Kamis, 22 September 2011

Modul 11: Berbuat Baik Kepada Orang Tua (Birrul Walidain)

1.1 Pengertian Birrul Walidain
Ibu dan bapak adalah manusia yang paling dekat hubungannya dengan anaknya, karena mereka jadi asal jasmani dari anaknya, dan ditambah lagi dengan pengawasan dan pendirikan mereka terhadap anaknya. Pada umumnya kedua orang tua bersedia menyerahkan hidupnya untuk keselamatan anaknya.

Islam mengajarkan supaya anak mematuhi kedua orang tuanya, selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Sudah menjadi tugas sanga anak untuk berbuat baik kepada keduanya (birrul walidain) artinya, menunaikan hak orang tua, mentaati keduanya, melakukan hal-hal yang membuat mereka berdua senang dan menjauhi berbuat buruk terhadap mereka. Perintah berbuat baik kepada kedua orang tua ditempatkan dalam urutan langsung setelah perintah beribadah kepada Allah SWT dan mengesakan-Nya. Allah SWT berfirman,
وَاعْبُدُوا اللهَ وَلاَتُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا.
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak. (QS.An-Nisaa` : 4:36)
Dan firman-Nya,
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلآ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا.
Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. (QS.Al-Israa` (17) :23)
Dalam kedua ayat di atas, jelaslah bahwa kita diwajibkan beribadah kepada Allah SWT, juga kita supaya berbuat baik kepada kedua orang tua (ibu dan bapak).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ.
Dari Abu Hurairah r.a, ia telah berkata,”Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW, lalu ia bertanya,”Siapakah orang yang paling berhak kubaktikan diriku kepadanya?” Rasulullah SAW menjawab,”Ibumu.” Ia bertanya kembali,”Kemudian siapa lagi?” beliau menjawab,”Ibumu.” Ia bertanya lagi,”Kemudian siapa lagi?” Beliau menjawab,”Ayahmu.”(HR. Bukhari dan Muslim).

1.2 Bentuk-Bentuk Birrul Walidain
1.2.1 Bersikap Lemah Lembut kepada Keduanya

Allah SWT berfirman,
فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَتَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيمًا . وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ.
Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan". (QS.Al-Israa` (17) :23-24)
Abul Haddaj telah bercerita,”Aku berkata kepada Said Ibnul Musayyab,”Setiap ayat di dalam al-Qur’an yang menceritakan tentang memuliakan orang tua, telah aku fahami maksudnya, kecuali firman Allah,”.. dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” Apakah yang dimaksud dengan,”Perkataan yang mulia.” pada ayat itu?” Sa’id Ibnul Musayyab menjawab,”Bagaikan bicaranya hamba sahaya yang berbuat kekeliruan terhadap tuannya yang galak.”

1.2.2 Memberi Nafkah kepada Kedua Orang Tua
Dalil yang mewajibkan anak untuk memberikan nafkah kepada kedua orang tuanya adalah firman Allah SWT,
وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا.
Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.(QS. Lukman (31) : 15)
Dan firman-Nya,
وَوَصَّيْنَا اْلإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا.
Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapak-nya .. (QS. Al-Ankabut (29) : 8)
Kewajiban anak memberi nafkah kepada kedua orang tuanya terikat dengan syarat-syarat tertentu, yaitu : Pada saat kondisi ekonomi anak dalam keadaan mapan (mudah), sementara ekonomi orang tuanya dalam keadaan serba kekurangan atau tidak mempunyai harta yang cukup untuk nafkah mereka sendiri.

Yang dimaksud dengan mapan (mudah) adalah adanya kelebihan pada diri si anak setelah nafkah untuk dirinya sendiri dan anak istrinya selama satu hari satu malam, yang dengan kelebihan tersebut ia dapat memberi nafkah terhadap orang tuanya. Dan jika sang anak tidak mempunyai kelebihan, maka tidak wajib baginya untuk memberi nafkah kepada kedua orang tuanya, mengingat kondisi ekonomi yang sulit.

Syarat selanjutnya, adalah ketika kedua orang tuanya tidak mempunyai pekerjaan sama sekali, sebab pekerjaan itu kedudukannya disamakan dengan mempunyai harta benda. Dan jika mereka berdua tidak mempunyai pekerjaan, sedangkan kondisi fisik mereka memungkinkan untuk bekerja, maka di dalam membebankan mereka untuk bekerja, di kalangan Ulama ada dua pendapat. Menurut pendapat yang paling shahih, bahwa mereka dipaksa untuk bekerja mengingat kondisi mereka yang memungkinkan. Adapun menurut pendapat kedua, bahwa mereka tidak dipaksa untuk bekerja, sebab ada firman Allah SWT yang mengatakan,
وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا.
Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.(QS. Lukman (31) : 15)
Makna dari ayat tersebut adalah, bahwa memaksakan kedua orang tua untuk bekerja sekalipun mereka mampu, adalah suatu sikap yang bertentangan dengan citra mempergauli mereka dengan baik.

1.2.3 Meminta Izin kepada Kedua Orang Tua
Allah SWT berfirman,”
وَإِذَا بَلَغَ اْلأَطْفَالُ مِنكُمُ الْحُلُمَ فَلْيَسْتَأْذِنُوا كَمَا اسْتَئْذَنَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمْ ءَايَاتِهِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ.
Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur balig, maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin.Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya.Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. An-Nuur (24) :59)
Imam Bukhari mengetengahkan sebuah riwayat dari Syu’bah, dari Abu Ishaq yang menceritakan, ”Aku pernah mendengar Muslim Ibnu Nadzir mengatakan,”Ada seorang lelaki bertanya kepada Hudzaifah,”Apakah aku harus meminta izin terhadap ibuku sendiri? Hudzaifah menjawab,”Jika engkau tidak meminta izin terlebih dahulu, niscaya engkau akan melihat (hal-hal) yang tidak engkau sukai.”

1.2.4 Mendo’akan Kedua Orang Tua dan Memintakan Ampunan untuk Keduanya
Allah SWT berfirman,
وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا.
Dan ucapkanlah:"Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (QS.Al-Israa` (17) : 24)
Perintah yang terkandung di dalam makna ayat tersebut menunjukan wajib. Oleh karena itu, anak harus mendo’akan untuk kedua orang tuanya agar mereka diberi rahmat oleh Allah SWT.
عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ ، قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : « إِنَّ اْلعَبْدَ لَيَمُوْتُ وَالِدَاهُ أَوْ أَحَدُهُمَا ، وَإِنَّهُ لَهُمَا لَعَاقٌ ، فَلاَ يَزَالُ يَدْعُو لَهُمَا ، وَيَسْتَغْفِرُ لَهُمَا حَتَّى يَكْتُبَهُ اللهُ بَارًا »
Dari Anas bin Malik, ia telah berkata,”Rasulullah SAW bersabda,”Sesungguhnya seorang hamba yang kedua orang tuanya wafat atau salah seorang dari keduanya, padahal ia telah menyakitinya, akan tetapi ia terus-menerus mendo’akan mereka dan memohonkan ampunan untuk mereka, maka ia akan dicatat oleh Allah sebagai orang yang berbakti (kepada kedua orang tuanya).(HR. Baihaqi).

1.2.5 Menghubungkan Persahabatan
Rasulullah SAW bersabda,
إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ الْمَرْءِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ بَعْدَ أَنْ يُوَلِّيَ
Sesungguhnya kebaktian (terhadap orang tua) yang paling utama adalah hendaknya sang anak menghubungi teman-teman dekat ayahnya (sesudah ayahnya meninggal). (HR. Muslim dari Ibnu Umar)

1.3 Durhaka Kepada Orang Tua
• Durhaka kepada orang tua artinya tidak mentaatinya, menyepelekan hak-haknya, melakukan hal-hal yang tidak disukainya dan menyakitinya sekalipun hanya dengan perkataan ”ah” atau ”hus” atau memandangnya dengan pandangan sinis atau menyepelekan kedudukannya. Dalam al-Qur’an disebutkan larangan menyakiti atau durhaka kepada kedua orang tua, bahkan menyatakan uf (ah) atau cis pun dilarangnya.
Allah SWT berfirman,
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلآ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَتَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيمًا.
Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (QS. Al-Israa` (17) : 23)

• Menyakiti ke dua orang tua termasuk dosa besar
Di antara dosa yang paling besar adalah menyakiti kedua orang tua, dan dosanya berada pada tingkatan ke dua setelah dosa syirik kepada Allah SWT.
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْكَبَائِرِ قَالَ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَقَتْلُ النَّفْسِ وَشَهَادَةُ الزُّورِ.
Dari Anas r.a, ia berkata,”Nabi SAW pernah ditanya tentang dosa-dosa besar, beliau bersabda,”Menyekutukan Allah, menyakiti kedua orang tua, membunuh dan kesaksian palsu.”(HR. Bukhari)

- Menyakiti ke dua orang tua dapat mendatangkan murka Allah SWT :
وَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عُمَرَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-, عَنْ اَلنَّبِيِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ: رِضَا اَللَّهِ فِي رِضَا اَلْوَالِدَيْنِ, وَسَخَطُ اَللَّهِ فِي سَخَطِ اَلْوَالِدَيْنِ .
Dari Abdullah bin Amer, ia telah berkata,”Rasulullah SAW telah bersabda,”Keridlaan Allah berasal dari keridlaan kedua orang tua, dan kemurkaan Allah berasal dari murka kedua orang tua. (HR. Tirmidzi, dan disahkan oleh Ibnu Hibban dan Hakim)

1.4 Adzab Bagi Pelaku Durhaka kepada Kedua Orang Tua
• Kutukan bagi orang yang menyakiti ke dua orang tuanya
Pada suatu ketika pernah ada yang bertanya kepada Imam Ali Karramahullahu wajhahu,”Ceritakanlah kepada kami sesuatu yang dibisikkan Rasulullah SAW kepadamu.” Ali r.a menjawab,”Rasulullah SAW belum pernah merahasiakan sesuatu apapun terhadap diriku dan merahasiakannya kepada orang-orang banyak. Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,
لَعَنَ اللَّهُ مَنْ سَبَّ وَالِدَيْهِ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ غَيَّرَ تُخُومَ الْأَرْضِ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ آوَى مُحْدِثًا.
Semoga Allah melaknat orang yang mencaci kedua orang tuanya, semoga Allah melaknat orang yang merobah batasan tanah orang lain, semoga Allah melaknat orang yang memberi tempat ahli bid’ah.”(HR. Ahmad)

• Orang yang menyakiti kedua orang tuanya tidak akan mancium bau surga
Abdullah bin Amer bin ’Ash menceritakan bahwasannya Rasulullah SAW telah bersabda,
ثَلَاثَةٌ قَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ الْجَنَّةَ مُدْمِنُ الْخَمْرِ وَالْعَاقُّ وَالدَّيُّوثُ الَّذِي يُقِرُّ فِي أَهْلِهِ الْخَبَثَ.
Ada tiga macam orang diharamkan oleh Allah SWT masuk surga, yaitu : pecandu khamer, orang yang menyakiti kedua orang tua, dan germo yang menizinkan keluarganya melacur.(HR. Ahmad, Nasaai` dan Hakim)

Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda,
إِيَّاُكُمْ وَعَقُوْقَ اْلوَالِدَيْنِ فَإِنَّ اْلجَنَّةَ يُوْجَدُ رِيْحُهَا مِنْ مَسِيْرَةِ أَلْفِ عَامٍ وَلاَ يَجِدُ رِيْحَهَا عَاقٌٍ وَلاَ قَاطِعُ رَحمٍ.
Hindarilah oleh kalian perbuatan menyakiti kedua orang tua, sesungguhnya bau surga itu dapat tercium dari jarak perjalanan seribu tahun, dan tidak akan dapat menciumnya orang yang menyakiti kedua orang tuanya dan orang yang memutuskan silaturahmi.(HR. Ad-Dailami dari Ali r.a)


• Orang yang menyakiti kedua orang tuanya akan disegerakan siksaannya di dunia :
Rasulullah SAW bersabda,
كُلُّ الذُّنُوْبِ يَغْفِرُ اللهُ مِنْهَا مَا شَاءَ ، إِلاَّ عُقُوْقَ الوَالِدَيْنِ ، فَإِنَّهُ يُعِّجِلُ لِصَاحِبِهِ فِيْ الْحَيَاةِ قَبْلَ الْمَمَاتِ.
Setiap perbuatan dosa diampuni Allah SWT sekehendak-Nya hingga hari kiamat nanti, kecuali dosa menyakiti kedua orang tua, Dia akan menyegerakan siksaan-Nya terhadap pelakunya di dunia sebelum pelakunya mati.”(HR.Baihaqi, dari Abu Bakrah)
Dalam riwayat lain yang dibawakan oleh Imam Bukhari dalam kitab at-Tarikh, dan Imam Thabrani dalam kitab al-Kabir, bahwa Rasulullah SAW bersabda,
ِاثْنَانِ يُعَجِّلُهُمَا اللهُ فِى الدُّنْيَا البَغْىُ وعقوقُ الوَالِدَيْنِِ.
Ada dua macam perbuatan dosa yang disegerakan siksaannya di dunia oleh Allah SWT, yaitu :zina dan menyakiti kedua orang tua.

1.5 Keutamaan (Fadhilah) Birrul Walidain
Berdasarkan hadits yang diterima dari Ibnu Mas’ud, bahwa birrul walidain termasuk amal yang paling dicintai Allah SWT. Ibnu Mas’ud menuturkan,
سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ.
Aku bertanya kepada Rasulullah SAW,”Amal perbuatan apakah yang paling disukai Allah?. Dalam riwayat yang lainnya disebutkan,”Amal perbuatan apakah yang paling utama?. Rasulullah SAW menjawab,”Shalat pada waktunya.” Aku bertanya lagi,”Kemudian apa lagi?”Rasulullah SAW menjawab,”Berbaktilah kepada kedua orang tua.”(HR. Bukhari)
Dalam hadits yang lain disebutkan, bahwa berbakti kepada kedua orang tua dapat dijadikan sebagai penebus dosa-dosa besar. Ibnu Umar meriwayatkan, bahwa ada seorang laki-laki datang menghadap Nabi SAW, lalu bertanya,”Sesungguhnya aku telah melakukan suatu dosa besar, apakah ada taubat bagiku? Nabi SAW balik bertanya,”Apakah kamu mempunyai ibu? Dalam riwayat lain disebutkan,”Apakah kamu masih mempunyai kedua orang tua? Lelaki itu menjawab,”Yidak ada.” Nabi bertanya,”Apakah kamu mempunyai bibi (saudara perempuan ibu)? Ia menjawab,”Ya, punya.” Nabi SAW bersabda,”Berbaktilah kepadanya (sebagai penebus dosamu).”(HR. Ibnu Majah dan Ibnu Hiban)

1.6 Kisah Teladan Seputar Birrul Walidain
Saad bin Abi Waqas menceritakan kisah yang terjadi pada dirinya berkenaan dengan sebabturunnya surat Lukman ayat 15.
”Aku adalah seorang laki-laki yang berbakti kepada ibuku, sewaktu aku masuk agama Islam, ibuku berkata kepadaku : Wahai Saad! Apakah yang sedang kamu lakukan sekarang ini? Tinggalkanlah agama yang sekarang kamu peluk, atau aku tidak akan makan dan minum hingga mati, sehingga kamu kelak akan dicela dan dicaci karena perbuatanmu itu. Kemudian kamu akan dicap sebagai pembunuh ibumu sendiri.

Jawab Sa’ad,”Wahai ibu! Janganlah engkau melakukan hal itu; karena sesungguhnya aku tidak akan meninggalkan agamaku yang sekarang aku peluk, walau bagaimanapun juga. Kemudia aku biarkan ibuku dalam sehari semalam, sedangkan kondisi ibuku nampak sangat payah. Ketika aku melihat kondisi ibuku semacam itu, segara aku berkata kepadanya,”Wahai ibuku! Perlu engkau ketahui, bahwa, demi Allah jika engkau memiliki seratus nyawa, kemudian engkau keluarkan satu persatu, niscaya aku tidak akan meninggalkan agamaku ini. Apabila engkau suka, silahkan makan, dan apabila tidak suka maka janganlah engkau melakukannya.Tatkala ibuku melihat sikapku yang sungguh-sungguh, barulah ia mulai mau makan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar