hari tanpa udzur (alasan yang dibenarkan syara’), maka ia telah melakukan satu dosa besar, dan akan mendapatkan siksaan yang keras.

Dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa Rasulullah SAWpernah bermimpi, beliau bersabda,
”Sampai ketika aku berada di tengah gunung, seketika itu terdengar suara-suara keras. Maka aku bertanya,”Suara apa itu? mereka menjawab,”Itu adalah teriakan penghuni neraka. Kemudian dia (Jibril) membawaku pergi, seketika itu aku berada di hadapan suatu kaum yang digantung dengan kaki di atas dengan sudut mulut terkoyak, dari sudut mulut mereka bercucuran darah. Maka aku bertanya,”Siapa mereka itu? Jibril menjawab,”mereka adalah orang-orang yang berbuka shaum sebelum sampai pada waktunya.”(Shahih Targhib wat Tarhib : 1/420).

1.2 Pembagian Shaum
Secara umum, shaum dibagi kepada dua bagian, yaitu shaum wajib dan shaum sunnah.

1.2.1 Shaum Wajib
Yang dimaksud dengan shaum wajib adalah shaum yang apabila dilaksanakan pelakunya akan mendapat pahala, dan jika ditinggalkan ia akan mendapat siksa yang berat.
Menurut Doktor Wahbah Az-Zuhaili, wajib adalah ketentuan syara’ yang ditujukan kepada mukallaf agar dilaksanakan secara penuh. Seorang mukallaf wajib menunaikan segenap kewajibannya, karena dengan menunaikannya ia akan memperoleh pahala, dan jika tidak maka ia akan memperoleh sanksi yang berat. Dan terkait dengan shaum wajib, beliau menegaskan dalam kitabnya, bahwa ia dilaksanakan karena tiga hal, yaitu : karena nadzar, kifarat, qadla dan Ramadhan.

•Shaum Nadzar
Nadzar secara bahasa adalah aujaba, yang berarti mewajibkan. Ketika seseorang mengatakan,”Apabila aku berhasil dalam karirku, maka berjanji akan shaum tiga hari berturut-turut.”. kata-kata tersebut termasuk nadzar (janji) seseorang kepada Allah SAW, sehingga ia wajib melaksanakannya.

•Shaum Kifarat
Kifarat secara bahasa berarti mengganti, menutupi, membayar dan memperbaiki. Shaum kifarat wajib dilaksanakan manakala seseorang telah melakukan kemaksiatan yang mengharuskan kepadanya membayar kifarat, seperti dalam kasus suami yang menzhihar istrinya, atau membatalkan shaum Ramadhan dengan melakukan hubungan suami istri pada siang hari dan lain sebagainya.

•Shaum Qadla
Qadla menurut bahasa berarti, memenuhi, melaksanakan, membayar atau melunasi. Sedangkan menurut istilah adalah shaum yang dilakukan dalam rangka mengganti (membayar) kekurangan hari dalam shaum wajib di bulan Ramadhan, ketika seseorang tidak melaksanakannya secara sempurna; dikarenakan ada udzur syar’i, seperti sakit atau bepergian (safar).

•Shaum Ramadhan :
Ramadhan secara bahasa berarti membakar. Sedangkan menurut istilah, adalah shaum yang dilakukan pada bulan Ramadhan selama sebulan penuh. Dan bulan Ramadhan mempunyai keutamaan yang sangat besar dan keistimewaan yang bermacam-macam yang tidak dimiliki bulan-bulan yang lain. Karena keutamaan bulan Ramadhan, maka setiap kebaikan dan bermacam-macam perbuatan baik pun diutamakan, seperti sedekah, ibadah atau shalat sunnah pada malam Ramadhan (qiyamul lain), membaca al-Qur’an, I’tikaf, umrah dan lain sebagainya.

1.2.2 Shaum Sunnah
Shaum sunnah adalah shaum yang apabila dilaksanakan pelakunya akan memperoleh pahala, dan jika tidak maka ia tidak berdosa. Berdasarkan beberapa keterangan hadits Rasulullah SAW, ada beberapa shaum yang disunnahkan untuk dilaksanakan oleh seorang Muslim, seperti : shaum ‘Arafah, Asyura`, Tasu’a, enam hari pada bulan Syawwal, pertengahan pertama pada bulan Sya’ban, sepuluh pertama pada bulan Dzulhijjah, tiga hari pada setiap bulan (ayyamul bidl), shaum satu hari dan berbuka satu hari (shaum Daud), senin dan kamis.

1.3 Rahasia Shaum
1.3.1 Aspek Ruhiyyah


•Shaum dapat meningkatkan derajat ketakwaan.
Ketika seorang hamba menjalankan ibadah shaum, maka ia akan berupaya dengan optimal dan maksimal untuk selalu memperbanyak aktivitas ketaatan kepada Allah SWT dan selalu menghindarkan diri dari segala bentuk kemaksiatan, dan ketika seseorang sudah sanggup melakukan hal-hal yang demikian itu, berarti ia sudah bisa mengaplikasikan hakikat daripada ketakwaan kepada Allah Azza Wa Jalla. Allah SWT berfirman,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ.
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (QS. Al-baqarah (2) :183)

•Shaum dapat mengendalikan hawa nafsu.
Rasulullah SAW bersabda,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.
Wahai para pemuda! Barangsiapa telah mampu untuk menikah, maka hendaklah ia menikah; karena sesungguhnya hal itu lebih dapat menjaga pandangan mata dan menjaga farji (kehormatan). Dan barangsiapa yang belum memiliki kemampuan untuk menikah, maka hendaknya ia melakukan shaum; Karena sesungguhnya shaum itu adalah perisai.(HR. Bukhari, Muslim, An-Nasaai` dan yang lainnya).

•Shaum dapat melahirkan sikap khauf (takut) dan hayaa` (malu) :
Yang dimaksud dengan khauf (takut) di sini adalah, takut akan adzab Allah SWT yang sangat pedih, apabila meninggalkan kewajiban shaum. Sedangkan yang dimaksud dengan malu (al-hayaa`) adalah malu karena Allah SWT seandainya tidak menjalankan kewajiban (ibadah) dengan maksimal.

•Shaum dapat melahirkan sikap disiplin tingkat tinggi.
Ibadah shaum disyari’atkan Allah SWTmulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Maka barangsiapa yang menjalankan ibadah shaum hendaknya mengikuti aturan tersebut, Allah SWT berfirman,
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى الَّيْلِ.
Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.(QS. Al-Baqarah (2) : 187)
Firman Allah di atas menegaskan kepada orang-orang yang menjalankan shaum, bahwasanya mereka harus berpegang teguh dengan ketetapan waktu shaum yang sudah digariskan Allah dan Rasul-Nya, sehingga apabila dilanggar, maka akan berdampak pada batalnya shaum, bahkan dapat mengundang murka Allah SWT.

1.3.2 Aspek Sosial
Setiap orang yang melaksanakan shaum, pasti semuanya akan merasakan lapar dan dahaga, tanpa terkecuali, orang kaya pun dapat merasakannya, sehingga ia bisa merasakan apa-apa yang di alami oleh orang-orang miskin, dari rasa lapar dan dahaga. Dengan demikian, akan timbul dalam jiwanya perasaan kasih sayang terhadap si miskin, untuk dapat memberikan bantuan dari sebagian harta yang dimilikinya.

Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW menjelaskan, bahwa peduli terhadap sesama manusia adalah hal yang mutlak harus dimiliki oleh oleh setiap umat Rasulullah SAW yang mengaku beriman, sehingga keimanan seseorang tidak dianggap sempurna tanpa dibarengi sikap peduli terhadap sesamanya.

عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ.
Dari Anas, dari Nabi SAW, beliau telah bersabda,”Tidaklah sempurna keimanan seseorang di antara kalian, sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.(HR. Bukhari)

Dan pada suatu kesempatan, baginda Rasul SAW memperingatkan, bahwa orang yang tidur dengan nyenyak, karena kekenyangan, sementara tetangganya merintih-rintih karena lapar, sungguh orang tersebut tidak akan masuk surga.

1.3.3 Aspek Kesehatan
Makan dan minum dengan tidak berlebihan telah diperintahkan Allah dan Rasul-Nya, yang kemudian diaplikasikan dalam salah satu syari’at, yaitu ibadah shaum, sehingga wajar apabila shaum sangat membantu seseorang dalam memelihara atau menjaga kesehatannya; mengingat di dalamnya setiap orang secara tidak langsung memberikan kesempatan istirahat kepada perutnya.

Allah SWT berfirman,
يَابَنِي ءَادَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلاَتُسْرِفُوا إِنَّهُ لاَيُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ.
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. Al-A’raf (7):31)

Dan Rasulullah SAW bersabda,
مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ.
Tiada bejana yang dipenuhi oleh anak Adam yang lebih buruk daripada perutnya.(HR.Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad, dari Miqdam bin Ma’di)

Menurut para pakar kesehatan, bahwa manusia tidak boleh makan secara berlebihan, sebab hal yang demikian itu dapat menimbulkan penyakit yang sukar disembuhkan. Syekh Ali Ahmad Al-Jarjawi dalam kitabnya menutip perkataan salah seorang pakar kesehatan Arab, Al-Harts Ibnu Kildah, ia mengatakan,
َالْمَعِدَةُ بَيْتُ الدَّاءِ وَاْلحِمْيَةُ رَأْسُ الدَّوَاءِ وَأَعْطِ كُلَّ بَدَنٍ مَاعَوَّدْتَهُ .
Perut itu adalah tempatnya penyakit, dan pemeliharaannya adalah obat yang utama, maka berikanlah kepada badan apa-apa yang telah Anda biasakan.

1.4 Syarat-Syarat Batin dalam Shaum
Agar shaum yang dilakukan oleh seorang hamba itu bernilai disisi Allah SWT, maka harus dibarengi dengan mengikutkan batin dalam shaum tersebut. Agar batin itu selalu terpelihara dalam keadaan shaum, maka ada beberapa syarat yang harus dilakukan, yaitu:

•Menjaga pandangan dari hal-hal yang dilarang dan dari hal-hal yang dapat memalingkan hati dari berdzikir kepada Allah SWT. Nabi SAW bersabda:
النَّظْرُ سَهْمٌ مَسْمُوْمٌ مِنْ سِهَامِ إِبْلِيْسَ لَعَنَهُ اللهُ فَمَنْ تَرَكَهَا خَوْفًا مِنَ اللهِ تَعَالَى أَتَاهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِيْمَانًا يَجِدُ حَلاَوَتَهُ فِيْ قَلْبِهِ.
”Pandangan itu adalah panah beracun dari panah-panah iblis yang dilaknat Allah SWT, maka barangsiapa yang meninggalkannya karena takut akan ’adzab Allah SWT, maka Allah akan menambahkan keimanan dalam hatinya dan orang tersebut akan dapat merasakan manisnya iman”.(HR Hakim).

•Menjaga lisan dari perkataan yang sia-sia, dusta, ghibah, mengadu domba dan berbantah-bantahan. Kemudian lisannya hanya digunakan untuk berdzikir kepada Allah SWT dan membaca Al-Quran, inilah yang disebut dengan shaum lisan. Nabi SAW bersabda:
الصِّيَامُ جُنَّةٌ إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ صَائِمًا فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ فَإِنْ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ إِنِّي صَائِمٌ.
” Sesungguhnya shaum itu adalah prisai, maka apabila salah seorang diantara kamu sekalian berpuasa, hendaknya ia tidak berkata dan berbuat yang sia-sia, dan apabila ada seseorang yang mengajak bertengkar atau mencacinya hendaknya ia mengatakan dengan lisannya, ” sesungguhnya aku adalah orang yang sedang berpuasa” (HR Bukhari Muslim)

•Menjaga pendengaran dari hal-hal yang dilarang, karena segala sesuatu yang dilarang untuk diucapkan, maka dilarang pula untuk didengarkan, oleh karenanya Allah SWT menyamakan antara orang yang mendengarkan perkataan atau berita bohong dengan orang yang memakan harta haram.

Allah SWT berfirman:
سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ فَإِن جَآءُوكَ فَاحْكُم بَيْنَهُمْ أَوْ أَعْرِضْ عَنْهُمْ وَإِن تُعْرِضْ عَنْهُمْ فَلَن يَضُرُّوكَ شَيْئًا وَإِنْ حَكَمْتَ فَاحْكُم بَيْنَهُم بِالْقِسْطِ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ.
Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta keputusan), maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka, jika kamu berpaling dari mereka maka mereka tidak akan memberi Mudharat kepadamu sedikitpun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil. (QS. Al-Maidah (5) :42)

•Menjaga anggota badan yang lainnya dari hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT, dan menjaga perut dari makanan yang diharamkan dan masih syubhat ketika berbuka shaum.

•Menyederhanakan makan (tidak terlalu banyak) ketika berbuka, sehingga tidak terasa berat untuk melaksanakan ibadah setelahnya berbuka walaupun makanan itu secara hukum dihalalkan.

•Setelah berbuka hendaknya hati orang yang shaum selalu merasa risau karena sesungguhnya ia tidak tahu apakah shaumnya itu diterima sehingga ia layak mendapatkan kebahagiaan ataukah shaumnya itu ditolak oleh Allah SWT sehingga ia termasuk dari golongan hamba yang dimurkai Allah SWT. Dengan demikian diharapkan ia akan selalu beristighfar untuk kekurangan yang ada, dan selalu berdo’a dengan khusyu’ agar shaumnya diterima dan itu termasuk bagian dari ibadah.

1.5 Kisah Teladan Seputar Shaum
Ketika Ramadhan akan tiba, dikalangan masyarakat Mesir akan terlihat tenda-tenda yang sudah siap dipasang, terlebih di mesjid-mesjid besar, pemandangan seperti itu bukanlah untuk mengadakan sebuah pesta pora atau peringatan hari besar Islam, melainkan mereka sengaja memasang tenda-tenda tersebut untuk membuat dapur umum yang siap menjamu orang-orang yang shaum di saat mereka akan berbuka shaum.
Pemandangan seperti itu, bukanlah satu atau dua hari saja, melainkan selama satu bulan Ramadhan dan bukan saja di mesjid-mesjid, akan tetapi tidak jarang di rumah-rumah penduduk pun secara pribadi mereka membuat dapur umum sendiri.
Apabila diukur dengan hawa nafsu, sangat boleh jadi pemandangan yang seperti itu, sulit untuk didapatkan, akan tetapi ketika diukurnya dengan keimanan, maka siapapun tentunya akan berlomba untuk melakukannya.

Keimanan itulah boleh jadi yang mendasari masyarakat Mesir dalam mendirikan tenda-tenda untuk dapur umum, karena mereka yakin dengan memberi buka kepada orang-orang yang shaum, mereka akan memperoleh pahala yang berlipat ganda, sebagaimana sabda Nabi SAW,”Barangsiapa yang memberi makanan berbuka kepada orang yang shaum, maka ia akan memperoleh pahala seperti pahala orang yang shaum tersebut tanpa dikurangi sedikitpun pahala daripadanya.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar