tag:blogger.com,1999:blog-75478563590090804782024-03-14T13:54:03.508+07:00Renungan Hari IniHari ini aku telah merenungkan sesuatu..Informasi Masjidhttp://www.blogger.com/profile/07054991351118464618noreply@blogger.comBlogger124125tag:blogger.com,1999:blog-7547856359009080478.post-67258615124040196952011-10-03T09:53:00.003+07:002011-10-03T09:53:59.223+07:00Guncangkan !!GUNCANGKAN..!!<br /><br />Alkisah. Di sebuah desa kecil, terdapat seorang petani tua yang memiliki keledai yang sudah tua. Keledainya sudah sering sakit-sakitan.., dan cukup merepotkan petani itu. Petani ini ingin menghilangkan jejak keledainya, karena dijualpun sudah tidak laku karena sudah tua dan sakit-sakitan. Dia memutuskan untuk membunuh keledainya dengan cara dimasukkan kedalam sumur tua dekat rumahnya.<br /><br />Hari itu, dia membawa keledainya ke arah sumur tua dekat rumahnya.., dan keledainya itupun dimasukkan kedalam sumur itu. Dengan cara ini petani itu ingin mengubur keledainya, toh sudah tidak dapat digunakan lagi tenaganya. Setelah keledai itu dimasukkan kedalam sumur, petani itu mulai memasukkan tanah dan kotoran-kotoran sampah kedalam sumur itu.., tentu dengan dikubur hidup-hidup seperti itu keledainya akan mati, pikir petani.<br /><br />Malang nian nasib keledai tua itu.., setelah dia berada di dasar sumur tua yang kering.., dia mulai merasakan kesakitan yang sangat karena tanah dan kotoran yang menimpa tubuhnya mulai berjatuhan. Dia mengerang kesakitan..<br /><br />Pak tani terus menimpakan tanah dan kotoran kedalam sumur itu..., dia juga mendengar suara keledainya yang kesakitan di dalam sumur. Dia terus menimbun sumur itu dengan tanah dan kotoran..., suara-suara erangan keledai itu perlahan hilang.., dan petani itu menganggap bahwa keledainya mungkin sudah mati..<br /><br />Tapi yang terjadi kemudian sangatlah mengejutkan petani itu.., sumur tua sudah mulai penuh dengan tanah dan kotoran, tapi keledainya masih tetap hidup dan perlahan bergerak ke atas seiring dengan banyaknya tanah dan kotoran yang dimasukkan petani itu kedalam sumur.. <br /><br />Ternyata.., rasa sakit yang dirasakan keledai itu akhirnya dapat dia atasi sendiri..<br />Tanah dan kotoran yang menimpa punggung keledai itu dia guncangkan dan jatuh dari tubuhnya.., berulang kali dia lakukan itu dan berhasil menghilangkan beban yang menimpa punggungnya.., dan tanah serta kotoran yang dimasukkan oleh petani tadi kedalam sumur itupun dapat dia jadikan pijakan untuk terus melangkah ke atas, dan selamat dari kematian yang telah direncanakan petani..<br /><br />Dengan cara yang sama..., kita semua dapat keluar dari masalah yang kita hadapi dan menyelesaikan permasalahan itu dengan sedikit gerakan. GUNCANGKAN...!!<br /><br />Permasalahan hidup yang kita hadapi masing-masing mungkin berbeda.., tapi yakinlah... selalu ada solusi untuk menyelesaikannya.. GUNCANGKAN...!!Informasi Masjidhttp://www.blogger.com/profile/07054991351118464618noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7547856359009080478.post-76988010511196299822011-10-03T09:53:00.001+07:002011-10-03T09:53:51.505+07:00Guncangkan !!GUNCANGKAN..!!<br /><br />Alkisah. Di sebuah desa kecil, terdapat seorang petani tua yang memiliki keledai yang sudah tua. Keledainya sudah sering sakit-sakitan.., dan cukup merepotkan petani itu. Petani ini ingin menghilangkan jejak keledainya, karena dijualpun sudah tidak laku karena sudah tua dan sakit-sakitan. Dia memutuskan untuk membunuh keledainya dengan cara dimasukkan kedalam sumur tua dekat rumahnya.<br /><br />Hari itu, dia membawa keledainya ke arah sumur tua dekat rumahnya.., dan keledainya itupun dimasukkan kedalam sumur itu. Dengan cara ini petani itu ingin mengubur keledainya, toh sudah tidak dapat digunakan lagi tenaganya. Setelah keledai itu dimasukkan kedalam sumur, petani itu mulai memasukkan tanah dan kotoran-kotoran sampah kedalam sumur itu.., tentu dengan dikubur hidup-hidup seperti itu keledainya akan mati, pikir petani.<br /><br />Malang nian nasib keledai tua itu.., setelah dia berada di dasar sumur tua yang kering.., dia mulai merasakan kesakitan yang sangat karena tanah dan kotoran yang menimpa tubuhnya mulai berjatuhan. Dia mengerang kesakitan..<br /><br />Pak tani terus menimpakan tanah dan kotoran kedalam sumur itu..., dia juga mendengar suara keledainya yang kesakitan di dalam sumur. Dia terus menimbun sumur itu dengan tanah dan kotoran..., suara-suara erangan keledai itu perlahan hilang.., dan petani itu menganggap bahwa keledainya mungkin sudah mati..<br /><br />Tapi yang terjadi kemudian sangatlah mengejutkan petani itu.., sumur tua sudah mulai penuh dengan tanah dan kotoran, tapi keledainya masih tetap hidup dan perlahan bergerak ke atas seiring dengan banyaknya tanah dan kotoran yang dimasukkan petani itu kedalam sumur.. <br /><br />Ternyata.., rasa sakit yang dirasakan keledai itu akhirnya dapat dia atasi sendiri..<br />Tanah dan kotoran yang menimpa punggung keledai itu dia guncangkan dan jatuh dari tubuhnya.., berulang kali dia lakukan itu dan berhasil menghilangkan beban yang menimpa punggungnya.., dan tanah serta kotoran yang dimasukkan oleh petani tadi kedalam sumur itupun dapat dia jadikan pijakan untuk terus melangkah ke atas, dan selamat dari kematian yang telah direncanakan petani..<br /><br />Dengan cara yang sama..., kita semua dapat keluar dari masalah yang kita hadapi dan menyelesaikan permasalahan itu dengan sedikit gerakan. GUNCANGKAN...!!<br /><br />Permasalahan hidup yang kita hadapi masing-masing mungkin berbeda.., tapi yakinlah... selalu ada solusi untuk menyelesaikannya.. GUNCANGKAN...!!Informasi Masjidhttp://www.blogger.com/profile/07054991351118464618noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7547856359009080478.post-27572421545295951642011-10-03T09:52:00.001+07:002011-10-03T09:52:20.878+07:00Dialog FatihahDari Abu Hurairah ra, dia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw, bersabda: Allah Ta'ala berfirman: " Aku membagi shalat antara Aku dan hambaKu menjadi dua bagian, dan bagi hambaku apa yang ia minta, Dalam satu riwayat: Separuhnya untukKu dan separuhnya lagi untuk hambaKu. Jika seorang hamba mengucapkan:<br /><br />ALHAMDU LILLAAHI RABBIL 'AALAMIIN<br />Maka Allah menjawab: HambaKu telah memujiKu.<br /><br />Jika ia mengucapkan<br />ARRAHMAANIR RAHIIM<br />Maka Allah menjawab : Hambaku memujiKu<br /><br />Jika mengucapkan<br />MAALIKI YAUMIDDIIN<br />Maka Allah menjawab : HambaKu mengagungkan Aku<br /><br />Jika ia mengucapkan<br />IYYAKA NA'BUDU WA IYYAAKA NASHTA'IINU<br />Maka Allah menjawab : Inilah antara Aku dan hambaKu dan bagi hambaKu apa yang telah ia minta.<br /><br />Jika ia mengucapkan<br />IHDINASH SHIRAATHAL MUSTAQIIM, SHIRAATHAL LADZIINA AN'AMTA 'ALAIHIM GHAIRIL MAGHDHUUBI 'ALAIHIM WALADH DHAALLIIN<br />Maka Allah menjawab : Ini bagi hambaKu dan bagi hambaKu yang meminta."Informasi Masjidhttp://www.blogger.com/profile/07054991351118464618noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7547856359009080478.post-32893517927842904722011-10-03T09:50:00.000+07:002011-10-03T09:51:23.915+07:00Cerita Sepotong RotiAbu Burdah bin Musa Al-Asy'ari meriwayatkan, bahwa ketika menjelang wafatnya Abu Musa pernah berkata kepada puteranya: "Wahai anakku, ingatlah kamu akan cerita tentang seseorang yang mempunyai sepotong roti."<br /><br />Dahulu kala di sebuah tempat ibadah ada seorang lelaki yang sangat tekun beribadah kepada Allah. Ibadah yang dilakukannya itu selama lebih kurang tujuh puluh tahun. Tempat ibadahnya tidak pernah ditinggalkannya, kecuali pada hari-hari yang telah dia tentukan. Akan tetapi pada suatu hari, dia digoda oleh seorang wanita sehingga diapun tergoda dalam bujuk rayunya dan bergelimang di dalam dosa selama tujuh hari sebagaimana perkara yang dilakukan oleh pasangan suami-isteri. Setelah ia sadar, maka ia lalu bertaubat, sedangkan tempat ibadahnya itu ditinggalkannya, kemudian ia melangkahkan kakinya pergi mengembara sambil disertai dengan mengerjakan solat dan bersujud.<br /><br />Akhirnya dalam pengembaraannya itu ia sampai ke sebuah pondok yang di dalamnya sudah terdapat dua belas orang fakir miskin, sedangkan lelaki itu juga bermaksud untuk menumpang bermalam di sana, karena sudah sangat letih dari sebuah perjalanan yang sangat jauh, sehingga akhirnya dia tertidur bersama dengan lelaki fakir miskin dalam pondok itu. Rupanya di samping kedai tersebut hidup seorang pendeta yang ada setiap malamnya selalu mengirimkan beberapa buku roti kepada fakir miskin yang menginap di pondok itu dengan masing-masingnya mendapat sebuku roti.<br /><br />Pada waktu yang lain, datang pula orang lain yang membagi-bagikan roti kepada setiap fakir miskin yang berada di pondok tersebut, begitu juga dengan lelaki yang sedang bertaubat kepada Allah itu juga mendapat bahagian, karena disangka sebagai orang miskin. Rupanya salah seorang di antara orang miskin itu ada yang tidak mendapat bahagian dari orang yang membahagikan roti tersebut, sehingga kepada orang yang membahagikan roti itu ia berkata: "Mengapa kamu tidak memberikan roti itu kepadaku." Orang yang membagikan roti itu menjawab: "Kamu dapat melihat sendiri, roti yang aku bagikan semuanya telah habis, dan aku tidak membagikan kepada mereka lebih dari satu buku roti." Mendengar ungkapan dari orang yang membagikan roti tersebut, maka lelaki yang sedang bertaubat itu lalu mengambil roti yang telah diberikan kepadanya dan memberikannya kepada orang yang tidak mendapat bahagian tadi. Sedangkan keesokan harinya, orang yang bertaubat itu meninggal dunia.<br /><br />Di hadapan Allah, maka ditimbanglah amal ibadah yang pernah dilakukan oleh orang yang bertaubat itu selama lebih kurang tujuh puluh tahun dengan dosa yang dilakukannya selama tujuh malam. Ternyata hasil dari timbangan tersebut, amal ibadat yang dilakukan selama tujuh puluh tahun itu dikalahkan oleh kemaksiatan yang dilakukannya selama tujuh malam. Akan tetapi ketika dosa yang dilakukannya selama tujuh malam itu ditimbang dengan sebuku roti yang pernah diberikannya kepada fakir miskin yang sangat memerlukannya, ternyata amal sebuku roti tersebut dapat mengalahkan perbuatan dosanya selama tujuh malam itu. Kepada anaknya Abu Musa berkata: "Wahai anakku, ingatlah olehmu akan orang yang memiliki sebuku roti itu!"Informasi Masjidhttp://www.blogger.com/profile/07054991351118464618noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7547856359009080478.post-87918718449368253362011-10-03T09:47:00.000+07:002011-10-03T09:49:25.216+07:00Umar Bin Abdul Aziz dan Lilin NegaraSiapa yang tak kenal Umar bin Abdul Aziz. Sosok pemimpin adil, arif, lagi berilmu. Banyak kisah teladan yang beliau tinggalkan untuk para peniti kebenaran. Inilah kisah ringkasnya.<br /><br />Suatu hari datanglah seorang utusan dari salah satu daerah kepada beliau. Utusan itu sampai di depan pintu Umar bin Abdul Aziz dalam keadaan malam menjelang. Setelah mengetuk pintu seorang penjaga menyambutnya. Utusan itu pun mengatakan, ?Beritahu Amirul Mukminin bahwa yang datang adalah utusan gubernurnya.? Penjaga itu masuk untuk memberitahu Umar yang hampir saja berangkat tidur. Umar pun duduk dan berkata, ?Ijinkan dia masuk.?<br /><br />Utusan itu masuk, dan Umar memerintahkan untuk menyalakan lilin yang besar. Umar bertanya kepada utusan tersebut tentang keadaan penduduk kota, dan kaum muslimin di sana, bagaimana perilaku gubernur, bagaimana harga-harga, bagaimana dengan anak-anak, orang-orang muhajirin dan anshar, para ibnu sabil, orang-orang miskin. Apakah hak mereka sudah ditunaikan?Apakah ada yang mengadukan?<br />Utusan itu pun menyampaikan segala yang diketahuinya tentang kota kepada Umar bin Abdul aziz. Tak ada sesuatu pun yang disembunyikannya.<br /><br />Semua pertanyaan Umar dijawab lengkap oleh utusan itu. Ketika Semua pertanyaan Umar telah selesai dijawab semua, utusan itu balik bertanya kepada Umar.<br /><br />?Ya Amirul Mukminin, bagaimana keadaanmu, dirimu, dan badanmu? Bagaimana keluargamu, seluruh pegawai dan orang-orang yang menjadi tanggung jawabmu? Umar pun kemudian dengan serta merta meniup lilin tersebut dan berkata, ?Wahai pelayan, nyalakan lampunya!? Lalu dinyalakannlah sebuah lampu kecil yang hampir-hampir tidak bisa menerangi ruangan karena cahayanya yang teramat kecil.<br /><br />Umar melanjutkan perkataanya, ?Sekarang bertanyalah apa yang kamu inginkan." Utusan itu bertanya tentang keadaannya. Umar memberitahukan tentang keadaan dirinya, anak-anaknya, istri, dan keluarganya.<br /><br />Rupanya utusan itu sangat tertarik dengan perbuatan yang telah dilakukan oleh Umar, mematikan lilin. Dia bertanya, ?Ya Amirul Mukminin, aku melihatmu melakukan sesuatu yang belum pernah Anda lakukan." Umar menimpali, ?Apa itu??<br />"Engkau mematikan lilin ketika aku menanyakan tentang keadaanmu dan keluargamu.?<br /><br />Umar berkata, ?Wahai hamba Allah, lilin yang kumatikan itu adalah harta Allah, harta kaum muslimin. Ketika aku bertanya kepadamu tentang urusan mereka maka lilin itu dinyalakan demi kemaslahatan mereka. Begitu kamu memmebelokkan pembicaraan tentang keluarga dan keadaanku, maka aku pun mematikan lilin milik kaum muslimin."<br /><br />Subhanallah, benar-benar mengagumkan! Segitu besar kesungguhan Umar dalam menjaga harta kaum muslimin, berbeda dengan mayoritas penguasa yang kita saksikan. (Sirah Umar bin abdul Aziz, Ibnul hakam hal. 155-156)Informasi Masjidhttp://www.blogger.com/profile/07054991351118464618noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7547856359009080478.post-81480561181681490182011-09-24T08:49:00.002+07:002011-09-24T08:57:18.372+07:00Modul 13: Menjaga Lisan (Hifdzul Lisan)Sesungguhnya lisan itu bisa menjadi sumber hikmah, akan tetapi bisa juga menjadi sumber petaka bagi pemiliknya dan bagi orang lain, berapa banyak orang yang berubah menjadi lebih baik dikarenakan tutur kata seseorang yang mengandung hikmah dan taushiah, akan tetapi tidak jarang pula terjadinya perselisihan dan pertengkaran gara-gara perkataan lisan yang tidak terpelihara. Oleh karenanya menjaga dan memelihara lisan merupakan sebuah keharusan bagi umat Islam, sehingga setiap kata yang terlontar dari lisannya selalu membawa hikmah dan faidah, ketika lisan itu tidak dikendalikan, maka sangat besar kemungkinan untuk terjadinya fitnah, oleh karenanya Allah SWT berfirman dalam surat al-Israa` ayat 53 yang isinya menyuruh kita untuk senantiasa menggunakan lisan untuk mengatakan yang paling baik.<br /><br />وَقُل لِّعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنزَغُ بَيْنَهُمْ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلإِنسَانِ عَدُوًّا مُّبِينًا.<br />Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku:"hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia. (QS. Al-Israa` (17( : 53)<br /><br />Ketika seseorang hawatir terhadap perkataannya, maka lebih baik baginya untuk berdiam diri, Rasulullah SAW bersabda,<br />مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ.<br />Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka hendaklah ia berkata baik, atau kalau tidak bisa berkata baik, maka lebih baik baginya untuk berdiam diri”(HR. Bukhari Muslim)<br /><br />Dari sesuatu yang paling penting yang dituntut oleh Allah SWT dalam penggunaan lisan ini, hendaknya kita menggunakannya untuk menyeru manusia kepada yang baik, menyuruh mereka kepada yang ma’ruf dan mencegah mereka dari yang munkar. Atau menggunakannya dalam rangka mengishlahkan dua pihak yang bertikai dan saling berwasiat dengan kebaikan dan ketakwaan. Hal ini dapat dilihat dari firman Allah SWT:<br />وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةُُ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ.<br />Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung.(QS. Ali Imran (3) : 104)<br /><br />لاَخَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِّن نَجْوَاهُمْ إِلاَّ مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلاَحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَآءَ مَرْضَاتِ اللهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا.<br />Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar. (QS. An-Nisaa` (4) : 114)<br /><br />يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا تَنَاجَيْتُمْ فَلاَتَتَنَاجَوْا بِاْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَمَعْصِيَتِ الرَّسُولِ وَتَنَاجَوْا بِالْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ.<br />Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kamu membicarakan tentang membuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul.Dan bicarakanlah tentang membuat kebajikan dan taqwa.Dan bertaqwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamau akan dikembalikan.(QS. Al-Mujadilah (58) : 9)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.1 Hal-Hal yang Membahayakan Lisan <br />1.1.1 Membicarakan Sesuatu Yang Tidak Bermanfaat</span><br />Di antara ciri khas Muslim sejati adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat termasuk di dalamnya perkataan, seperti : berbohong, ghibah, mengadu domba, berbantah-bantahan dan lain sebagainya. Rasulullah SAW bersabda,<br />مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ.<br />Sebaik-baik Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna.(HR. Bukhari Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dan yang lainnya)<br /><br />Umar r.a berkata,”Janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak bermanfaat, jauhilah musuhmu dan hati-hatilah terhadap temanmu kecuali yang dapat dipercaya. Dan tidak ada teman yang dapat dipercaya kecuali yang takut kepada Allah, janganlah berteman dengan orang yang jahat, karena kamu akan terbawa, dan hendaklah meminta nasihat dalam urusanmu dari orang-orang yang takut kepada Allah SWT.<br /><br />Adapun batasan perkataan yang tidak bermanfaat adalah, perkataan yang apabila kamu tidak mengatakannya, maka kamu tidak akan berdosa, dan tidak akan menimbulkan bahaya, baik sekarang maupun dikemudian hari. <br /><br />Agar bisa menghindarkan diri dariperkataan yang tidak bermanfaat, hendaknya seseorang senantiasa mengingat, bahwa kematian selalu membuntutinya, dan bahwasannya ia akan mempertanggung-jawabkan setiap apa yang diucapkannya. Sesungguhnya nafas yang ia hembuskan tak ubahnya bagaikan modal bagi dirinya, dan lisan yang dimilikinya adalah sebagai alat untuk meraup pahala melalui parkataan yang baik. Dan apabila disia-siakan, niscaya akan menghantarkannya kepada kerugian yang nyata. <br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.1.2 Ucapan-Ucapan yang Berlebihan </span><br />Mengatakan sesuatu yang menjadi kepentingan seseorang, maka ia boleh untuk mengatakannya, akan tetapi dengan syarat tidak berlebih-lebihan, melainkan disampaikan dengan perkataan yang sesederhana mungkin, tanpa mengurangi kepentingan yang dimilikinya.<br /><br />Ibrahim At-Taimi mengatakan,”Apabila seorang Mukmin hendak berbicara, maka seyogyanya ia melihat terlebih dahulu apa yang akan dikatakannya. Apabila bermanfaat dan tidak berlebihan, maka katakanlah. Namun apabila tidak bermanfaat, maka hendaknya ia menahan lisannya”.<br /><br />Al-Hasan mengatakan,”Barangsiapa yang banyak bicara (berlebih-lebihan) ditakutkan akan banyak bohongnya. Barangsiapa yang banyak hartanya, ditakutkan banyak dosanya, dan barangsiapa yang jelek akhlaknya, berarti ia telah mengadzab dirinya.”<br />Pernyataan-pernyataan di atas, mengandung makna anjuran untuk selalu berhati-hati dalam menggunakan lisan, sehingga sebelum berbicara selalu dipertimbangkan terlebih dahulu manfaat dan madharatnya.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.1.3 Larut dalam Kebatilan</span><br />Larut dalam kebathilan, maksudnya adalah menggunakan lisan untuk perkataan-perkataan yang maksiat, seperti membicarakan keadaan perempuan, minum-minuman, nyanyian-nyanyian yang berbau syahwat dan lain sebagainya. Semuanya termasuk dalam katagori hal-hal yang diharamkan. Adapun perkataan yang berlebihan dan tidak mengandung kepentingan di dalamnya, meskipun tidak dikategorikan haram, namun sebaiknya tidak dilakukan.<br /><br />Nabi SAW bersabda,<br />إِنَّ أَعْظَمَ النَّاسِ خَطَايَا يَوْمَ اْلقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ خَوْضًا فِى البَاطِلِ.<br />Manusia yang paling besar kesalahannya di hari kiamat adalah mereka yang paling banyak larut dalam kebathilan.(HR. Thabrani, dari Qatadah secara Mursal).<br /><br />Terhadap makna tersebut, Allah SWT telah mengisyaratkan dalam firman-Nya yang terkait dengan ahli neraka, mereka berkata,<br />وَكُنَّا نَخُوضُ مَعَ الْخَآئِضِينَ.<br />Dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, (QS. Al-Muddatssir (74) : 45)<br /><br />Dan firman-Nya,<br />وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ ءَايَاتِ اللهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلاَ تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِّثْلُهُمْ إِنَّ اللهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا<br />Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam al-Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam jahannam, (QS. An-Nisaa` (4) :140)<br /><br />Salman berkata,”Manusia yang paling banyak dosanya pada hari kiamat adalah, mereka yang paling banyak berbicara dalam kemaksiatan kepada Allah.”<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.1.4 Bertengkar dan Berdebat</span><br />Pertengkaran dan perdebatan merupakan sesuatu yang dilarang oleh Rasulullah SAW, beliau bersabda,<br />لَا تُمَارِ أَخَاكَ وَلَا تُمَازِحْهُ وَلَا تَعِدْهُ مَوْعِدَةً فَتُخْلِفَهُ.<br />Janganlah kamu mendebat saudaramu, jangalah mempermainkannya, dan janganlah kamu membuat janji dengannya lalu kamu menyalahinya.(HR. Tirmidzi, dari Ibnu Abbas r.a)<br /><br />Dan sabdanya,<br />مَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَهُوَ مُحِقٌّ بُنِيَ لَهُ فِي وَسَطِهَا وَمَنْ حَسَّنَ خُلُقَةُ بُنِيَ لَهُ فِي أَعْلَاهَا.<br />Barangsiapa yang meninggalkan perdebatan, padahal ia dalam keadaan benar, maka kelak akan dibangunkan baginya rumah di surga yang tertinggi, dan barangsiapa yang meninggalkan perdebatan sedangkan ia dalam keadaan salah, maka kelak akan dibangunkan sebuah rumah dipelataran surga.(HR. Ibnu Majah, dari Anas bin Malik r.a)<br /><br />Adapun factor yang mendorong seseorang untuk melakukan perdebatan, biasanya adalah, mereka diri paling tinggi, dengan memperlihatkan ilmu dan kelebihannya serta menyerang orang lain dengan membongkar kekurangannya, keduanya adalah syahwat bathin yang kuat yang merusak jiwa. Dan untuk menghilangkannya tidak ada cara lain kecuali dengan menghilangkan sifat sombong atau takabbur.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.1.5 Bermusuh-musuhan </span><br />Bermusuh-musuhan merupakan perbuatan yang tercela, dan biasanya berawal dari perdebatan atau pertengkaran. <br /><br />Sikap bermusuhan, biasanya terlihat dari pembicaraan yang keras untuk mendapatkan keinginan yang dimaksudkan, sikap seperti itu sangat dibenci oleh Allah SWT, sebagaimana dalam firman-Nya<br />وَمِنَ النَّاسِ مَن يُعْجِبُكَ قَوْلُهُ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللهَ عَلَى مَافِي قَلْبِهِ وَهُوَ أَلَدُّ الْخِصَامِ.<br />Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras. (QS. Al-Baqarah (2) : 204)<br /><br />Rasulullah SAW bersabda,<br />إِنَّ أَبْغَضَ الرِّجَالِ إِلَى اللهِ، الأَلَدُّ الْخَصِمُ.<br />Sesungguhnya orang yang paling dibenci Allah SWT adalah orang yang memiliki permusuhan yang kuat.(HR. Bukhari)<br /><br />Ibnu Abbas r.a mengatakan,”Bahwa yang dimaksud dengan kalimat “aladuul khisham” adalah orang yang mendebatmu apabila kamu bicara dan mengkritikmu.”<br />Agar pembicaraan kita terhindar dari perdebatan yang akan menghantarkan kepada permusuhan, maka hendaknya lisan kita senantias dikendalikan untuk mengatakan kata-kata yang lembut dan baik, sejalan dengan perintah Allah SWT,<br />وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا.<br />Serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.(QS. Al-Baqarah (2) : 83)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.1.6 Memaksakan Perkataan Kepada Orang Lain</span><br />Sikap memaksakan perkataan kepada orang lain adalah sikap yang tidak terpuji; karena setiap orang punya kebebasan untuk menerima atau menolak perkataan seseorang. Rasulullah SAW bersabda,<br />إِنَّ أَبْغَضَكُمْ إِلَيَّ وَأَبْعَدَكُمْ مِنِّي فِي الْآخِرَةِ مَسَاوِيكُمْ أَخْلَاقًا الثَّرْثَارُونَ الْمُتَفَيْهِقُونَ الْمُتَشَدِّقُونَ.<br />Sesungguhnya orang yang paling aku benci di antara kalian dan paling jauh tempatnya dariku adalah orang yang memaksakan perkataannya kepada orang lain, berpura-pura mengetahui segala urusan dan berbicara sambil mebuka mulut lebar-lebar.(HR.Ahmad, dari Abu Tsa’labah Al-Khusyani)<br /><br />Oleh karenanya, setiap orang harus menyadari, bahwa berbicara itu merupakan hak setiap orang, akan tetapi ketika saling memaksakan dalam pembicaraan tersebut, maka hal yang demikian tidak lagi dipandang baik dalam etika berbicara.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.1.7 Berkata Keji, Kasar, Melaknat dan Memaki</span><br /> Berkata keji, kotor dan memaki merupakan tindakan yang tidak terpuji dan dimurkai Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda,<br />ِإيَّاكُمْ وَاْلفَحْشَ وَالتَّفَحُّشَ ، فَإِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُ اْلفَاحِشَ الْمُتَفَحِّشَ.<br />Jauhilah oleh kalian perbuatan keji dan tindakan keji yang berlebihan; karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berbuat keji .(HR. Hakim, dari Abu Hurairah r.a)<br /><br />إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيْسَ بِاللَّعَّانِ وَلَا الطَّعَّانِ وَلَا الْفَاحِشِ وَلَا الْبَذِيءِ.<br />Sesungguhnya seorang Mukmin itu tidak suka melaknat, mencela, berkata keji dan kotor. (HR. Ahmad)<br /><br />Jabir bin Samurah mengatakan,”Ketika aku duduk dekat Rasulullah di suatu majlis, dan ayahku berada dihadapanku, Rasulullah seraya bersabda,”Sesungguhnya perbuatan keji dan tindakan berlebihan di dalamnya bukan termasuk Islam, dan manusia yang paling baik, adalah mereka yang paling baik akhlaknya.<br /><br />Al-Ahnaf bin Qais mengatakan,”Maukah aku beritahukan kepada kalian penyakit yang paling membahayakan, yaitu perkataan yang menyakitkan dan akhlak yang buruk.”<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.1.8 Menyanyi dan Bersyair </span><br />Bernyanyi dan bersya’ir adalah jenis perkataan yang apabila isinya baik, maka akan menjadi baik, begitu juga sebaliknya, apabila kandungan dari kedunya jelek, maka akan jelek pula. Dengan demikian, nyanyian ataupun sya’ir yang diucapkan oleh seseorang akan mempengaruhi baik dan buruknya ucapan tersebut; karena sya’ir dan nyanyian pada dasarnya adalah ucapan-ucapan.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.1.9 Bercanda/Bersenda Gurau</span><br />Secara asal, bercanda atau bersenda gurau itu merupakan bagian dari perkataan yang tercela, kecuali dengan kadar yang wajar, maka hal itu menjadi tidak terlarang.<br />Adapun batasan senda gurau yang dikatagorokan tercela dan terlarang adalah sendau gurau yang berlebih-lebihan dan dilakukan secara terus-menerus, dikarenakan sikap seperti itu akan membuat pelakunya menjadi lalai terhadap tugas yang sesungguhnya sebagai hamba Allah SWT. Oleh karena itu, bisa jiga dikatakan, bahwa sendau gurau itu secara asal dibolehkan, kecuali ketika dilakukan secara berlebihan dan terus-menerus.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.1.10 Memperolok-Olok dan Mengejek</span><br />Memperolok-olokan atau mengejek maksudnya adalah, menghina orang lain dengan menyebut-nyebut atau mengisyaratkan kekurangannya sehingga yang mendengar dan melihatnya mentertawakan orang yang disebut atau diisyaratkan itu.<br /><br />Tindakan tersebut diharamkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya; dikarenakan dapat menjadikan orang-orang yang diperolok-olokan merasa sakit hati, padahal pada hakekatnya, belum tentu orang memperolok-olok itu lebih baik keadaannya daripada orang yang diperolok-oloknya<br /><br />Allah SAW berfirman,<br />يَاأّيُّهَا الّذِينَ ءَامَنُوا لاَيَسْخَرْ قَوْمُُ مِّن قَوْمٍ عَسَى أَن يَكُونُوا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلاَنِسَآءُُ مِّن نِّسَآءٍ عَسَى أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ.<br />Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan)dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan). (QS. Al-Hujurat (49) :11)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.1.11 Membeberkan Rahasia Orang Lain </span><br />Membeberkan sesuatu yang menjadi rahasia orang lain termasuk tindakan yang dilarang oleh agama; karena di dalamanya mengandung makna menyakiti terhadap sesama, yang mana hal ini sebisanya harus dihindarkan. Sehingga apapun yang kita dengar dari pembicaraan dari sesama kita, setelah selesai pembicaraan tersebut, maka itu semua akan menjadi amanah yang harus kita jaga dan pelihara. Rasulullah SAW bersabda,<br /><br />إِذَا حَدَّثَ الرَّجُلُ الْحَدِيثَ ثُمَّ الْتَفَتَ فَهِيَ أَمَانَةٌ.<br />Apabila seseorang berbicara, kemudian setelah selesai pembicaraannya, ia pergi, maka pembicaraannya itu akan menjadi amanah bagi siapa saja yang mendengarnya.(HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dari Jabir bin Abdillah r.a)<br />Al-Hasan berkata,”Sesungguhnya yang termasuk ke dalam katagori khianat adalah, membeberkan rahasia sesama.”<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.1.12 Janji Dusta </span><br />Sesungguhnya lisan itu terkadang lebih cepat untuk mengucapkan janji, padahal sesungguhnya diri orang yang mengucapkan janji tersebut belum siap untuk melaksanakannya, sehingga janji yang diucapkan oleh lisan menjadi janji yang palsu, tanpa ditepati, dan hal tersebut merupakan ciri dari orang munafik.<br /><br />عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ.<br />Dari Abu Hurairah, dari nabi SAW, beliau telah bersabda,”Ciri orang munafik itu ada tiga : Apabila ia bicara, maka ia berdusta, apabila berjanji, ia menyalahi, dan apabila dipercaya, ia berkhianat. (HR. Bukhari Muslim)<br /><br />Apabila seseorang hendak berjanji, maka ia harus bersungguh-sungguh untuk menepati janji tersebut; karena menepati janji merupakan ciri dari orang-orang yang beriman. Allah SWT berfirman,<br />يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ أُحِلَّتْ لَكُم بَهِيمَةُ اْلأَنْعَامِ إِلاَّ مَايُتْلَى عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّي الصَّيْدِ وَأَنتُمْ حُرُمٌ إِنَّ اللهَ يَحْكُمُ مَايُرِيدُ.<br />Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang-binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya. (QS. Al-Maidah (5) :1)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.1.13 Dusta dalam Berkata dan Bersumpah </span><br />Dusta merupakan perbuatan dosa dan aib. Bahkan merupakan temasuk dosa yang pelakunya tidak akan diajak bicara oleh Allah SWT pada hari kiamat dan tidak akan diperhatikan, melainkan mereka akan mendapatkan adzab yang sangat pedih.<br /><br />Rasulullah SAW bersabda,<br />Ada tiga golongan orang yang tidak akan diajak bicara dan tidak akan diperhatikan Allah SWT serta tidak akan disucikan, melainkan akan mendapatkan adzab yang pedih, mereka itulah orang yang tua yang berzina, penguasa yang dusta, dan orang miskin yang sombong.(HR. Muslim)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.1.14 Menggunjing (Ghibah)</span><br /><br />Menggunjing merupakan dosa yang sangat menjijikan, karena Allah SWT telah mencelanya, bahka orang yang melakukannya, disamakan dengan pemakan bangkai saudaranya. Allah SWT berfirman, <br />وَلاَيَغْتَب بَّعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ تَوَّابُُ رَّحِيمُُ.<br />Janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yaang lain.Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS.Al-Hujurat (49) :12)<br /><br />Dan Rasulullah SAW bersabda,<br />كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ<br />Setiap Muslim atas Muslim yang lainnya diharamkan, darahnya, hartanya dan kehormatannya.(HR. Muslim, dari Abu Hurairah r.a)<br /><br />Ghibah (menggunjing) artinya, menyebutkan aib saudaranya, dimana apabila saudaranya itu mengetahui, ia akan marah, baik menyebutkan aib atau kekurangan yang ada pada diri saudaranya atau keluarganya, perbuatannya atau akhlaknya, perkataannya, agamanya atau urusan dunianya, bahkan dalam urusan pakaiannya, tempat tinggal dan kendaraannya.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.1.15 Mengadu Domba (Namimah)</span><br />Mengadu domba termasuk kategori dosa besar, dan pelakunya tidak akan masuk surga. Rasulullah SAW bersabda,<br />لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نمَاَّمٌ.<br />Tidak akan masuk surga orang yang mengadu domba.(HR. Muttafaq ‘alaih)<br />Adapun batasan yang termasuk kedalam katagori mengadu domba adalah, menyampaikan perkataan orang lain kepada seseorang yang dibicarakannya.umpamanya, seseorang mengatakan kepada temannya,”Si fulan telah membicarakanmu seperti ini dan itu.” Tindakan seperti itu termasuk mengadu domba. <br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.1.16 Ucapan Orang Yang Berlidah Dua </span><br />Yang dimaksud dengan ucapan yang memiliki dua lisan adalah, ketika seseorang mengatakan dua ucapan yang berbeda kepada dua orang yang berbeda. Seperti kepada si A, ia mengatakan merah, akan tetapi kepada si B, ia mengatakan hitam, hal tersebut telah diisyaratkan dalam hadits Nabi SAW,<br />َتَجِدُونَ شَرَّ النَّاسِ ذَا الْوَجْهَيْنِ الَّذِي يَأْتِي هَؤُلَاءِ بِوَجْهٍ وَيَأْتِي هَؤُلَاءِ بِوَجْهٍ.<br />Kalian akan mendapatkan sejelek-jelek manusia, yaitu orang yang memiliki dua muka (dua lisan), yang datang kepada suatu kaum dengan satu pembicaraan, kemudian datang kepada kaum yang lain dengan pembicaraan yang berbeda.(HR. Bukhari Muslim, dariAbu Hurairah r.a)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.1.17 Memuji (Menyanjung) </span><br />Memuji atau menyanjung memiliki enam dampak bahaya. Lisan, empat di antaranya bagi yang memuji, dan dua bagi orang yang dipuji.<br />Adapun bahaya bagi orang yang memuji adalah :<br />•Terkadang ia memuji dengan berlebihan, sehingga tanpa disadari, kata-kata bohong terlontar dari mulutnya.<br />•Terkadang ia tanpa disadari berbuat riya; karena dengan memuji seseorang pada hakekatnya, ia telah memperlihatkan kecintaannya.<br />•Terkadang ia mengucapkan sesuatu yang tidak mungkin dilakukan.<br />•Terkadang ia telah membuat orang yang dipuji menjadi bahagia, padahal ia seorang yang zhalim dan fasik.<br /><br />Sedangkan dua bahaya yang akan diderita oleh orang yang dipuji adalah :<br />•Pujian itu terkadang memunculkan sifat takabbur dan ujub pada diri orang yang dipuji, dan keduanya itu akan mengakibatkan kehancuran bagi dirinya.<br />•Orang yang dipuji dengan kebaikan terkadang merasa bahagia yang mengakibatkan dirinya menjadi lalai dari kebaikan seakan telah merasa cukup dengan apa yang telah diperbuatnya. <br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.1.18 Kisah Teladan Seputar Menjaga Lisan </span><br />Pada suatu ketika, sorang raja membunuh pembantunya untuk membeli bagian yang terbaik dari domba, dengan harapan ia akan bisa memberikan jamuan yang terbaik bagi tamu yang diundangnya, kemudian pembantunya pergi ke pasar, dan yang ia beli dari domba yang pesan itu adalah lidahnya. Kemudia ia pun pulang dan dipasaknya lidah domba tersebut.<br />Setelah selesai dipasak, maka lidah domba tersebut dihidangkan kepada majikannya (sang raja). Maka sang raja pun merasa puas dengan apa yang dibeli oleh pembantunya (lidah domba). Keesokan harinya, sang raja menyuruh kembali pembantunya untuk membeli sesuatu yang terjelek dari domba, kemudian pembantunya pergi ke pasar, dan ia membeli bagian yang sama dari domba, yaitu lidahnya, lalu dibawanya pulang dan dimasaknya. <br />Setelah selesai dimasak, ia menghidangkan lidah domba tersebut kepada sang raja. Untuk kali ini sang raja merasa dihina oleh pembantunya; karena ternyata yang dibeli oleh pembantunya adalah lidah domba juga. Kemudian sang raja segera memanggil pembantunya dengan penuh rasa marah, setelah pembantu itu berada dihadapannya, sang raja menegurnya seraya berkata, ”Wahai ghulam! Apakah kamu bermaksud untuk mempermainkan aku? Pembantunya menjawab, ”Atas dasar apa Engkau mengambil kesimpulan seperti itu? Jawab sang raja, ”Ketika aku menyuruhmu untuk membeli bagian yang terbaik dari domba, yang kamu beli adalah lidahnya, dan ketika aku menyuruhmu untuk membeli bagian yang terjelek dari domba, ternyata kamu membeli lidahnya pula, bukankah ini artinya bahwa kamu hendak mempermainkan aku?<br />Pembantunya menjawab, ”Wahai tuanku! Ketahuilah bahwa lidah itu adalah sumbernya hikmah, akan tetapi lidah tersebut merupakan sumber pula untuk sebuah petaka. Apabila manusia menggunakannya dalam kebaikan, maka akan membawanya kepada kebaikan. Akan tetapi ketika digunakan dalam kejelekan, maka petakalah yang akan didapatkan oleh manusia.”<br />Setelah mendengarkan jawaban pembantunya, sang raja merasa bahwa, ternyata seorang pembantu yang dia anggap rendah kedudukannya memiliki kejernihan hari yang luar biasa.Informasi Masjidhttp://www.blogger.com/profile/07054991351118464618noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7547856359009080478.post-59754889420887365262011-09-24T08:28:00.006+07:002011-09-24T09:26:41.661+07:00Modul 12: Etika Hubungan Sesama Manusia (Hablun Minan Naas)<span style="font-weight:bold;">1.1 Pergaulan Sesama Manusia Secara Umum </span><br />Hubungan persaudaraan antara sesama manusia merupakan sesuatu yang sangat urgen dalam Islam . sedimikian pentingnya persaudaraan ini sehingga seorang Muslim tidak dianggap sempurna imannya jika belum mencintai saudaranya seperti ia mencintai saudaranya sendiri. Dengan demikian, ia berusaha untuk tidak menyakiti saudaranya dan menjaganya dari berbagai bentuk kemadharatan.<br /><br />Keluhuran akhlak di dalam Islam tidak hanya terbatas kepada sesama Muslim, tapi menfaat dari akhlak tersebut juga akan dirasakan oleh seluruh umat manusia. Karena itu, seluruh perangai buruk diharamkan bagi setiap manusia.<br /><br />Islam menganjurkan agar kita bersikap baik terhadap saudara sesama Muslim, juga kita dianjurkan berbuat baik terhadap sesama manusia, baik itu Islam, Kristen, Yahudi, Hindu, Budha dan lain-lain. Mengenai tata cara bergaul dengan mereka itu, Allah SWT telah memberikan petunjuk atau tuntunan tentang kewajiban-kewajiban kita sebagai orang Islam.<br /><br />Dalam pergaulan yang menyangkut dengan kehidupan beragama, kita diwajibkan menghormati kepercayaan tanpa mempengaruhi keyakinan kita sendiri. Dalam hal ini sebagai Muslim kita harus mengambil sikap tegas dan jelas, sebagaimana tuntunan Allah SWT sebagai berikut,<br />قُلْ يَاأَيُّهَا الْكَافِرُونَ {1} لآَأَعْبُدُ مَاتَعْبُدُونَ {2} وَلآَأَنتُمْ عَابِدُونَ مَآأَعْبُدُ {3} وَلآَأَنَا عَابِدُُ مَّاعَبَدتُّمْ {4} وَلآَأَنتُمْ عَابِدُونَ مَآأَعْبُدُ {5} لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ {6}<br /> Katakanlah: "Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah . Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku".(QS. Al-Kafirun (109) : 1-6)<br /><br />Prinsip Islam seperti yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut di atas adalah perdamaian antara sesama manusia. sehubungan dengan hal kewajiban antara sesama manusia, Rasulullah SAW bersabda,<br />كُلُّ سُلَامَى مِنْ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيهِ الشَّمْسُ يَعْدِلُ بَيْنَ الِاثْنَيْنِ صَدَقَةٌ وَيُعِينُ الرَّجُلَ عَلَى دَابَّتِهِ فَيَحْمِلُ عَلَيْهَا أَوْ يَرْفَعُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ وَكُلُّ خُطْوَةٍ يَخْطُوهَا إِلَى الصَّلَاةِ صَدَقَةٌ وَيُمِيطُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ صَدَقَةٌ.<br /><br />Tiap-tiap persendian manusia ada kewajiban sedekah, dan tiap hari dimana matahari terbit, kalau berlaku adil diantara kedua orang yang bersengketa itu berarti sedekah, dan membantu seseorang naik keataskendaraan atau mengangkatkan barang (bekalnya) itu sedekah; dan kalimat yang baik itu sedekah; dan tiap langkah (berjalan) untuk melaksanakan shalat adalah sedekah; dan menghilangkan gangguan dari tengah jalan itu adalah sedekah. (HR. Muttafaqun ‘alaih, dari Abu Hurairah r.a)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.2 Hak-Hak Sesama Muslim </span><br />Terhadap sesama Muslim kita berkewajiban untuk menjaga pergaulan dengan penuh hormat-menghormati, tidak menyombongkan diri (takabbur), congkak dan lain sebagainya, akan tetapi kita diarahkan supaya senantiasa bersikap rendah hati, sopan-santun terhadap sesama Muslim atau terhadap orang-orang yang beriman. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT,<br /> وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِيَن .<br />Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman. (QS. Al-Hijr (15) : 88) <br />Rasulullah SAW bersabda,<br />الْمُسْلِمُونَ إِخْوَةٌ لا فَضْلَ لأَحَدٍ عَلَى أَحَدٍ إِلابِالتَّقْوَى.<br />Orang-orang Islam itu satu sama lain bersaudara, tiada lebih dari seorang atas seorang yang lainnya, kecuali karena ketakwaannya.(HR. Thabrani)<br /><br />Dalam hadits lain Rasulullah SAW menegaskan, bahwa sesama orang Mukmin adalah laksana satu tubuh, sebagaimana sabdanya,<br />مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى.<br />Perumpamaan orang-orang Mukmin dalam saling mencintai, saling menyayangi, saling mengasihi, bagaikan satu tubuh, apabila satu anggota tubuh menderita, maka menjalarlah penderitaan itu keseluruh badan hingga tidak dapat tidur dan badan panas.(HR. Muslim dan Ahmad, dari Nu’man bin Basyir)<br /><br />Rasulullah SAW dalam menjelaskan tentang kewajiban antara sesama Muslim amat mendetail, sehingga sampaidiuraikan secara rinci, sebagaimana tersebut dalam hadits berikut ini,<br />حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ قِيلَ مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ.<br />Hak seorang Muslim terhadap Muslim yang lainnya ada enam : apabila kamu berjumpa dengannya, maka berilah salam kepadanya. Apabila ia mengundangmu, maka penuhilah undangannya. Apabila ia meminta nasehat, maka berilah nasehat kepadanya. Apabila ia bersin lalu memuji Allah (membaca al-Hamdulillah), maka do’akanlah ia olehmu. Apabila ia sakit, maka tengoklah ia, dan apabila ia meninggal, maka iringkanlah jenazahnya.(HR. Muslim)<br /><br />Dalam hadits tersebut dijelaskan tentang kewajiban seorang Muslim terhadap Muslim yang lainnya, yang harus dilakukan guna membina kehidupan yang baik, damai dan sejahtera, serta diridlai Allah SWT. Kewajiban-kewajiban tersebut meliputi enam masalah, yaitu :<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.2.1 Mengucapkan Salam </span><br />Mengucapkan salam terhadap sesama Muslim hukumnya sunnah, tapi bagi yang diberi salam wajib hukumnya untuk menjawab salam tersebut. Dan yang menjawabnya disunnahkan untuk melebihkan dari salam yang diucapkan oleh pemberi salam. Atau sekurang-kurangnya sama dengan ucapa pemberi salam tersebut. Islam menganjurkan kepada kita agar senantiasa membiasakan untuk mengucapkan salam dimana dan kapan saja bertemu dengan sesama orang Islam, terutama apabila masuk bertamu ke rumah orang lain. <br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.3 Memenuhi Undangan</span><br />Orang yang merasa telah mengundang seseorang dalam sebuah acara atau waktu-waktu tertentu, pasti akan menunggu kehadiran kita di acara yang diselenggarakannya. Ia akan merasa puas dan bahagia apabila undangan tersebut dipenuhi. Dan ia akan merasa kecewa dan mungkin tersinggung apabila orang-orang yang diundangnya tidak hadir. Maka oleh karena itu, mendatangi undangan adalah wajib hukumnya.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.4 Memberikan Nasehat kepada Orang yang Memintanya </span><br />Memberikan nasehat kepada orang lain (sesama Muslim) sangat dianjurkan dalam ajaran Islam, baik diminta maupun tidak, apalagi ada teman sesama Muslim yang meminta nasehat, maka kita harus bersedia menasehati dengan nasehat yang sekiranya membawa kemanfaatan baginya, sehingga ia merasa puas dengan nasihat yang diberikan kepadanya.<br />Allah SWt berfirman,<br />وَالْعَصْرِ {1} إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ {2} إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ {3} <br />Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.(QS. Al-’Ashr (103) : 1-3)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.4.1 Mendoakan Seorang Muslim yang Bersin </span><br />Sebagai realisasi dan pernyataan bahwa orang-orang Mukmin satu sama lain adalah bersaudara, bahkan laksana anggota tubuh, maka kalau ada teman sesama Muslim yang bersin, dan ia mengucapkan,”Al-Hamdulillah.” maka hendaknya kita jawab,”Yarhamukallahu.” kemudian yang bersin mengucapkan,”Yahdikumullahu.”<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.4.2 Menengok Orang Islam Manakala Sakit </span><br />Apabila ada seorang Muslim yang sakit, maka hendaknya ia cepat dijenguk. Dan ketika menjenguknya ada beberapa hal yang harus diperhatikan : Jangan menakut-nakutinya dengan penyakit yang dideritanya, bawakanlah sesuatu (makanan atau obat-obatan) sekedar meringankan beban yang diderita oleh si sakit dan keluarganya, bersikap dengan sopan, menghiburnya dengan memberikan harapan bahwa penyakit yang dideritanya akan lekas sembuh, memberinya nasehat kesabaran dan tawakkal kepada Allah SWT dan mendoakannya agar penyakit yang menimpa kepadanya segera diberi kesembuhan oleh Allah SWT.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.4.3 Mengantarkan Jenazahnya</span><br />Apabila ada saudara kita sesama Muslim meninggal dunia, kita disunnahkan untuk turut serta mengurusi jenazahnya hingga mengantarkannya ke pemakaman. Dan ketika mengantarkan jenazah, hendaknya diperhatikan adab-adab sebagai berikut : tidak tertawa terbahak-bahak, tidak berteriak-teriak, menceritakan aibnya dan hendaknya kita mendoakannya, semoga amal kebaikannya diterima disisi Allah SWT dan segela kesalahannya diampuni oleh-Nya.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.5 Hak-Hak Kedua Orang Tua dan Anak </span><br />1.5.1 Hak-Hak Kedua Orang Tua <br />Allah dan Rasul-Nya memerintahkan kepada ana-anak manusia agar mereka senantiasa menunaikan hak-hak kedua orang tua mereka, baik ketika mereka masih hidup ataupun sesudah meninggal. Hendaknya mereka senantiasa berbakti kepada kedua orang tuanya; karena dengan demikian seorang anak akan mencapai kemuliaan dan kebaikan, baik dunia maupun akhirat. Namun sebaliknya barangsiapa yang menyia-nyiakan keduanya, maka Allah SWT dan Rasul-Nya mencelanya dengan keras.<br /><br />Sebagai orang tua berhak untuk mendapat penghargaan, perhatian sekaligus perlindungan dari anak-anaknya. Orang tua berhak untuk mendapatkan bantuan (nafkah) dari anak-anak mereka pada saat keduanya telah dimakan usia dan sudah tidak memiliki kemampuan lagi untuk mencari nafkah untuk keluarganya. Dan sebagai anak-anak yang shalih berkewajiban untuk senantiasa mendo’akan kedua orang tua mereka agar mendapatkan rahmat dan kemuliaan di sisi Allah SWT; karena keduanya yang jasa keduanya mereka dilahirkan ke dunia, Allah SWT berfirman,<br /> وَاعْبُدُوا اللهَ وَلاَتُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا.<br />Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak. (QS.An-Nisaa` : 4:36)<br /><br />Dan firman-Nya,<br />وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلآ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَتَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيمًا . وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا<br />Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (QS. Al-Israa` (17) : 23-24) <br />عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ.<br />Dari Abu Hurairah r.a, ia telah berkata,”Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW, lalu ia bertanya,”Siapakah orang yang paling berhak kubaktikan diriku kepadanya?” Rasulullah SAW menjawab,”Ibumu.” Ia bertanya kembali,”Kemudian siapa lagi?” beliau menjawab,”Ibumu.” Ia bertanya lagi,”Kemudian siapa lagi?” Beliau menjawab,”Ayahmu.”(HR. Bukhari dan Muslim).<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.5.2 Hak-Hak Anak </span><br />Ada beberapa kewajiban orang tua yang harus ditunaikan terhadap anak-anak mereka, yaitu :<br /><br /><span style="font-weight:bold;">a. Memberikan Nafkah </span><br />Dalil yang mewajibkan orang tua memberi nafkah kepada anaknya, atau cucunya, atau cicitnya, tanpa memandang laki-laki atau wanita adalah firman Allah SWT,<br />وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ.<br />Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf.. (QS. Al-Baqarah (2) : 233)<br />Dari makna ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa sang ayah diharuskan menanggung nafkah dan pakaian istri yang sedang menyusui anaknya, sekalipun sang istri telah dicerai olehnya.<br /><br />Dengan demikian, maka memberi nafkah secara langsung kepada anak, lebih diwajibkan lagi. Allah SWT berfirman,<br />فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَئَاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ.<br />Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya. (QS. Ath-Thalaq (65) : 6)<br />Apabila memberi imbalan (nafkah) kepada wanita yang sedang menyusui anaknya adalah suatu kewajiban, maka lebih wajib lagi memberi nafkah kepada anak sendiri.<br /><br />Dalam sebuah hadits dikisahkan, bahwa ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW, lalu berkata,”Aku sekarang mempunyai uang satu dinar, Rasulullah SAW bersabda,”Nafkahilah dirimu sendiri dari uang tersebut.” Lelaki itu berkata,”Aku mempunyai satu dinar yang lainnya.”Rasulullah SAW bersabda,”Jika demikian, nafkahkanlah untuk anakmu.”(HR. Baihaqi, dari Abu Hurairah r.a)<br /><br />Rasulullah SAW pernah bersabda kepada istri Abu Sufyan yang mengadu kepada beliau tentang perbuatan suaminya yang bersikap bakhil,<br />خُذِي مِنْ مَالِهِ بِالْمَعْرُوفِ مَا يَكْفِيكِ وَيَكْفِي بَنِيكِ.<br />”Ambilah olehmu secukupnya dari harta Abu Sufyan dengan cara yang baik untuk menafkahi dirimu dan anak-anakmu.”(HR. Muslim dan Ibnu Hibban, dari Siti Aisyah r.a)<br /><br />Hukum memberi nafkah kepada anak itu wajib, dengan syarat-syarat berikut :<br />•Kondisi ekonomi kedua orang tua dalam keadaan mudah, dan ketika mereka tidak mempunyai harta, maka mereka boleh dipaksa untuk bekerja agar menafkahi anaknya, dan ini merupakan pendapat yang paling shahih.<br /><br />•Hendaknya sang anak tidak memiliki harta benda dan pekerjaan, sehingga apabila si anak mepunyai harta atau mampu untuk bekerja, maka kedua orang tuanya tidak berkewajiban untuk memberi nafkah kepada keduanya; karena tidaknya alasan kebutuhan.<br />Memberi nafkah kepada Anak dan kerabat tidak ada standar yang tetap, akan tetapi disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing. Disamping nafkah ini, termasuk wajib pula memberinya pakaian dan tempat tinggal. Apabila semua pemberian orang tua itu telah menjadikan sang anak mampu memberikan jamuan atau berderma, maka nafkah tersebut sudah tidak wajib lagi bagi orang tuanya.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">b. Memelihara dan Memberikan Pendidikan yang Baik</span><br />Sehubungan dengan kewajiban orang tua untuk memberikan pendiidikan kepada anak-anaknya, Allah SWT berfirman,<br />يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلآئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادُُ لاَّيَعْصُونَ اللهَ مَآأَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَايُؤْمَرُونَ.<br />Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa ang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At-Tahrim (66) : 6)<br />Sahabat Ali Karramahullahu wajhah telah berkata,”Ajarilah mereka – keluargamu – dan didiklah mereka.<br /><br />Al-Hasan berkata,”Perintahkanlah mereka – anak-anakmu – untuk taat kepada Allah SWT, dan ajarilah mereka tentang kebaikan.”<br />Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, yang bersumber dari Amer bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda,”<br />مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ.<br />Perintahkanlah anak-anak kalian melakukan shalat sewaktu mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka karena meninggalkannya sewaktu mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka.”<br />Dalam hadits tersebut terkandung tiga pesan pendidikan, yaitu : Memerintahkan kepada anak-anak untuk shalat, memukul mereka jika meninggalkannya dan memisahkan tempat tidur mereka.<br /><br />Rasulullah SAW bersabda,<br />Sufyan Ats-Tsauri berkata,”Tiap orang dianjurkan untuk memberikan dorongan kepada anaknya agar sang anak menuntuk ilmu hadits; sebab sang ayah akan dimintai pertanggung-jawaban mengenai hal itu.<br /><br />Dalam hadits berikut ini terdapat perintah Rasulullah SAW yang ditujukan kepada orang tua, agar mereka berlaku adil terhadap anak-anak mereka, sehingga diharapkan dikemudin hari mereka dapat mengikuti apa yang dilakukan oleh orang tua mereka. Beliau bersabda,<br />اتَّقُوا اللَّهَ وَاعْدِلُوا فِي أَوْلَادِكُمْ.<br />Bertakwalah kalian kepada Allah dan berlaku adillah kepada anak-anak kalian.(HR. Muslim, dari Nu’man bin Basyir)<br /><br />Dikisahkan, pada suatu waktu ada seseorang yang menghibahkan harta kepada anak-anaknya dengan tidak adil, kemudian Rasulullah SAW diminta untuk menjadi saksinya, akan tetapi Rasulullah SAW enggan untuk melakukannya, beliau bersabda,”Persaksikanlah oleh orang selainku.” Beliau tidak menyetujui hal tersebut; karena yang demikian itu termasuk perbuatan yang keliru (tidak adil). Beliau bersabda,<br />فَلَا تُشْهِدْنِي إِذًا إِنِّي لَا أَشْهَدُ عَلَى جَوْرٍ إِنَّ لِبَنِيكَ عَلَيْكَ مِنْ الْحَقِّ أَنْ تَعْدِلَ بَيْنَهُمْ<br />Janganlah kamu menjadikan aku saksi dalam perbuatan aniaya. Sesuangguhnya kewajibanmu tarhadap anakmu adalah berlaku adil.(HR. Abu Daud dan Ahmad, dari Nu’man bin Baasyir)<br />Islam memandang, orang tua yang lalai dalam memberikan pelajaran atau pendidikan terhadap anak-anaknya tentang-hal-hal yang bermanfaat bagi mereka, kemudian ia membiarkannya begitu saja, berarti ia telah menjerumuskan anaknya. Pada dasarnya, kerusakan moral yang terjadi pada diri sang anak, disebabkan kesalaha dari pihak orang tua yang lalai dalam memberikan pendidikan kepadanya, disamping faktor lingkungan yang tidak baik.<br /><br />Tidak sedikit dikalangan orang tua yang tidak mendidik anak-anak mereka tentang kewajiban-kewajiban agama dan sunnah-sunnahnya, hingga mereka sama kecilnya asing dan tersia-sia dari pendidikan agama. Dan anak-anak yang mengalami nasib demikian, jika sudah tumbuh dewasa (besar), tidak bermanfaat bagi orang tua mereka, bahkan tidak bermanfaat pula bagi diri mereka sendiri.<br /><br />عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللهَ سَائِلٌ كُلَّ رَاعٍ عَمَّا اسْتَرْعَاهُ أَحَفِظَ أَمْ ضَيَّعَ.<br />Dari Anas, bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Sesungguhnya Allah akan menanyai setiap pemimpin tentang apa-apa yang dipimpinnya, apakah ia memeliharanya ataukah menyia-nyiakannya, sehingga seseorang akan ditanya tentang urusan keluarganya. (HR. Ibnu Hibban)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.6 Hak-Hak Kerabat dan Sanak Keluarga <br />1.6.1 Menyambungkan Silaturahim </span><br />Di awal surat An-Nisaa Allah SWT berfirman,<br />وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا.<br />Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. An-Nisaa (4) : 1)<br /><br />Pengertian arham mencakup semua kerabat, tanpa dibedakan antara muhrim dan yang bukan muhrim. Ayat tersebut di atas memerintahkan kepada kita agar menghubungkan silaturahmi, dan sekaligus melarang kita memutuskannya.<br /><br />Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, dari sahabat Abu Hurairah r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda,<br />مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ.<br />“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan percaya pada hari akhir, maka hendaknya ia memuliakan tamunya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan percaya pada hari akhir, maka hendaknya ia menghubungkan silaturahminya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan percaya pada hari akhir, maka hendaknya ia mengatakan yang baik-baik atau diam.”<br /><br />Dengan menghubungkan silaturahmi, maka manusia akan memperoleh dua keberkahan, yaitu : keberkahan rizki dan umur, sebagaimana dijelaskan dalam hadits berikut ini,<br />عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ.<br />Dari Ibnu Syihab, ia telah berkata,”Anas bin Malik telah memberitahukan kepadaku, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda,”Barangsiapa yang suka rijkinya dilapangkan dan umurnya dipanjangkan, maka hendaknya ia menghubungkan tali persaudaraan.” (HR. Bukhari Muslim)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.6.2 Memberikan Sedekah </span><br />عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَفْضَلَ الصَّدَقَةِ الصَّدَقَةُ عَلَى ذِي الرَّحِمِ الْكَاشِحِ.<br />Dari Abu Ayyub Al-Anshary, ia telah berkata,” Rasulullah SAW bersabda,”Sesungguhnya shadaqah yang paling utama adalah shadaqah yang diberikan kepada kerabat yang menyembunyikan rasa permusuhan.(HR. Ahmad)<br />Yang dimaksud dengan lafazh “Al-Kasyih” dalam hadits di atas adalah kerabat yang memendam rasa permusuhan terhadap dirimu. Maka shadaqah yang paling utama berdasarkan hadits tersebut adalah shadaqah yang diberikan kepada sahabat yang memendam rasa permusuhan. Makna hadits tersebut semakna dengan makna yang terkandung dalam hadits Rasulullah SAW berikut,<br />أَنْ تَصِلَ مَنْ قَطَعَكَ وَتُعْطِيَ مَنْ مَنَعَكَ وَتَصْفَحَ عَمَّنْ شَتَمَكَ.<br />Dan hendaknya kamu menyambung silaturahim dengan orang yang memutuskannya, memberi kepada orang yang enggan memberi, dan memaafkan orang yang mencacimu. (HR. Ahmad)<br />Adapun dampak memutuskan tali persaudaraan (silaturahim) adalah akan disegerakannya adzab oleh Allah SWT, tidak diterimanya amal dan terhalangnya seseorang untuk masuk surga. <br /><br />Sebagaimana ditegaskan dalam beberapa hadits berikut,<br />عَنْ أَبِي بَكْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ اللَّهُ تَعَالَى لِصَاحِبِهِ الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِثْلُ الْبَغْيِ وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ<br />Dari Abu Bakrah, ia telah berkata,”Rasulullah SAW bersabda,”Tiada suatu dosapun yang lebih layak untuk disegerakan siksaan terhadap pelakunya di dunia oleh Allah SWT, berikut siksaan yang akan dideritanya di akhirat kelak, selain dari zina dan memutuskan silaturahim.(HR. Abu Daud)<br /><br />عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْرَعُ الْخَيْرِ ثَوَابًا الْبِرُّ وَصِلَةُ الرَّحِمِ وَأَسْرَعُ الشَّرِّ عُقُوبَةً الْبَغْيُ وَقَطِيعَةُ الرَّحِمِ.<br />Dari Aisyah, Ummul Mukminin, ia telah berkata,”Rasulullah SAW bersabda,”Amal baik yang paling cepat pahalanya adalah berbuat baik kepada kedua orang tua dan menghubungkan silaturahim, adapun keburukan yang paling cepat siksaannya adalah perbuatan zina dan memutuskan silaturahim.(HR. Ibnu Majah dan Thabrani)<br /><br />عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ أَعْمَالَ بَنِي آدَمَ تُعْرَضُ كُلَّ خَمِيسٍ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ فَلَا يُقْبَلُ عَمَلُ قَاطِعِ رَحِمٍ.<br />Dari Abu Hurairah, ia telah berkata,”Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,”Sesungguhnya amal perbuatan keturunan Adam dibeberkan tiap hari kamis, malam Jum’at, maka tidalah diterima amal perbuatan orang yang memutuskan silaturahim.(HR. Ahmad)<br /><br />عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ . قَالَ ابْنُ أَبِي عُمَرَ قَالَ سُفْيَانُ يَعْنِي قَاطِعَ رَحِمٍ.<br />Dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im, dari ayahnya, ia telah berkata,”Rasulullah SAW berabda,”Tidak dapat masuk surga orang yang memutuskan. Sufyan menjelaskan, maksudnya adalah, orang yang memutuskan silaturahim.(HR. Muslim, Tirmidzi, Abu Daud dan Ahmad)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.6.3 Mengetahui Nasab Kerabat </span><br />Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda,<br />عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَعَلَّمُوا مِنْ أَنْسَابِكُمْ مَا تَصِلُونَ بِهِ أَرْحَامَكُمْ فَإِنَّ صِلَةَ الرَّحِمِ مَحَبَّةٌ فِي الْأَهْلِ مَثْرَاةٌ فِي الْمَالِ مَنْسَأَةٌ فِي الْأَثَرِ.<br />Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, beliau bersabda,”Pelajarilah nasab (silsilah) keturunan kalian, agar kalian dapat menghubungkan silaturahim, karena sesungguhnya silaturahim itu akan menanamkan rasa cinta dalam kekeluargaan, menambah banyak harta atau rizki dan memperpanjang umur. (HR.Tirmidzi dan Ahmad).<br /><br />Sahabat Umar berkata,”Pelajarilah nasabmu; niscaya kamu akan mengetahui asal keturunanmu melaluinya. Dan oleh sebab itu pula kamu akan tergerak untuk melakukan silaturahim.<br /><br />Dan ada pula yang mengatakan,”Bahwa seandainya mengetahui nasab itu bukan hanya untuk memperkuat diri dari ancaman musuh dan pertentangan antara sesama, maka niscaya mempelajarinya termasuk sikap yang paling tepat dan pahalanya lebih utama.”<br />Imam Ali pernah berwasiat,”Muliakanlah para kerabatmu, karena mereka adalah sayap yang dapat menerbangkanmu. Berkat mereka, kamu menjadi kuat dan berpengaruh, mereka bagaikan senjata dikala bahaya menerjang, oleh karenanya, muliakanlah orang-orang terhormat mereka, kunjungilah orang yang sakit di antara mereka, ajaklah mereka bersama-sama dalam segala kegiatan, dan tolonglah orang-orang miskin di antara mereka.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.7 Hak-Hak Tetangga </span><br />Ajaran Islam telah memberikan bimbingan dan petunjuk-petunjuk dasar tentang bagaimana membina hidup bertetangga dan menunaikan hak-hak ketetanggaan sesuai dengan nilai-nilai yang telah digariskan Allah SWT dan Rasul-Nya.<br />Allah SWT berfirman,<br />وَاعْبُدُوا اللهَ وَلاَتُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَامَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللهَ لاَيُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالاً فَخُورًا.<br />Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri. (QS. An-Nisaa` (4) : 36)<br /><br />Rasulullah SAW bersabda,<br />وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُحِبَّ لِجَارِهِ.<br />Tidaklah (sempurna) iman seorang hamba sehingga ia mencintai tetangganya. (HR. Muslim)<br /><br />Dan sabdanya,<br />لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ.<br />Tidak (sempurna) iman salah seorang di antara kalian sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.(HR. Bukhari)<br />Syekh Jalaluddin as-Suyuthi dalam kitabnya Jaami’ul Hadits mengutip sebuah hadits Rasulullah SAW yang menjelaskan tentang hak-hak ketetanggaan, yaitu :<br />•Jika tetangga meminta pertolongan, maka berilah dia pertolongan.<br />•Jika meminta bantuan, maka bantulah.<br />•Jika ia meminjam sesuatu, maka pinjamilah.<br />•Kalau dia miskin, maka santunilah.<br />•Kalau dia sakit, maka jenguklah.<br />•Kalau dia meninggal, maka turutlah mengantar jenazahnya (sampai ke kubur).<br />•Jika ia mendapat kebaikan (kenikmatan), maka berikanlah ucapan selamat.<br />•Janganlah membangun rumah lebih tinggi daripada rumahnya, sehingga dapat menghambat angin masuk ke dalamnya, kecuali dengan seizinnya.<br />•Janganlah menyakiti hatinya.<br />•Apabila kamu membeli buah-buahan, maka berikanlah sedikit kepada tetanggamu. Kalau tidak mungkin untuk dibagi, maka bawalah buah-buahan tersebut ke dalam rumah secara sembunyi-sembunyi, jangan sampai mereka melihat anakmu sedang makan buah-buahan itu.<br />•Janganlah menyinggung hatinya dengan bau masakanmu, kalau tidak mungkin membagi sedikit untuknya. Tahukah kamu hak-hak tetangga itu? Demi Allah yang diriku berada dalam genggaman-Nya, hanyalah orangorang yang dikaruniai Allah yang dapat menunaikan hak-hak tetangganya (HR. Umar bin Syuaib).<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.8 Kisah Teladan Seputar Hablum Minannas </span><br />Dikisahkan ada seorang sol sepatu, ia memiliki cita-cita yang sangat mulia, yaitu ingin melaksanakan ibadah haji. Untuk mewujudkan cita-citanya tersebut, ia selalu menyisihkan uang hasil dari usahanya itu, setiap hari ia mewajibkan dirinya untuk menabung.<br /><br />Bertahun-tahun ia menjalani profesi tersebut dengan tetap membawa cita-citanya itu, setelah hari berganti, minggu berlalu dan tahunpun bersambung, akhirnya dengan kesungguhan niat yang dimilikinya, dan usaha keras yang diakukannya, ia pun berhasil mengumpulkan sejumlah uang untuk bekal perjalanan cita-citanya itu.<br /><br />Ketika keesokan harinya ia mau berangkat haji, tiba-tiba datang tetangganya dengan membawa masalah, yaitu penyakit yang dideritanya. Untuk menyembuhkan penyakitnya itu, ia membutuhkan biaya yang banyak, dan ketika itu ia tidak memiki uang, sehingga dengan terpaksa ia datang ke tukang sol sepatu itu dengan harapan akan memperoleh pinjaman uang. <br /><br />Tekad yang kuat dan usaha yang sungguh-sungguh yang dilakukan oleh tukan sol sepatu, dan waktu yang tinggal satu malam lagi untuk menjalankan ibadah haji, sepertinya cukup untuk dijadikan alasan oleh tukang sol sepatu agat tidak tidak memberikan pinjaman uangnya, akan tetapi tukang sol sepatu itu ternyata memiliki jiwa sosial yang tinggi dan perhatian yang luar biasa terhadap sesamanya yang membutuhkan bantuan, hal tersebut terbukti, bahwa ia tidak berpikir dua kali untuk memberikan uang yang telah dikumpulkannya dengan susah payah kepada tetangganya itu, walaupun dengan resiko, bahwa ia tidak akan akan bisa mewujudkan cita-citanyaInformasi Masjidhttp://www.blogger.com/profile/07054991351118464618noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7547856359009080478.post-78332807607865331002011-09-22T14:09:00.002+07:002011-09-22T14:12:17.039+07:00Modul 11: Berbuat Baik Kepada Orang Tua (Birrul Walidain)<span style="font-weight:bold;">1.1 Pengertian Birrul Walidain </span><br />Ibu dan bapak adalah manusia yang paling dekat hubungannya dengan anaknya, karena mereka jadi asal jasmani dari anaknya, dan ditambah lagi dengan pengawasan dan pendirikan mereka terhadap anaknya. Pada umumnya kedua orang tua bersedia menyerahkan hidupnya untuk keselamatan anaknya.<br /><br />Islam mengajarkan supaya anak mematuhi kedua orang tuanya, selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Sudah menjadi tugas sanga anak untuk berbuat baik kepada keduanya (birrul walidain) artinya, menunaikan hak orang tua, mentaati keduanya, melakukan hal-hal yang membuat mereka berdua senang dan menjauhi berbuat buruk terhadap mereka. Perintah berbuat baik kepada kedua orang tua ditempatkan dalam urutan langsung setelah perintah beribadah kepada Allah SWT dan mengesakan-Nya. Allah SWT berfirman,<br />وَاعْبُدُوا اللهَ وَلاَتُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا.<br />Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak. (QS.An-Nisaa` : 4:36)<br />Dan firman-Nya,<br />وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلآ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا.<br />Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. (QS.Al-Israa` (17) :23)<br />Dalam kedua ayat di atas, jelaslah bahwa kita diwajibkan beribadah kepada Allah SWT, juga kita supaya berbuat baik kepada kedua orang tua (ibu dan bapak).<br />عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ.<br />Dari Abu Hurairah r.a, ia telah berkata,”Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW, lalu ia bertanya,”Siapakah orang yang paling berhak kubaktikan diriku kepadanya?” Rasulullah SAW menjawab,”Ibumu.” Ia bertanya kembali,”Kemudian siapa lagi?” beliau menjawab,”Ibumu.” Ia bertanya lagi,”Kemudian siapa lagi?” Beliau menjawab,”Ayahmu.”(HR. Bukhari dan Muslim).<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.2 Bentuk-Bentuk Birrul Walidain <br />1.2.1 Bersikap Lemah Lembut kepada Keduanya </span><br />Allah SWT berfirman,<br />فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَتَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيمًا . وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ.<br />Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan". (QS.Al-Israa` (17) :23-24)<br />Abul Haddaj telah bercerita,”Aku berkata kepada Said Ibnul Musayyab,”Setiap ayat di dalam al-Qur’an yang menceritakan tentang memuliakan orang tua, telah aku fahami maksudnya, kecuali firman Allah,”.. dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” Apakah yang dimaksud dengan,”Perkataan yang mulia.” pada ayat itu?” Sa’id Ibnul Musayyab menjawab,”Bagaikan bicaranya hamba sahaya yang berbuat kekeliruan terhadap tuannya yang galak.”<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.2.2 Memberi Nafkah kepada Kedua Orang Tua </span><br />Dalil yang mewajibkan anak untuk memberikan nafkah kepada kedua orang tuanya adalah firman Allah SWT,<br />وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا.<br />Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.(QS. Lukman (31) : 15)<br />Dan firman-Nya,<br />وَوَصَّيْنَا اْلإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا.<br />Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapak-nya .. (QS. Al-Ankabut (29) : 8)<br />Kewajiban anak memberi nafkah kepada kedua orang tuanya terikat dengan syarat-syarat tertentu, yaitu : Pada saat kondisi ekonomi anak dalam keadaan mapan (mudah), sementara ekonomi orang tuanya dalam keadaan serba kekurangan atau tidak mempunyai harta yang cukup untuk nafkah mereka sendiri. <br /><br />Yang dimaksud dengan mapan (mudah) adalah adanya kelebihan pada diri si anak setelah nafkah untuk dirinya sendiri dan anak istrinya selama satu hari satu malam, yang dengan kelebihan tersebut ia dapat memberi nafkah terhadap orang tuanya. Dan jika sang anak tidak mempunyai kelebihan, maka tidak wajib baginya untuk memberi nafkah kepada kedua orang tuanya, mengingat kondisi ekonomi yang sulit. <br /><br />Syarat selanjutnya, adalah ketika kedua orang tuanya tidak mempunyai pekerjaan sama sekali, sebab pekerjaan itu kedudukannya disamakan dengan mempunyai harta benda. Dan jika mereka berdua tidak mempunyai pekerjaan, sedangkan kondisi fisik mereka memungkinkan untuk bekerja, maka di dalam membebankan mereka untuk bekerja, di kalangan Ulama ada dua pendapat. Menurut pendapat yang paling shahih, bahwa mereka dipaksa untuk bekerja mengingat kondisi mereka yang memungkinkan. Adapun menurut pendapat kedua, bahwa mereka tidak dipaksa untuk bekerja, sebab ada firman Allah SWT yang mengatakan,<br />وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا.<br />Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.(QS. Lukman (31) : 15)<br />Makna dari ayat tersebut adalah, bahwa memaksakan kedua orang tua untuk bekerja sekalipun mereka mampu, adalah suatu sikap yang bertentangan dengan citra mempergauli mereka dengan baik.<br /> <br /><span style="font-weight:bold;">1.2.3 Meminta Izin kepada Kedua Orang Tua </span><br />Allah SWT berfirman,”<br />وَإِذَا بَلَغَ اْلأَطْفَالُ مِنكُمُ الْحُلُمَ فَلْيَسْتَأْذِنُوا كَمَا اسْتَئْذَنَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمْ ءَايَاتِهِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ.<br />Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur balig, maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin.Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya.Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. An-Nuur (24) :59)<br />Imam Bukhari mengetengahkan sebuah riwayat dari Syu’bah, dari Abu Ishaq yang menceritakan, ”Aku pernah mendengar Muslim Ibnu Nadzir mengatakan,”Ada seorang lelaki bertanya kepada Hudzaifah,”Apakah aku harus meminta izin terhadap ibuku sendiri? Hudzaifah menjawab,”Jika engkau tidak meminta izin terlebih dahulu, niscaya engkau akan melihat (hal-hal) yang tidak engkau sukai.”<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.2.4 Mendo’akan Kedua Orang Tua dan Memintakan Ampunan untuk Keduanya</span><br />Allah SWT berfirman,<br />وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا.<br />Dan ucapkanlah:"Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (QS.Al-Israa` (17) : 24)<br />Perintah yang terkandung di dalam makna ayat tersebut menunjukan wajib. Oleh karena itu, anak harus mendo’akan untuk kedua orang tuanya agar mereka diberi rahmat oleh Allah SWT. <br />عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ ، قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : « إِنَّ اْلعَبْدَ لَيَمُوْتُ وَالِدَاهُ أَوْ أَحَدُهُمَا ، وَإِنَّهُ لَهُمَا لَعَاقٌ ، فَلاَ يَزَالُ يَدْعُو لَهُمَا ، وَيَسْتَغْفِرُ لَهُمَا حَتَّى يَكْتُبَهُ اللهُ بَارًا »<br />Dari Anas bin Malik, ia telah berkata,”Rasulullah SAW bersabda,”Sesungguhnya seorang hamba yang kedua orang tuanya wafat atau salah seorang dari keduanya, padahal ia telah menyakitinya, akan tetapi ia terus-menerus mendo’akan mereka dan memohonkan ampunan untuk mereka, maka ia akan dicatat oleh Allah sebagai orang yang berbakti (kepada kedua orang tuanya).(HR. Baihaqi).<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.2.5 Menghubungkan Persahabatan</span><br />Rasulullah SAW bersabda,<br />إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ الْمَرْءِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ بَعْدَ أَنْ يُوَلِّيَ<br />Sesungguhnya kebaktian (terhadap orang tua) yang paling utama adalah hendaknya sang anak menghubungi teman-teman dekat ayahnya (sesudah ayahnya meninggal). (HR. Muslim dari Ibnu Umar)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.3 Durhaka Kepada Orang Tua </span><br />• Durhaka kepada orang tua artinya tidak mentaatinya, menyepelekan hak-haknya, melakukan hal-hal yang tidak disukainya dan menyakitinya sekalipun hanya dengan perkataan ”ah” atau ”hus” atau memandangnya dengan pandangan sinis atau menyepelekan kedudukannya. Dalam al-Qur’an disebutkan larangan menyakiti atau durhaka kepada kedua orang tua, bahkan menyatakan uf (ah) atau cis pun dilarangnya.<br />Allah SWT berfirman,<br />وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلآ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَتَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيمًا.<br />Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (QS. Al-Israa` (17) : 23)<br /><br />• Menyakiti ke dua orang tua termasuk dosa besar <br />Di antara dosa yang paling besar adalah menyakiti kedua orang tua, dan dosanya berada pada tingkatan ke dua setelah dosa syirik kepada Allah SWT.<br />عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْكَبَائِرِ قَالَ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَقَتْلُ النَّفْسِ وَشَهَادَةُ الزُّورِ.<br />Dari Anas r.a, ia berkata,”Nabi SAW pernah ditanya tentang dosa-dosa besar, beliau bersabda,”Menyekutukan Allah, menyakiti kedua orang tua, membunuh dan kesaksian palsu.”(HR. Bukhari)<br /><br />- Menyakiti ke dua orang tua dapat mendatangkan murka Allah SWT :<br />وَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عُمَرَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-, عَنْ اَلنَّبِيِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ: رِضَا اَللَّهِ فِي رِضَا اَلْوَالِدَيْنِ, وَسَخَطُ اَللَّهِ فِي سَخَطِ اَلْوَالِدَيْنِ .<br /> Dari Abdullah bin Amer, ia telah berkata,”Rasulullah SAW telah bersabda,”Keridlaan Allah berasal dari keridlaan kedua orang tua, dan kemurkaan Allah berasal dari murka kedua orang tua. (HR. Tirmidzi, dan disahkan oleh Ibnu Hibban dan Hakim)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.4 Adzab Bagi Pelaku Durhaka kepada Kedua Orang Tua </span><br />• Kutukan bagi orang yang menyakiti ke dua orang tuanya <br />Pada suatu ketika pernah ada yang bertanya kepada Imam Ali Karramahullahu wajhahu,”Ceritakanlah kepada kami sesuatu yang dibisikkan Rasulullah SAW kepadamu.” Ali r.a menjawab,”Rasulullah SAW belum pernah merahasiakan sesuatu apapun terhadap diriku dan merahasiakannya kepada orang-orang banyak. Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,<br />لَعَنَ اللَّهُ مَنْ سَبَّ وَالِدَيْهِ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ غَيَّرَ تُخُومَ الْأَرْضِ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ آوَى مُحْدِثًا.<br />Semoga Allah melaknat orang yang mencaci kedua orang tuanya, semoga Allah melaknat orang yang merobah batasan tanah orang lain, semoga Allah melaknat orang yang memberi tempat ahli bid’ah.”(HR. Ahmad) <br /><br />• Orang yang menyakiti kedua orang tuanya tidak akan mancium bau surga <br />Abdullah bin Amer bin ’Ash menceritakan bahwasannya Rasulullah SAW telah bersabda,<br />ثَلَاثَةٌ قَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ الْجَنَّةَ مُدْمِنُ الْخَمْرِ وَالْعَاقُّ وَالدَّيُّوثُ الَّذِي يُقِرُّ فِي أَهْلِهِ الْخَبَثَ.<br />Ada tiga macam orang diharamkan oleh Allah SWT masuk surga, yaitu : pecandu khamer, orang yang menyakiti kedua orang tua, dan germo yang menizinkan keluarganya melacur.(HR. Ahmad, Nasaai` dan Hakim)<br /><br />Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda,<br />إِيَّاُكُمْ وَعَقُوْقَ اْلوَالِدَيْنِ فَإِنَّ اْلجَنَّةَ يُوْجَدُ رِيْحُهَا مِنْ مَسِيْرَةِ أَلْفِ عَامٍ وَلاَ يَجِدُ رِيْحَهَا عَاقٌٍ وَلاَ قَاطِعُ رَحمٍ.<br />Hindarilah oleh kalian perbuatan menyakiti kedua orang tua, sesungguhnya bau surga itu dapat tercium dari jarak perjalanan seribu tahun, dan tidak akan dapat menciumnya orang yang menyakiti kedua orang tuanya dan orang yang memutuskan silaturahmi.(HR. Ad-Dailami dari Ali r.a)<br /><br /> <br />• Orang yang menyakiti kedua orang tuanya akan disegerakan siksaannya di dunia :<br />Rasulullah SAW bersabda,<br />كُلُّ الذُّنُوْبِ يَغْفِرُ اللهُ مِنْهَا مَا شَاءَ ، إِلاَّ عُقُوْقَ الوَالِدَيْنِ ، فَإِنَّهُ يُعِّجِلُ لِصَاحِبِهِ فِيْ الْحَيَاةِ قَبْلَ الْمَمَاتِ.<br />Setiap perbuatan dosa diampuni Allah SWT sekehendak-Nya hingga hari kiamat nanti, kecuali dosa menyakiti kedua orang tua, Dia akan menyegerakan siksaan-Nya terhadap pelakunya di dunia sebelum pelakunya mati.”(HR.Baihaqi, dari Abu Bakrah)<br />Dalam riwayat lain yang dibawakan oleh Imam Bukhari dalam kitab at-Tarikh, dan Imam Thabrani dalam kitab al-Kabir, bahwa Rasulullah SAW bersabda,<br />ِاثْنَانِ يُعَجِّلُهُمَا اللهُ فِى الدُّنْيَا البَغْىُ وعقوقُ الوَالِدَيْنِِ.<br /> Ada dua macam perbuatan dosa yang disegerakan siksaannya di dunia oleh Allah SWT, yaitu :zina dan menyakiti kedua orang tua. <br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.5 Keutamaan (Fadhilah) Birrul Walidain </span><br />Berdasarkan hadits yang diterima dari Ibnu Mas’ud, bahwa birrul walidain termasuk amal yang paling dicintai Allah SWT. Ibnu Mas’ud menuturkan,<br />سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ.<br />Aku bertanya kepada Rasulullah SAW,”Amal perbuatan apakah yang paling disukai Allah?. Dalam riwayat yang lainnya disebutkan,”Amal perbuatan apakah yang paling utama?. Rasulullah SAW menjawab,”Shalat pada waktunya.” Aku bertanya lagi,”Kemudian apa lagi?”Rasulullah SAW menjawab,”Berbaktilah kepada kedua orang tua.”(HR. Bukhari)<br />Dalam hadits yang lain disebutkan, bahwa berbakti kepada kedua orang tua dapat dijadikan sebagai penebus dosa-dosa besar. Ibnu Umar meriwayatkan, bahwa ada seorang laki-laki datang menghadap Nabi SAW, lalu bertanya,”Sesungguhnya aku telah melakukan suatu dosa besar, apakah ada taubat bagiku? Nabi SAW balik bertanya,”Apakah kamu mempunyai ibu? Dalam riwayat lain disebutkan,”Apakah kamu masih mempunyai kedua orang tua? Lelaki itu menjawab,”Yidak ada.” Nabi bertanya,”Apakah kamu mempunyai bibi (saudara perempuan ibu)? Ia menjawab,”Ya, punya.” Nabi SAW bersabda,”Berbaktilah kepadanya (sebagai penebus dosamu).”(HR. Ibnu Majah dan Ibnu Hiban) <br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.6 Kisah Teladan Seputar Birrul Walidain </span><br />Saad bin Abi Waqas menceritakan kisah yang terjadi pada dirinya berkenaan dengan sebabturunnya surat Lukman ayat 15. <br />”Aku adalah seorang laki-laki yang berbakti kepada ibuku, sewaktu aku masuk agama Islam, ibuku berkata kepadaku : Wahai Saad! Apakah yang sedang kamu lakukan sekarang ini? Tinggalkanlah agama yang sekarang kamu peluk, atau aku tidak akan makan dan minum hingga mati, sehingga kamu kelak akan dicela dan dicaci karena perbuatanmu itu. Kemudian kamu akan dicap sebagai pembunuh ibumu sendiri. <br /><br />Jawab Sa’ad,”Wahai ibu! Janganlah engkau melakukan hal itu; karena sesungguhnya aku tidak akan meninggalkan agamaku yang sekarang aku peluk, walau bagaimanapun juga. Kemudia aku biarkan ibuku dalam sehari semalam, sedangkan kondisi ibuku nampak sangat payah. Ketika aku melihat kondisi ibuku semacam itu, segara aku berkata kepadanya,”Wahai ibuku! Perlu engkau ketahui, bahwa, demi Allah jika engkau memiliki seratus nyawa, kemudian engkau keluarkan satu persatu, niscaya aku tidak akan meninggalkan agamaku ini. Apabila engkau suka, silahkan makan, dan apabila tidak suka maka janganlah engkau melakukannya.Tatkala ibuku melihat sikapku yang sungguh-sungguh, barulah ia mulai mau makan.Informasi Masjidhttp://www.blogger.com/profile/07054991351118464618noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7547856359009080478.post-83521454694573736292011-09-22T14:06:00.001+07:002011-09-22T14:08:27.445+07:00Modul 10: Haji dan Filosofinya<span style="font-weight:bold;">1.1 Pengertian Haji </span><br />Haji menurut bahasa adalah al-Qashdu, artinya bermaksud. Adapun menurut istilah adalah, bermaksud melakukan kunjungan ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah thawwaf, sa’i, wukuf di Arafah dan seluruh manasik haji dalam rangka menyambut perintah Allah SWT dan untuk mendapatkan keridlaan-Nya.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.2 Keutamaan Haji </span><br />Ada beberapa keutamaan haji yang dijadikan oleh Allah sebagai dorongan bagi umat Islam untuk melaksanakannya. <br />Di antara keutamaan tersebut adalah :<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1. Haji adalah Amal yang Paling Afdlal</span><br />عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ فَقَالَ إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ حَجٌّ مَبْرُورٌ.<br />Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata,”Rasulullah SAW ditanya,”Wahai Rasulullah! Amal apakah yang lebih utama? Rasulullah SAW bersabda,”Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian apa lagi wahai Rasulullah? Beliau menjawab,”Berjihad di jalan Allah.” kemudian apa lagi wahai Rasulullah? Beliau menjawab,”Haji yang mabrur.”(HR. Bukhari Muslim).<br /><br /><span style="font-weight:bold;">2. Haji adalah Perbuatan Jihad</span><br />عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ نَرَى الْجِهَادَ أَفْضَلَ الْعَمَلِ أَفَلَا نُجَاهِدُ قَالَ لَا لَكِنَّ أَفْضَلَ الْجِهَادِ حَجٌّ مَبْرُورٌ.<br />Dari Aisyah, Ummul Mukminin r.a, bahwa ia telah berkata,”Wahai Rasulullah! Kami melihat bahwa amal yang paling utama adalah berjihad, maka bolehkah kami berjihad? Rasulullah SAW menjawab,”Tidak, akan tetapi amal yang paling utama adalah haji yang mabrur.”(HR. Bukhari Muslim)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">3. Haji dapat Menghapus Dosa </span><br />عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ حَجَّ هَذَا الْبَيْتَ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَمَا وَلَدَتْهُ أُمُّهُ.<br />Dari Abu Hurairah r.a, ia telah berkata, ”Rasulullah SAW bersabda,”Barangsiapa yang melaksanakan haji, dengan tanpa melakukan hubungan badan dan tidak berbuat maksiat, maka ia akan kembali seperti hari di mana ia dilahirkan ibunya.” (HR. Bukhari Muslim)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">4. Jamaah Haji adalah Delegasi Allah </span><br />عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ الْحُجَّاجُ وَالْعُمَّارُ وَفْدُ اللَّهِ إِنْ دَعَوْهُ أَجَابَهُمْ وَإِنْ اسْتَغْفَرُوهُ غَفَرَ لَهُمْ.<br />Dari Abu Hurairah r.a, dari Rasulullah SAW, bahwa beliau telah bersabda,”Jemaah haji dan umrah adalah delegasi Allah, apabila mereka berdo’a, maka do’anya akan diijabah, dan apabila mereka memohon ampun, maka dosanya akan diampuni.”(HR. Nasaa`I dan Ibnu Majah).<br /><br /><span style="font-weight:bold;">5. Ibadah Haji Pahalanya adalah Surga </span><br />عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ.<br />Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata,”Rasulullah SAW telah bersabda,”Haji mabrur, tidak ada pahala baginya melainkan surga. (HR Ahmad).<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.3 Keutamaan Mengeluarkan Biaya Haji </span><br />Didalam sebuah hadist dijelaskan bahwa harta yang dikeluarkan untuk ibadah haji bagaikan harta yang dikeluarkan untuk jihad fisabilillah.<br />عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النَّفَقَةُ فِي الْحَجِّ كَالنَّفَقَةِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِسَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ.<br />Dari Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, ia telah berkata,”Rasulullah SAW bersabda,”Nafkah yang dikeluarkan dalam haji bagaikan harta yang dikeluarkan untuk jihad fi sabilillah, sebanding dengan tujuh ratus kali lipat.(HR. Ahmad)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.4 Menunaikan Ibadah Haji Wajibnya Hanya Satu Kali </span><br />Para ulama ahli fiqih besepakat bahwa kewajiban melaksanakan ibadah haji itu tidak berulang, melainkan cukup satu kali saja seumur hidup, kecuali apabila bernadzar untuk melaksanakan ibadah haji.<br />عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ الْحَجَّ فَحُجُّوا فَقَالَ رَجُلٌ أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَسَكَتَ حَتَّى قَالَهَا ثَلَاثًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ ثُمَّ قَالَ ذَرُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَدَعُوهُ.<br />Dari Abu Hurairah r.a, ia telah berkata,”Rasulullah SAW berkhutbah dihadapan kami, beliau bersabda,”Wahai manusia! Sesungguhnya Allah telah mewajibkan haji atas kalian, maka hendaklah kalian melakukan ibadah haji.” kemudian seseorang bertanya kepada Rasulullah,”Apakah setiap tahun wahai Rasulullah! beliau pun terdiam, sehingga orang itu mengulangi pertanyaan hingga tiga kali. Kemudia setelah itu beliau bersabda,” apabila aku katakan ya, niscaya akan menjadi wajib dan kalian tidak akan dapat melaksanakannya, kemudian Rosululloh SAW bersabda” ikutilah apa yang telah aku tinggalkan untuk kalian, karena sesungguhnya hal yang telah membinasakan umat sebelum kalian adalah, banyak bertanya dan menyalahi para nabinya, maka apabila aku menyuruh kalian dengan sesuatu, maka lakukanlah sesuai dengan kemampuan kalian, dan apabila aku telah melarang kalian dari sesuatu, maka tinggalkanlah. (HR. Muslim)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.5 Haji Wajib Dilaksanakan Baik Segera Ataupun Ditangguhkan </span><br />Imam Syafi’i, Stauri, Auza’ai dan Muhammad bin al-Hasan berpendapat bahwa ibadah haji diwajibkan dengan waktu pelaksanaan tidak harus segera, melainkan boleh dilaksanakan kapan saja, dan tidak berdosa walaupun mengakhirkannya, yang penting sebelum wafat ibadah haji tersebut sudah dilaksanakan. Karena Rasulullah SAW pun mengakhirkan pelaksanaan ibadah haji sampai tahun ke 10 H bersama istri-istrinya dan para sahabat, padahal kewajiban haji tersebut turun pada tahun ke 6 H, maka apabila kewajiban haji itu harus dilaksanakan dengan segera, tidak mungkin Rasulullah SAW mengakhirkanya.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.6 Etika Pelaksanaan Ibadah Haji </span><br />a. Dari mulai berangkat sampai ihram<br />• Memperbanyak taubat, memohon maaf kepada orang yang pernah didzalimi, menyelesaikan hutang dan mempersiapkan nafkah untuk keluarga yang ditinggal sampai kembali dari pelaksanaan ibadah haji.<br />• Mencari teman yang shaleh yang selalu membimbing dan mendukung untuk melakukan kebaikan, ketika lupa ia mengingatkannya dan ketika ingat maka ia menolongnya. <br />• Sebelum keluar dari rumah, melaksanakan sholat terlebih dahulu dua rakaat , dirakaat pertama membaca surat al-Kafirun dan rakaat kedua surat al-Ikhlas kemudian setelah selesai sholat membaca do’a bepergian.<br />• Ketika menaiki kendaraan membaca do’a untuk dikendaraan, dan ketiak turun dari kendaraan disunnahkan untuk tidak turun kecuali diwaktu siang.<br />b. Ketika ihram di miqat <br />• Sebelum mengenakan kain ihram, mandi terlebih dahulu, memotong kuku, merapihkan rambut dan mencukur kumis.<br />• Setelah mandi mengenakan kain ihram dan wangi-wangian.<br />• Bersabar untuk menunggu kendaraan, dan ketika kendaraan tiba maka berniatlah untuk melaksanakan haji, kemudian membacakan talbiah disepanjang perjalanan<br />c. Ketika memasuki Makkah sampai thawwaf. <br />• Menjaga syarat sah sholat dari mulai thoharoh, suci dari hadas besar dan kecil, bersih pakaian dan badan dari najis serta menutupi aurat.<br />• Selama thawwaf dari awal sampai akhir menjadikan ka’bah berada disebelah kiri.<br />• Sebelum memulai thawwaf membaca do’a terlebih dahulu.<br />• Setelah selesai thawwaf tujuh kali putaran, hendaknaya berdo’a di Multazam, kemudian sholat dua rakaat dibelakang maqam Ibrohim.<br />d. Ketika sa’i <br />Setelah selesai thawwaf, maka keluarlah dari pintu shofa yang kemudian akan sampai dibukit shofa, setelah sampaimaka naiklah kebukit shofa tersebut, kemudian mengucapkan takbir dan memulai sa’i sampai tujuh kali putaran.<br />e. Ketika wukuf<br />Selama berlangsungnya thawwaf dianjurkan untuk memperbanyak do’a kepada Allah SWT sampai thawwaf selesai. <br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.7 Adab-Adab Ibadah Haji </span><br />• Harta yang digunakan untuk ibadah haji adalah harta yang halal, kemudian selalu berupaya untuk menghindarkan diri dari kesibukan yang dapat memalingkan hati dari kekhusyuan ibadah haji, sehingga semangat yang ada hanyalah semangat untuk mendapatakan ridlo Allah SWT dan hatipun selalu tenang serta terkonsentrasikan untuk berdzikir dan mengagungkan syiar-syiar Allah SWT. <br />• Memperbanyak bekal untuk kehidupan akhirat dan selalu membersihkan diri dengan memperbanyak infak shadaqah tanpa berlebihan dan kikir, karena salahsatu ciri dari haji mabrur adalah perkataan yang lembut dan memperbanyak infak shadaqah. Nabi SAW bersabda: <br />الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ . قَالُوا يَا نَبِيَّ اللَّهِ مَا الْحَجُّ الْمَبْرُورُ قَالَ إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَإِفْشَاءُ السَّلَامِ.<br />” Tidak ada lagi pahala bagi haji mabrur kecuali surga.(HR. Ahmad, dari Abu Hurairah r.a) Para sahabat bertanya,”wahai Rasulullah! apa yang dimaksud dengan haji mabrur? Rasulullah SAW menjawab, haji mabrur adalah seseorang yang setelah melaksanakan hajinya ia selalu memberi makanan (rajin shadaqah) dan menebarkan salam.(HR Ahmad)<br />• Meninggalkan perkataan dan perbuatan yang sia-sia, menjauhkan diri dari kemaksiatan serta menghindarkan diri dari sikap berbantah-bantahan, oleh karenanya Rasulullah SAW telah menjadikan perkataan yang lembut sebagai salah satu ciri dari haji mabrur.<br />• Apabila memungkinkan untuk berjalan kaki, maka menjalankan ibadah haji dengan berjalan kaki lebih utama, akan tetapi apabila tidak memungkinkan, maka menggunakan kendaraan akan lebih utama.<br />• Berpenampilan sederhana, sehingga dengan demikian diharapkan orang yang melaksanakan ibadah haji dapat menyadari bahwa sifat sombong adalah sifat yang harus dihijauhkan dari kehidupan seorang muslim.<br />• Menyembelih hewan qurban walaupun bagi orang yang melaksanakan ibadah haji tidak wajib, dan hendaknya berupaya untuk mendapatakan domba yang gemuk dan mahal.<br />• Berupaya untuk selalu ikhlas dalam segala kebaikan yang dilakukan seperti ketika berinfak dan menyembelih hewan qurban , dan selalu berupaya untuk sabar serta ikhlas dalam menerima segala ujian dan musbah yang mungkin akan didapatkan selama melaksanakan ibadah haji, karena itu semua merupakan salah satu ciri diterimanya ibadah haji. <br /><br />1.8 Amal-Amal Batin dalam Melaksanakan Ibadah Haji <br />• Alfahmu, maksudnya adalah memahami dengan baik bawa seorang jema’ah haji tidak akan dapat mencapai ridlo Allah SWT, kecuali dengan membersihkan diri dari berbagai syahwat, menahan diri dari kenikmatan duniawi dan mengkonsentrasikan hati untuk selalu ikhlas dalam segala kebaikan yang dilakukannya selama ibadah haji.<br />• Rindu kepada baitullah(rumah Allah) setelah memahami bahwa itu adalah betul-betul rumah Allah SWT, sehingga tidak ada lagi tujuan yang dimiliki dalam melaksanakan ibadah haji itu kecuali berkunjung kepada Allah SWT, dengan harapan diakhirat kelak dapat dipertemukan juga dengan Allah SWT.<br />• Al-’azmu atau niat yang kuat untuk meninggalkan keluarga, negeri dan segala syahwat dunia demi menyambut perintah Allah SWT dengan melaksanakan ibadah haji untuk mendapatkan ridlo-Nya.<br />• Berniat dengan ikhlas untuk menghilangkan kedzaliman diri dengan bertaubat yang sesungguhnya kepada Allah SWT dari seluruh kemaksiatan yang pernah dilakukan.<br />• Mencari bekal dari yang halal untuk perjalanan haji, agar dapat mengambil pelajaran bahwa perjalanan keakhirat itu lebih jauh dan tidak ada lagi bekal yang lebih bermanfa’at kecuali bekal ketakwaan, dan dapat menyadari bahwa bekal apapun yang bersifat duniawi pasti akan ditinggalkan.<br />• Ketika kendaraan yang akan dikendarai tiba, hendaklah besyukur dan mengingat negeri akhirat yaitu dengan merenungkan bahwa ketika sudah wafat dan menjadi mayat maka ia akan dibawa dengan kendaraan khusus untuk menuju alam kubur dan mempertanggungjawabkan ’amal perbuatan ketika di dunia.<br />• Ketika membeli dan mengenakan kain ihram, hendaklah merenungkan dan menyadari akan suatu peristiwa dimana manusia dibungkus dengan kain yang putih yaitu kain kafan untuk menghadap Allah SWT, dan ini adalah peristiwa yang pasti akan terjadi pada setiap orang.<br />• Ketika keluar meninggakan negeri hendaknya merenungkan bahwa ia pasti akan meninggalkan dunia dengan segala kemewahannya untuk menghadap Dzat yang maha menguasai dan merajai yakni Allah SWT.<br />• Ketika sampai di miqat(batas untuk mengenakan kain ihram), hendaknya merenungkan kematian yang akan memisahkannya dari dunia dan menghantarkannya kealam akhirat dengan melalui hari kiamat dansegala kedahsyatannya.<br />• Ketika ihram dan membacakan talbiah, hendaknya menyadari bahwa ketika itu ia sedang menyambut perintah Allah SWT, dan sikap seperti harus senantiasa menghiasi kehidupan sehari-hari, sehingga ia akan selalu dapat berharap ibadahnya diterima oleh Allah SWT.<br />• Ketika memasuki Makkah hendak bersyukur bahwa ia telah sampai dengan selamat dan selalu berharap agar diselamatkan dari adzab hari kiamat, serta selalu merasa takut kalau ia akan merugi dan dimurkai Allah SWT. <br />• Ketika melihat baitullah, hendaknya mengagumi keagungan baitullah, dan mengungkan Allah SWT Dzat yang maha agung, serta berdo’a agar dapat melihat Allah SWT nanti diakhirat.<br />• Ketika thawwaf, hendaknya menyadari bahwa itu adalah sholat, dan hendaknya dimunculkan didalam hati keagungan Allah SWT, rasa takut akan ’adzab Allah, pengharapan pada rahmat Allah dan kecintaan kepada-Nya.<br />• Ketika berdo’a didekat multazam, hendaknya niat yang ada didalam hati adalah untuk mendapatkan kedekatan, kecintaan dan kerinduan ke baitullah serta kepada Allah SWT.<br />• Ketika sa’i, hendaknya menyadari bahwa itu adalah perlambang dari keikhlasan dalam melaksanakan pengabdian kepada AllahSWT, dengan harapan dalam kehidupan sehari-hari pun selalu ikhlas dalam rangka pengabdian diri kepada Allah SWT.<br />• Ketika melempar jumroh, hendaknya diniatkan untuk memperlihatkan ketaatan kepada perintah Allah SWT untuk mencontoh Rasulullah SAW, tanpa harus mempertimbangkan akal.<br />• Ketika menyembelih hewan qurban , hendaknya menyadari bahwa itu adalah bentuk taqarrub(mendekatkan diri) kepada Allah SWT, maka sempurnakanlah taqarrub tersebut dan mohonlah kepada Allah SWT agar diselamatkan dari ’adzab neraka.<br />• Ketika berziarah ke Madinah dan ke Maqam Nabi SAW, hendaknya menyadari bahwa itu adalah kota yang dipilihkan Allah untuk Rasulullah SAW, dan ketika berada di Maqam Nabi hendaknya semakin merasa dekat dan cinta kepada Nabi seakan hidup bersama Nabi SAW. <br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.9 Kisah Teladan Seputar Haji </span><br />Dikisahkan, ada seorang mahasiswa yang ditugaskan untuk membimbing jemaah haji dari Indonesia, ketika itu ia ditugaskan untuk membimbing jemaah haji yang berasal dari kota Bekasi. Dari mulai wukuf di Arafah, ia sangat setia untuk menemani para jemaah haji tersebut bersama dengan ketua kloternya. Ketika mau melempar Jumrah Aqabah di pagi hari (waktu shubuh), ia pada pada mulanya berjalan bersama dengan ketua kloternya, berikut para jemaah haji tersebut, kemudian ketika sampai di terowongan Mina, dan sebentar lagi sampai di pelataran pelemparan Jumrah, ketua kloter jemaah haji berkata kepada mahasiswa tersebut,”Nak, tolong jangan menjauh dari jamaah kami ini, agar nanti kita bisa kembali sama-sama ke tempat penginapan.”<br />Mahasiswa tersebut menjawab, ”Mohon maaf, untuk kali ini saya tidak bisa bareng; karena saya ingin leluasa melempar jumrah, dan bapak tidak usah khawatir pasti saya akan menemukan tempat penginapan bapak dan para jemaah yang lainnya.”<br />Dari jawaban mahasiswa tersebut, terlihat ada sedikit kesombongan, padahal ia tengah melaksanakan ibadah haji, dan ibadah haji harus terhindar dari sifat sombong seperti itu.<br /><br />Ternyata, setelah selesai melontar jumrah, mahasiswa tersebut tidak dapat menemukan penginapan ketua kloter dan jemaah hajinya, bahkan sampai ibadah haji selesaipun, ia tidak sempat bertemu lagi dengan jemaah haji tersebut.Informasi Masjidhttp://www.blogger.com/profile/07054991351118464618noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7547856359009080478.post-24719805733970410622011-09-22T14:00:00.002+07:002011-09-22T14:05:13.594+07:00Modul 9: Puasa (Shaum) dan Filosofinya<span style="font-weight:bold;">1.1 Pengertian Shaum </span><br />Shaum atau shiyam menurut secara etimologi adalah al-Imsaak yang berarti menahan diri. Syekh muhammad Ali Ash-Shabuni dalam tafsirnya mengatakan, bahwa shaum menurut bahasa adalah al-Imsaaku ‘anisy syai’I wat tarku lahu, yang berarti menahan diri dari sesuatu dan meninggalkannya. Dan shaum menurut bahasa berarti al-Imsaakul muthlaq (menahan diri secara mutlak), maka dalam hal ini, orang yang menahan diri dari bicara (berdiam diri) pun bisa dikatagorikan sebagai orang yang shaum (shaimun), sebagaimana firman Allah SWT,<br />إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنسِيًّا.<br />"Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang Manusia pun pada hari ini" (QS.Maryam (19) : 26)<br /><br />Sedangan secara syar’i adalah menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkannya, mulai dari terbit fajar shubuh hingga terbenamnya matahari, disertai dengan niat. Allah SWT berfirman,<br />وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى الَّيْلِ.<br />“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS.Al-Baqarah (2) : 187)<br />عَنْ عَاصِمِ بْنِ عُمَرَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جَاءَ اللَّيْلُ مِنْ هَهُنَا وَذَهَبَ النَّهَارُ مِنْ هَهُنَا فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ<br />Dari ’Ashim bin Umar, dari ayahnya, ia berkata,”Rasulullah SAW telah bersabda,”Apabila malam telah datang, siang telah lenyap, dan matahari telah terbenam, maka sesungguhnya telah datang waktu berbuka bagi orang yang shaum.” (HR.Ahmad)<br /><br />Dan Syekh Muhammad Ali Ash-Shabuni telah memberikan definisi mengenai shaum secara istilah syar’i, shaum adalah menahan diri dari makan, minum dan berjima’, disertai dengan niat, dan dimulai dari terbitnya fajar shubuh hingga terbenam matahari.<br />Segenap umat Islam sepakat bahwa shaum di bulan Ramadhan itu fardlu (wajib). Hal itu didasarkan kepada firman Allah SWT,<br />يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ.<br />Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (QS. Al-Baqarah (2) :183)<br />Shaum adalah rukun Islam yang keempat. Dan posisi rukun dalam Islam bagaikan pondasi pada rumah. Jika pondasi tersebut rusak atau rapuh, maka rumah tersebut tidak akan bisa berdiri dan sudah bisa dipastikan hancur. Islam adalah agama yang memiliki lima pondasi yang lengkap dan utuh, yaitu syahadat, shalat, zakat, shaum dan haji. Kelima pondasi tersebut dapat mewujudkan sosok Muslim yang sempurna. <br /><br />Rasulullah SAW bersabda,<br />بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ.<br />Islam itu dibangun di atas lima pondasi, yaitu persaksian, bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji dan shaum Ramadhan.(HR. Bukhari dari Ibnu Umar)<br /><br />Barangsiapa yang tidak melaksanakan shaum Ramadhan sekalipun satu hari tanpa udzur (alasan yang dibenarkan syara’), maka ia telah melakukan satu dosa besar, dan akan mendapatkan siksaan yang keras. <br /><br />Dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa Rasulullah SAWpernah bermimpi, beliau bersabda,<br />”Sampai ketika aku berada di tengah gunung, seketika itu terdengar suara-suara keras. Maka aku bertanya,”Suara apa itu? mereka menjawab,”Itu adalah teriakan penghuni neraka. Kemudian dia (Jibril) membawaku pergi, seketika itu aku berada di hadapan suatu kaum yang digantung dengan kaki di atas dengan sudut mulut terkoyak, dari sudut mulut mereka bercucuran darah. Maka aku bertanya,”Siapa mereka itu? Jibril menjawab,”mereka adalah orang-orang yang berbuka shaum sebelum sampai pada waktunya.”(Shahih Targhib wat Tarhib : 1/420).<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.2 Pembagian Shaum</span><br />Secara umum, shaum dibagi kepada dua bagian, yaitu shaum wajib dan shaum sunnah.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.2.1 Shaum Wajib</span><br />Yang dimaksud dengan shaum wajib adalah shaum yang apabila dilaksanakan pelakunya akan mendapat pahala, dan jika ditinggalkan ia akan mendapat siksa yang berat.<br />Menurut Doktor Wahbah Az-Zuhaili, wajib adalah ketentuan syara’ yang ditujukan kepada mukallaf agar dilaksanakan secara penuh. Seorang mukallaf wajib menunaikan segenap kewajibannya, karena dengan menunaikannya ia akan memperoleh pahala, dan jika tidak maka ia akan memperoleh sanksi yang berat. Dan terkait dengan shaum wajib, beliau menegaskan dalam kitabnya, bahwa ia dilaksanakan karena tiga hal, yaitu : karena nadzar, kifarat, qadla dan Ramadhan.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">•Shaum Nadzar </span><br />Nadzar secara bahasa adalah aujaba, yang berarti mewajibkan. Ketika seseorang mengatakan,”Apabila aku berhasil dalam karirku, maka berjanji akan shaum tiga hari berturut-turut.”. kata-kata tersebut termasuk nadzar (janji) seseorang kepada Allah SAW, sehingga ia wajib melaksanakannya.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">•Shaum Kifarat</span><br />Kifarat secara bahasa berarti mengganti, menutupi, membayar dan memperbaiki. Shaum kifarat wajib dilaksanakan manakala seseorang telah melakukan kemaksiatan yang mengharuskan kepadanya membayar kifarat, seperti dalam kasus suami yang menzhihar istrinya, atau membatalkan shaum Ramadhan dengan melakukan hubungan suami istri pada siang hari dan lain sebagainya.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">•Shaum Qadla</span><br />Qadla menurut bahasa berarti, memenuhi, melaksanakan, membayar atau melunasi. Sedangkan menurut istilah adalah shaum yang dilakukan dalam rangka mengganti (membayar) kekurangan hari dalam shaum wajib di bulan Ramadhan, ketika seseorang tidak melaksanakannya secara sempurna; dikarenakan ada udzur syar’i, seperti sakit atau bepergian (safar).<br /><br /><span style="font-weight:bold;">•Shaum Ramadhan :</span><br />Ramadhan secara bahasa berarti membakar. Sedangkan menurut istilah, adalah shaum yang dilakukan pada bulan Ramadhan selama sebulan penuh. Dan bulan Ramadhan mempunyai keutamaan yang sangat besar dan keistimewaan yang bermacam-macam yang tidak dimiliki bulan-bulan yang lain. Karena keutamaan bulan Ramadhan, maka setiap kebaikan dan bermacam-macam perbuatan baik pun diutamakan, seperti sedekah, ibadah atau shalat sunnah pada malam Ramadhan (qiyamul lain), membaca al-Qur’an, I’tikaf, umrah dan lain sebagainya. <br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.2.2 Shaum Sunnah</span><br />Shaum sunnah adalah shaum yang apabila dilaksanakan pelakunya akan memperoleh pahala, dan jika tidak maka ia tidak berdosa. Berdasarkan beberapa keterangan hadits Rasulullah SAW, ada beberapa shaum yang disunnahkan untuk dilaksanakan oleh seorang Muslim, seperti : shaum ‘Arafah, Asyura`, Tasu’a, enam hari pada bulan Syawwal, pertengahan pertama pada bulan Sya’ban, sepuluh pertama pada bulan Dzulhijjah, tiga hari pada setiap bulan (ayyamul bidl), shaum satu hari dan berbuka satu hari (shaum Daud), senin dan kamis.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.3 Rahasia Shaum <br />1.3.1 Aspek Ruhiyyah</span><br /><br /><span style="font-weight:bold;">•Shaum dapat meningkatkan derajat ketakwaan.</span><br />Ketika seorang hamba menjalankan ibadah shaum, maka ia akan berupaya dengan optimal dan maksimal untuk selalu memperbanyak aktivitas ketaatan kepada Allah SWT dan selalu menghindarkan diri dari segala bentuk kemaksiatan, dan ketika seseorang sudah sanggup melakukan hal-hal yang demikian itu, berarti ia sudah bisa mengaplikasikan hakikat daripada ketakwaan kepada Allah Azza Wa Jalla. Allah SWT berfirman,<br />يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ.<br />Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (QS. Al-baqarah (2) :183)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">•Shaum dapat mengendalikan hawa nafsu.</span><br />Rasulullah SAW bersabda,<br />يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.<br />Wahai para pemuda! Barangsiapa telah mampu untuk menikah, maka hendaklah ia menikah; karena sesungguhnya hal itu lebih dapat menjaga pandangan mata dan menjaga farji (kehormatan). Dan barangsiapa yang belum memiliki kemampuan untuk menikah, maka hendaknya ia melakukan shaum; Karena sesungguhnya shaum itu adalah perisai.(HR. Bukhari, Muslim, An-Nasaai` dan yang lainnya).<br /><br /><span style="font-weight:bold;">•Shaum dapat melahirkan sikap khauf (takut) dan hayaa` (malu)</span> :<br />Yang dimaksud dengan khauf (takut) di sini adalah, takut akan adzab Allah SWT yang sangat pedih, apabila meninggalkan kewajiban shaum. Sedangkan yang dimaksud dengan malu (al-hayaa`) adalah malu karena Allah SWT seandainya tidak menjalankan kewajiban (ibadah) dengan maksimal. <br /><br /><span style="font-weight:bold;">•Shaum dapat melahirkan sikap disiplin tingkat tinggi.</span><br />Ibadah shaum disyari’atkan Allah SWTmulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Maka barangsiapa yang menjalankan ibadah shaum hendaknya mengikuti aturan tersebut, Allah SWT berfirman,<br />وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى الَّيْلِ.<br />Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.(QS. Al-Baqarah (2) : 187)<br />Firman Allah di atas menegaskan kepada orang-orang yang menjalankan shaum, bahwasanya mereka harus berpegang teguh dengan ketetapan waktu shaum yang sudah digariskan Allah dan Rasul-Nya, sehingga apabila dilanggar, maka akan berdampak pada batalnya shaum, bahkan dapat mengundang murka Allah SWT.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.3.2 Aspek Sosial </span><br />Setiap orang yang melaksanakan shaum, pasti semuanya akan merasakan lapar dan dahaga, tanpa terkecuali, orang kaya pun dapat merasakannya, sehingga ia bisa merasakan apa-apa yang di alami oleh orang-orang miskin, dari rasa lapar dan dahaga. Dengan demikian, akan timbul dalam jiwanya perasaan kasih sayang terhadap si miskin, untuk dapat memberikan bantuan dari sebagian harta yang dimilikinya.<br /><br />Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW menjelaskan, bahwa peduli terhadap sesama manusia adalah hal yang mutlak harus dimiliki oleh oleh setiap umat Rasulullah SAW yang mengaku beriman, sehingga keimanan seseorang tidak dianggap sempurna tanpa dibarengi sikap peduli terhadap sesamanya.<br /><br />عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ.<br />Dari Anas, dari Nabi SAW, beliau telah bersabda,”Tidaklah sempurna keimanan seseorang di antara kalian, sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.(HR. Bukhari)<br /><br />Dan pada suatu kesempatan, baginda Rasul SAW memperingatkan, bahwa orang yang tidur dengan nyenyak, karena kekenyangan, sementara tetangganya merintih-rintih karena lapar, sungguh orang tersebut tidak akan masuk surga. <br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.3.3 Aspek Kesehatan </span><br />Makan dan minum dengan tidak berlebihan telah diperintahkan Allah dan Rasul-Nya, yang kemudian diaplikasikan dalam salah satu syari’at, yaitu ibadah shaum, sehingga wajar apabila shaum sangat membantu seseorang dalam memelihara atau menjaga kesehatannya; mengingat di dalamnya setiap orang secara tidak langsung memberikan kesempatan istirahat kepada perutnya. <br /><br />Allah SWT berfirman,<br />يَابَنِي ءَادَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلاَتُسْرِفُوا إِنَّهُ لاَيُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ.<br />Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. Al-A’raf (7):31)<br /><br />Dan Rasulullah SAW bersabda,<br />مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ.<br />Tiada bejana yang dipenuhi oleh anak Adam yang lebih buruk daripada perutnya.(HR.Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad, dari Miqdam bin Ma’di)<br /><br />Menurut para pakar kesehatan, bahwa manusia tidak boleh makan secara berlebihan, sebab hal yang demikian itu dapat menimbulkan penyakit yang sukar disembuhkan. Syekh Ali Ahmad Al-Jarjawi dalam kitabnya menutip perkataan salah seorang pakar kesehatan Arab, Al-Harts Ibnu Kildah, ia mengatakan,<br />َالْمَعِدَةُ بَيْتُ الدَّاءِ وَاْلحِمْيَةُ رَأْسُ الدَّوَاءِ وَأَعْطِ كُلَّ بَدَنٍ مَاعَوَّدْتَهُ .<br />Perut itu adalah tempatnya penyakit, dan pemeliharaannya adalah obat yang utama, maka berikanlah kepada badan apa-apa yang telah Anda biasakan.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.4 Syarat-Syarat Batin dalam Shaum</span><br />Agar shaum yang dilakukan oleh seorang hamba itu bernilai disisi Allah SWT, maka harus dibarengi dengan mengikutkan batin dalam shaum tersebut. Agar batin itu selalu terpelihara dalam keadaan shaum, maka ada beberapa syarat yang harus dilakukan, yaitu:<br /><br />•Menjaga pandangan dari hal-hal yang dilarang dan dari hal-hal yang dapat memalingkan hati dari berdzikir kepada Allah SWT. Nabi SAW bersabda:<br />النَّظْرُ سَهْمٌ مَسْمُوْمٌ مِنْ سِهَامِ إِبْلِيْسَ لَعَنَهُ اللهُ فَمَنْ تَرَكَهَا خَوْفًا مِنَ اللهِ تَعَالَى أَتَاهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِيْمَانًا يَجِدُ حَلاَوَتَهُ فِيْ قَلْبِهِ.<br />”Pandangan itu adalah panah beracun dari panah-panah iblis yang dilaknat Allah SWT, maka barangsiapa yang meninggalkannya karena takut akan ’adzab Allah SWT, maka Allah akan menambahkan keimanan dalam hatinya dan orang tersebut akan dapat merasakan manisnya iman”.(HR Hakim).<br /><br />•Menjaga lisan dari perkataan yang sia-sia, dusta, ghibah, mengadu domba dan berbantah-bantahan. Kemudian lisannya hanya digunakan untuk berdzikir kepada Allah SWT dan membaca Al-Quran, inilah yang disebut dengan shaum lisan. Nabi SAW bersabda:<br />الصِّيَامُ جُنَّةٌ إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ صَائِمًا فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ فَإِنْ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ إِنِّي صَائِمٌ.<br />” Sesungguhnya shaum itu adalah prisai, maka apabila salah seorang diantara kamu sekalian berpuasa, hendaknya ia tidak berkata dan berbuat yang sia-sia, dan apabila ada seseorang yang mengajak bertengkar atau mencacinya hendaknya ia mengatakan dengan lisannya, ” sesungguhnya aku adalah orang yang sedang berpuasa” (HR Bukhari Muslim)<br /><br />•Menjaga pendengaran dari hal-hal yang dilarang, karena segala sesuatu yang dilarang untuk diucapkan, maka dilarang pula untuk didengarkan, oleh karenanya Allah SWT menyamakan antara orang yang mendengarkan perkataan atau berita bohong dengan orang yang memakan harta haram.<br /><br />Allah SWT berfirman: <br />سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ فَإِن جَآءُوكَ فَاحْكُم بَيْنَهُمْ أَوْ أَعْرِضْ عَنْهُمْ وَإِن تُعْرِضْ عَنْهُمْ فَلَن يَضُرُّوكَ شَيْئًا وَإِنْ حَكَمْتَ فَاحْكُم بَيْنَهُم بِالْقِسْطِ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ.<br />Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta keputusan), maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka, jika kamu berpaling dari mereka maka mereka tidak akan memberi Mudharat kepadamu sedikitpun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil. (QS. Al-Maidah (5) :42)<br /><br />•Menjaga anggota badan yang lainnya dari hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT, dan menjaga perut dari makanan yang diharamkan dan masih syubhat ketika berbuka shaum.<br /><br />•Menyederhanakan makan (tidak terlalu banyak) ketika berbuka, sehingga tidak terasa berat untuk melaksanakan ibadah setelahnya berbuka walaupun makanan itu secara hukum dihalalkan. <br /><br />•Setelah berbuka hendaknya hati orang yang shaum selalu merasa risau karena sesungguhnya ia tidak tahu apakah shaumnya itu diterima sehingga ia layak mendapatkan kebahagiaan ataukah shaumnya itu ditolak oleh Allah SWT sehingga ia termasuk dari golongan hamba yang dimurkai Allah SWT. Dengan demikian diharapkan ia akan selalu beristighfar untuk kekurangan yang ada, dan selalu berdo’a dengan khusyu’ agar shaumnya diterima dan itu termasuk bagian dari ibadah. <br /> <br /><span style="font-weight:bold;">1.5 Kisah Teladan Seputar Shaum </span><br />Ketika Ramadhan akan tiba, dikalangan masyarakat Mesir akan terlihat tenda-tenda yang sudah siap dipasang, terlebih di mesjid-mesjid besar, pemandangan seperti itu bukanlah untuk mengadakan sebuah pesta pora atau peringatan hari besar Islam, melainkan mereka sengaja memasang tenda-tenda tersebut untuk membuat dapur umum yang siap menjamu orang-orang yang shaum di saat mereka akan berbuka shaum.<br />Pemandangan seperti itu, bukanlah satu atau dua hari saja, melainkan selama satu bulan Ramadhan dan bukan saja di mesjid-mesjid, akan tetapi tidak jarang di rumah-rumah penduduk pun secara pribadi mereka membuat dapur umum sendiri.<br />Apabila diukur dengan hawa nafsu, sangat boleh jadi pemandangan yang seperti itu, sulit untuk didapatkan, akan tetapi ketika diukurnya dengan keimanan, maka siapapun tentunya akan berlomba untuk melakukannya.<br /><br />Keimanan itulah boleh jadi yang mendasari masyarakat Mesir dalam mendirikan tenda-tenda untuk dapur umum, karena mereka yakin dengan memberi buka kepada orang-orang yang shaum, mereka akan memperoleh pahala yang berlipat ganda, sebagaimana sabda Nabi SAW,”Barangsiapa yang memberi makanan berbuka kepada orang yang shaum, maka ia akan memperoleh pahala seperti pahala orang yang shaum tersebut tanpa dikurangi sedikitpun pahala daripadanya.”Informasi Masjidhttp://www.blogger.com/profile/07054991351118464618noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7547856359009080478.post-9072271924690372542011-09-22T13:54:00.002+07:002011-09-22T13:58:26.409+07:00Modul 8: Zakat<span style="font-weight:bold;">1.1 Pengertian Zakat </span><br />Zakat menurut bahasa adalah at-Thaharah artinya bersuci, adapun zakat menurut istilah adalah mengeluarkan jenis harta tertentu dengan kadar tertentu setelah mencapai nishab untuk orang tertentu yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dengan syarat tertentu pula untuk mendapatkan keridloan Allah SWT. <br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.2 Arahan untuk Menunaikan Zakat </span><br />Ada beberapa ayat al-Qur’an, yang dengan tegas memerintahkan kepada kaum Muslimin untuk mengeluarkan sebagian harta yang mereka miliki, sebagaimana dalam firmannya,<br />خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ.<br />Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo'alah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. At-Taubah (9) :103)<br /><br />Firman-Nya,<br />يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَنفِقُوا مِن طَيِّبَاتِ مَاكَسَبْتُمْ وَمِمَّآأَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ اْلأَرْضِ وَلاَ تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنفِقُونَ وَلَسْتُم بِئَاخِذِيهِ إِلآَّ أَن تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ.<br />Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (QS. Al-Baqarah (2) : 267)<br /><br />Dan firman-Nya,<br />وَءَاتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ.<br />Dan tunaikanlah haknya dihari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya).(QS. Al-An’am (6) : 141)<br /><br />Dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah SAW bersabda,<br />أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ.<br />Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi, bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad itu adalah utusan-Nya, ,endirikan shalat dan menunaikan zakat. Jika mereka melakukan hal-hal tersebut, maka mereka akan mendapatkan perlindungan dariku darah dan harta mereka, kecuali dengan hal Islam, dan penghisaban atas mereka merupakan urusan Allah.(HR. Bukhari Muslim)<br /><br />Sudah menjadi kehendak Allah SWT bahwa harta yang diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya tidaklah sama, melainkan berbeda-beda, Allah SWT berfirman dalam surat an-Nahl (16) ayat 71 :<br />وَاللهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ فَمَا الَّذِينَ فُضِّلُوا بِرَآدِّي رِزْقِهِمْ عَلَى مَامَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَهُمْ فِيهِ سَوَآءٌ أَفَبِنِعْمَةِ اللهِ يَجْحَدُونَ.<br />Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah.<br /><br />Perbedaan ini tentunya tidak akan terlepas dari hikmah yang dikehendaki-Nya, oleh karena itu Allah SWT telah mewajibkan zakat kepada hamba-Nya dengan arahan atau hikmah sebagai berikut:<br />a. Menegakkan kemashlahatan-kemashlahatan umum yang menjadi pondasi kehidupan umat dan kebahagiaannya.<br />b. Membatasi penumpukkan kekayaan hanya pada tangan orang-orang kaya, para pedagang dan pengusaha semata, supaya harta tersebut tidak tertahan dilingkungan kelompok yang terbatas atau hanya beredar di kalangan orang-orang kaya.<br />c. Untuk menjaga harta dari penglihatan dan tindakan jahat orang-orang yang berhati jahat.<br />d. Untuk membersihkan hati dari sifat kikir dan membiasakan diri untuk selalu bersifat dermawan.<br />e. Untuk memperlihatkan rasa syukur atas ni’mat yang telah diberikan Allah, sehingga Allah SWT selalu menambahkan ni’mat tersebut.<br />f. Untuk membantu fakir miskin yang membutuhkan. <br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.3 Jenis-Jenis Harta yang Wajib Zakat</span><br />Ada beberapa jenis harta yang wajib zakat, yaitu: <br />a. Emas, batas minimal (nishab) untuk dikenai kewajiban membayar zakat dalam emas adalah 86 gram, dan zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5 %.<br />b. Perak, batas minimal (nishab) untuk dikenai kewajiban membayar zakat adalah 700 gram, dan zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5%.<br />c. Pertanian, yang wajib zakat dari pertanian ini adalah makanan pokok dan dan buah-buahan, buah-buahan pun tidak semua jenis, melainkan hanya dua jenis saja, yaitu kurma dan anggur. Adapun batas minimal (nishabnya) adalah 700 kg, dan zakat yang harus dikeluarkan adalah apabila disirami sendiri (tidak tadah hujan), maka zakat yang dikeluarkan adalah 5%, dan apabila diairi oleh hujan(tadah hujan), maka zakat yang harus dikeluarkan adalah 10%.<br />d. Perniagaan, perniagaan adalah setiap harta yang sengaja dimiliki dengan maksud untuk diperjualbelikan. Nishabnya disesuaikan dengan nishab emas, dan zakat yang harus dikeluarkan pun sama dengan zakat emas yaitu 2,5%.<br />e. Hewan ternak, hewan ternak yang harus dikeluarkan zakatnya adalah unta, sapi dan domba. Adapun nishab dari unta adalah 5 ekor, sapi 30 ekor dan domba 40 ekor.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.4 Orang-orang yang Berhak Menerima Zakat (Mustahik Zakat) </span><br /><br />Ada delapan ashnaf (golongan) yang berhak untuk mendapatkan, yaitu: <br />1. Fakir, yaitu orang yang tidak memiliki mata pencaharian dan penghasilan.<br />2. Miskin, yaitu orang yang memiliki mata pencaharian dan penghasilan akan tetapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan. Ada juga yang menyatukan keduanya dengan pengertian bahwa fakir miskin itu adalah orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dengan pennghasilan yang diperolehnya, dan lawannya adalah al-agnia artinya orang kaya. <br />3. Amilin, yaitu orang yang mengumpulkan zakat dari orang-orang kaya kemudian di berikan kepada yang berhak untuk menerimanya.<br />4. Muallaf, yaitu orang yang baru masuk Islam.<br />5. Riqob, yaitu hamba sahaya.<br />6. Ghorimun, yaitu orang yang memiliki hutang dan apabila harta benda yang dimilikinya digunakan untuk menutupi hutangnya itu niscaya tidak akan mencukupi.<br />7. Fisabilillah, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang berjuang untuk mennyiarkan dan menegakan syari’at Islam.<br />8. Ibnu sabil, yaitu orang yang kehabisan bekal, sementara ia sedang berada dalam perjalanan.<br /><br />Kedelapan ashnaf atau golongan ini, terdapat dalam firman Allah surat at-Taubah ayat 60. <br />إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيم.ٌ <br />Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para Mu'allaf yang dibujuk hatinya,untuk (memerdekaan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Biajaksana. (QS. At-Taubah (9) : 60)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.5 Syarat-Syarat Dzahir dan Batin dalam Menunaikan Zakat<br />1.5.1 Syarat-Syarat Dzahir</span><br />a. Berniat, maksudnya adalah berniat didalam hati untuk mengeluarkan zakat wajib, dan disunnahkan pula untuk menyebutkan harta yang dizakatinya, baik secara langsung oleh dirinya sendiri ataupun mewkilkannya kepada orang lain.<br />b. Bersegera, maksudnya adalah bersegera mengeluarkan zakat setelah haul (satu tahun), dan apabila zakatnya zakat fitrah, maka hendaknya tidak mengakhirkannya lebih dari hari pertama ’idul fitri.<br />c. Tidak mengeluarkan zakat kecuali yang sudah ditetapkan oleh nashnya, seperti mengeluarkan perak untuk zakat emas atau emas untuk zakat perak, walaupun secara nilai lebih banyak.<br />d. Tidak memindahkan zakat ke negeri lain apabila orang-orang miskin itu masih ada disetiap begeri; karena dengan memindahkannya berarti menyia-nyiakan orang-orang miskin yang ada di negerinya sendiri.<br />e. Membagi hartanya yang akan dizakati sesuai dengan jumlah mustahik yang ada di negerinya walaupun membagikan zakat ke seluruh mustahik yang delapan itu wajib.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.5.2 Syarat-Syarat Bathin </span><br />a. Memahami kewajiban zakat dan makna-maknanya, serta jenis ujian yang ada di dalamnya. Ada tiga makna yang terkandung dalam kewajiban zakat tersebut, yaitu :<br />• Bahwasannya mengucapkan dua kalimah syahadat memiliki konsekuensi mengesakan Allah SWT yang disembah, dan tidak tersisa bagi orang yang mengesakan Allah sesuatu yang dicintai selain Allah Yang Maha Esa; karena cintai itu tidak tidak menghendaki persekutuan. Oleh karenanya, Allah SWT menguji hamba yang mencintainya dengan kewajiban mengeluarkan zakat untuk dapat membuktikan bahwa, harta yang diusahakannya tidak dapat mengalahkan kecintaannya kepada Allah SWT.<br />• Untuk membersihkan seseorang dari sifat kikir, yang mana sifat tersebut merupakan bagian dari hal-hal yang dapat menghancurkan hamba Allah. Sebagaimana disebutkan dalam sabda Nabi SAW,”Ada tiga hal yang dapat menghancurkan hamba, yaitu : kekikiran yang ditaati, hawa nafsu yang diperturutkan dan kebanggan terhadap diri sendiri.”<br />• Memperlihatkan rasa syukur atas nikmat Allah SWT. Sesungguhnya Allah SWT telah memberikan nikmat kepada hambaNya, baik yang ada pada diri hamba, maupun yang ada pada hartanya, maka ibadah yang melibatkan anggota badan merupakan bukti syukur atas nikmat badan, dan ibadah yang melibatkan harta, merupakan bukti syukur atas nikmat harta yang diberikan. <br /><br />b. Menyegerakan dari waktu wajib untuk memperlihatkan kesungguhan dalam melaksanakan perintah dengan memberikan kebahagiaan kepada fakir dan miskin, serta mendahului rintangan-ringatangan waktu yang mungkin terjadi dan menghalanginya dari berbuat baik. <br /><br />c.Tidak menampakkan pemberian zakat untuk menghindari sifat riya dan sum’ah (ingin dilihat dan didengar). Nabi SAW bersabda, ”Sedekah yang paling afdlal adalah bersungguh-sungguh membantu fakir miskin secara sembunyi-sembunyi.(HR. Ahmad, Ibnu Hibban dan Hakim). <br /><br />Sebagian Ulama mengatakan : Ada tiga simpanan kebaikan, diantara ketiganya itu adalah, mengeluarkan secara sembunyi-sembunyi. Dan dalam sebuah hadits masyuhur disebutkan,”Ada tujuh golongan orang yang akan mendapatkan perlindungan Allah pada hari kiamat nanti, diantaranya adalah seorang yang bersedekah dengan shadaqah yang dikeluarkannya tanpa diketahui oleh tangan kirinya. Rasulullah SAW bersabda :<br />رَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ.<br /><br />Seseorang bersedekah dengan cara sembunyi-sembunyi, sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkah oleh tangan kanannya.(HR Bukhari Muslim dari Abu Hurairah)<br /><br />d. Memperlihatkan zakat yang diberikan apabila diyakini bahwa dengan memperlihatkannya akan mendorong orang lain untuk mengikutinya, dengan tetap berupaya keras untuk menjaga hatinya dari sifat riya dan sum’ah. Allah SWT berfirman,<br />إِن تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِن تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَآءَ فَهُوَ خَيْرُُ لَّكُمْ وَيُكَفِّرُ عَنكُم مِّن سَيِّئَاتِكُمْ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرُُ.<br />Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah (2) : 271)<br />Hal yang demikian boleh dilakukan apabila keadaannya menuntut demikian agar orang lain mengikutinya, atau ada orang yang meminta-minta dihadapan orang banyak, maka ketika itu tidak dibolehkan untuk menahan shadaqah dengan alasan takut riya, namun shadaqah tersebut tetap diberikan dengan catatan menjaga hati dari sifat riya sebisa mungkin.<br /><br />e. Tidak merusak shadaqah dengan kata-kata yang mengandung cacian dan menyakitkan orang yang diberi shadaqah. Allah SWT berfirman,<br /><br />يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَاْلأَذَىكَالَّذِي يُنفِقُ مَالَهُ رِئَآءَ النَّاسِ وَلاَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابُُ فَأَصَابَهُ وَابِلُُ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لاَّ يَقْدِرُونَ عَلَى شَىْءٍ مِّمَّا كَسَبُوا وَاللهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ.<br />Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu denga menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan sipenerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepaa manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir itu. (QS. Al-Baqarah (2) :264)<br /><br />f. Hendaknya menganggap sedikit terhadap pemberian dan tidak tidak menganggapnya besar sehingga tidak akan menimbulkan sikap ujub atau berbangga diri; karena sifat tersebut hal dapat merusak nilai ibadah. Sebagaimana firman Allah SWT,<br />لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُم مًّدْبِرِينَ.<br />Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai orang-orang mu'minin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu ketika kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu,maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dan bercerai-berai. (QS. At-Taubah (9):25)<br />Dan sebagian Ulama mengatakan,”Sesungguhnya ketaatan itu, setiap kali dianggap kecil oleh seorang hamba, maka nilainya akan menjadi besar di sisi Allah SWT. Dan kemaksiatan itu setiap kali dianggap besar oleh seorang hamba, maka disisi Allah SWT akan menjadi kecil. Dan dikatakan pula, ”Bahwasannya suatu kebaikan tidak akan sempurna kecuali dengan tiga hal, yaitu menganggapnya kecil, menyegerakannya dan merahasiakannya.”<br /><br />g. Memilih harta yang diberikan dari yang paling baik dan paling dicintai; karena Allah itu baik dan tidak akan menerima kecuali yang baik-baik.” <br />Allah SWT berfirman,<br />يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَنفِقُوا مِن طَيِّبَاتِ مَاكَسَبْتُمْ وَمِمَّآأَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ اْلأَرْضِ وَلاَ تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنفِقُونَ وَلَسْتُم بِئَاخِذِيهِ إِلآَّ أَن تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ.<br />Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (QS. Al-Baqarah (2) : 267)<br />Firman-Nya,<br />لَن تّنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنفِقُوا مِن شَىْءٍ فَإِنَّ اللهَ بِهِ عَلِيمُُ.<br />Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. (QS. Ali Imran (3) :92)<br />عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَصَدَّقَ بِعَدْلِ تَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ وَلَا يَقْبَلُ اللَّهُ إِلَّا الطَّيِّبَ.<br />Dari Abu Hurairah r.a, ia telah berkata,”Rasulullah SAW bersabda,”Barangsiapa yang bersedekah sebesar biji kurma dari usaha yang baik maka Allah SWT pasti akan membalasnya dengan yang lebih dari itu.(HR. Bukhari, Muslim dan yang lainnya)<br /><br />h. Hendaknya memilih untuk shadaqah yang akan diberikan orang-orang yang berhak menerima zakat dengan memiliki sifat-sifat berikut :<br />• Memilih mustahiq yang paling takwa dan memalingkan diri dari kemewahan dunia untuk mendapatkan kebahagiaan akhirat <br />• Hendaknya memilih mustahik yang ahli ilmu; karena sesungguhnya pemberian itu akan menolongnya untuk menuntut ilmu, dan menuntut ilmu itu adalah ibadah yang paling baik.<br />• Ketakwaann dan ilmunya tentang ketauhidan sungguh-sungguh, ketauhidannya dapat dilihat dari sikapnya ketika mendapatkan pemberian, ia akan selalu memuji Allah SWT dan bersyukur kepada-Nya, ia akan selalu melihat bahwa ni’mat tersebut (pemberian) adalah dari Allah SWT walaupun melalui tangan seorang hamba, dan syukur yang sesungguhnya adalah ketika seorang hamba telah meyakini bahwa semua ni’mat itu datangnya dari Allah SWT.<br />• Hendaknya dari kalangan kerabat, sehingga pemberian tersebut bukan saja sebagai shadaqah, melainkan sebagai wasilah untuk menyambungkan tali shilaturahim,dan pada shilaturahim itu ada pahala yang tak terhingga.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.6 Kisah Teladan Seputar Zakat </span><br />Setelah Rasulullah SAW wafat, kemudian diangkatlah Abu Bakar ash-Shiddiq sebagai khalifah yang pertama, dan pada awal masa pemerintahannya, banyak dikalangan kaum Quraisy yang kembali murtad, sehingga mereka enggan untuk membayar zakat. Maka kondisi tersebut oleh Abu Bakar tidak dibiarkan, melainkan ia memutuskan untuk memerangi mereka. Sebagian sahabat tidak setuju terhadap keputusan Abu Bakar semacam itu, akan tetapi Abu Bakar tetap teguh pada pendiriannya, dan hal itu terlihat dari ucapannya,”Demi Allah seandainya mereka menolak untuk membayar anak kambing yang dulu biasa mereka bayarkan kepada Rasulullah SAW, maka akulah yang akan memerangi mereka karena penolakannya tersebut. Ketika melihat pendirian Abu Bakar tersebut, maka semua sahabat mendukung sikap Abu Bakar tersbut.Informasi Masjidhttp://www.blogger.com/profile/07054991351118464618noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7547856359009080478.post-50417473402880570102011-09-22T13:47:00.002+07:002011-09-22T13:52:25.593+07:00Modul 7: Shalat dan Filosofinya<span style="font-weight:bold;">1.1 Kedudukan Shalat dalam Islam </span><br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.Shalat merupakan salah satu rukun Islam yang lima</span>, ia adalah amal yang paling utama setelah dua kalimah syahadat, hal itu didasarkan kepada hadits Rasulullah SAW,<br />بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ.<br />Islam itu dibangun di atas lima pondasi, yaitu, persaksian bahwa tidak ada ilah kecuali Allah dan Muhammad itu adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan shalat, haji dan shaum Ramadhan. (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi Ahmad dan yang lainnya.)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">2. Sholat merupakan tiang agama</span>, ketika sholat itu didirikan, maka kesilaman seseorang akan menjadi kuat, akan tetapi manakala shalat itu ditinggalkan atau dilalaikan (pelaksanaan dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya), maka keislaman seseorang pun akan hancur.<br /><br />مَنْ أَسْلَمَ سَلِمَ وَعَمُوْدُهُ الصَّلاَةُ ، وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ.<br />Barangsiapa yang masuk Islam, maka ia akan selamat, dan tiangnya (Islam) adalah sholat, sedangkan yang meninggikan martabatnya adalah jihad fi sabilillah." (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah Ahmad, Hakim Thabrani dan Baihaqi)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">3. Shalat merupakan amalan pertama kali yang akan dihisab pada hari kiamat, </span>sebagaimana dalam sabda Nabi SAW,<br />إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَلاَتُهُ ، فَإِنْ كَانَ أَكْمَلَهَا كُتِبَتْ لَهُ كَامِلَةً ، وَإِنْ لَمْ يُكْمِلْهَا قَالَ اللَّهُ تَعَالَى لِمَلاَئِكَتِهِ : هَلْ تَجِدُونَ لِعَبْدِى تَطَوُّعًا تُكَمِّلُوا بِهِ مَا ضَيَّعَ مِنْ فَرِيضَتِهِ.<br />Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya, jika ia menyempurnakannya, maka dituliskan baginya pahala yang sempurna, dan jika tidak menyempurnakannya, maka Allah berfirman kepada para Malaikat,”Apakah kalian mendapati pada hamba-Ku itu amalan sunnah, sehingga kalian menyempurnakan dengannya apa-apa yang kurang dari amalah yang wajibnya.(HR. Ahmad dan Baihaqi) <br /><br /><span style="font-weight:bold;">4. Shalat merupakan penghapus dosa</span>, Rasulullah SAW bersabda,<br />مَا مِنْ امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلَاةٌ مَكْتُوبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهَا وَخُشُوعَهَا وَرُكُوعَهَا إِلَّا كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهَا مِنْ الذُّنُوبِ مَا لَمْ يُؤْتِ كَبِيرَةً وَذَلِكَ الدَّهْرَ كُلَّه.ُ<br />Tidak ada seorang Muslim yang datang menghadiri shalat wajib, lalu ia membaguskan (menyempurnakan) wudlunya, kekhusyuannya dan rukunya, melainkan shalatnya itu akan menjadi kifarat (penghapus) atas dosa-dosa yang telah dilakukan sebelumnya, selama ia tidak mengerjakan dosa besar, dan hal itu berlaku untuk sepanjang zaman. (HR. Muslim, Ahmad dan yang lainnya)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.2 Philosofi Shalat <br />1.2.1 Untuk Mengingat Allah</span><br />Shalat merupakan sarana untuk mengingat-ingat karunia Allah yang sedemikian banyak, termasuk diri kita sebagai makhluk ciptaan-Nya. Maka sebagai rasa terima kasih atau rasa syukur kita kepada-Nya. <br />Allah SWT berfirman,<br />إِنَّنِى أَنَا اللهُ لآإِلَهَ إِلآأَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلاَةَ لِذِكْرِي.<br />Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Ilah (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. (QS. Thaha (20) :14)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.2.2 Mencegah dari Perbuatan Keji dan Munkar </span><br />وَأَقِمِ الصَّلاَةَ إِنَّ الصَّلاَةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ <br />Dan dirikanlah shalat.Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.(QS. Al-Ankabut (29) : 45)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.3 Makna-makna Batin dalam Shalat </span><br />Yang dimaksud makna bathin dalam shalat adalah menghadirkan hati atau khusyu’ di dalam shalat. Menghadirkan hati dalam shalat merupakan penyempurna untuk nilai shalat di hadapan Allah SWT, sehingga shalat yang hanya memenuhi syarat dan rukun saja tanpa menghadirkan hati di dalamnya, maka shalat tersebut hanya berstatus sah saja secara hukum. Adapun kualitas nilainya akan sangat ditentukan dengan sampai sejauh mana kehadiran hati di dalam shalat tersebut. Semakin sanggup seorang hamba menghadirkan hati dalam shalatnya, maka shalat tersebut akan semakin bernilai di sisi Allah SWT, demikian pula sebaliknya.<br /><br />Di antara ayat al-Qur’an yang mengharuskan kehadiran dalam shalat, di antaranya :<br />وَاذْكُر رَّبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِفْيَةً وَدُونَ الْجَهْرِمِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَاْلأَصَالِ وَلاَتَكُن مِّنَ الْغَافِلِينَ.<br />Dan sebutlah (nama) Rabbmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. (QS. Al-A’raf (7) :205)<br /><br />Dari ayat di atas, terlihat jelas bahwa orang yang melaksanakan shalat dituntut untuk senantiasa berupa menghadirkan bathin atau hati dalam shalat,; karena ketika hati itu lalai dalam shalat, berarti makna, hakikat dan kekhusyuan shalat tersebut tidak tercapai. Dan itu semua tidak bisa terealisasi, maka akan berdampak kepada kerusakan prilaku sehari-hari. Imam Al-Ghazali mengatakan,”Apabila hati itu khusyu’ dalam shalat, maka anggota badan atau tingkah laku sehari-hari akan menjadi baik.”.<br />Ketika tingkah laku seseorang dalam kesehariannya belum baik, berarti kualitas kekhuysuan shalatnya harus ditingkatkan; karena shalat yang sesungguhnya harus mampu memberikan pengaruh positif dalam kehidupan sehari-hari.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.4 Sebab-Sebab Makna Bathin </span><br />Di antara sebab-sebab yang dapat menghadirkan makna bathin dalam shalat adalah ;<br /> Memahami bacaan shalat setelah menghadirkan hati di dalamnya, akan ditentukan dengan keseriusan dalam memalingkan pikiran dan ingatan untuk mengetahui makna bacaan shalat tersebut, dan berupaya untuk mengendalikan hati yang telah dihadirkan dalam shalat itu dari hal-hal yang dapat memalingkannya.<br /><br /> Mengagungkan Allah. Mengagungkan Allah merupakan keadaan hati yang muncul dari dua kesadaran, yaitu : pertama, menyadari keagungan Allah SWT dan ketinggian-Nya, di mana itu merupakan dasar keimanan; karena sesungguhnya orang yang tidak menyadari keagungan Allah SWT, maka akan sangat sulit untuk menundukkan dirinya agar mengagungkan-Nya. Kedua, menyadari kehinaan diri dan kekotorannya, karena dengan kesadaran itu seorang hamba akan terdorong untuk mengagungka Allah SWT, setelah menyadarai betapa Allah itu maha agung dan maha tinggi.<br /><br /> Al-khouf atau takut akan adzab Allah SWT, ini adalah keadaan hati seorang hamba yang muncul setelah hamba tersebut mengetahui dan meyakini kekuasaan Allah SWT, dan menyadari pula bahwa kekuasaan Allah itu tidak akan pernah berkurang.<br /><br /> Ar-Raja` (mengharap rahmat Allah SWT). Penyebab munculnya ar-Raja` adalah meyakini dan menyadari kelembutan Allah dan kemuliaan-Nya serta nikmat-Nya yang menyeluruh, termasuk janji Allah Allah SWt bagi hamba-hamba-Nya yang melaksanakan shalat (surga). Apabila keyakinan tersebut telah didapatkan, melalui janji dan pengetahuan akan kelembutan-Nya, niscaya keduanya akan melahirkan ar-Raja` dalam hati.<br /><br /> Al-Hayaa` (merasa malu). Perasaan malu akan muncul dalam hati seseorang apabila mengetahui dan menyadari kekurangan diri dalam ibadah, termasuk dalam menjalankan shalat. Munculnya rasa malu juga diperkuat oleh kesadaran diri terhadap aib dan kelalaian-kelalaian yang dilakukannya serta ketidak-ikhlasan dalam beramal. Maka semakin sering orang melakukan kemaksiatan berarti ia semakin tidak menyadari kekurangannya, dan pada gilirannya akan semakin tidak malu untuk melakukan berbagai kemaksiatan, dan ketika itu terjadi, berarti ia tidak malu lagi dengan Yang Maha Kuasa.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.5 Hal-hal yang Dimakruhkan dalam Shalat </span><br />Untuk mendapatkan kesempurnaan shalat dari sisi hukum, bukan hanya syarat, rukun atau sunnah-sunnah yang harus diperhatikan, akan tetapi hal-hal yang dimakruhkan di dalam shalat juga harus diperhatikan. Adapun hal-hal yang dimakruhkan dalam shalat itu di antaranya :<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1. Menengadahkan pandangan ke atas</span>. Hal ini ber-dasarkan sabda Rasulullah SAW<br />مَا بَالُ أَقْوَامٍ يَرْفَعُونَ أَبْصَارَهُمْ إِلَى السَّمَاءِ فِي صَلَاتِهِمْ فَاشْتَدَّ قَوْلُهُ فِي ذَلِكَ حَتَّى قَالَ لَيَنْتَهُنَّ عَنْ ذَلِكَ أَوْ لَتُخْطَفَنَّ أَبْصَارُهُمْ.<br />"Apa yang membuat orang-orang itu mengangkat peng-lihatan mereka ke langit dalam shalat mereka? Hendak-lah mereka berhenti dari hal itu atau (kalau tidak), nis-caya akan tersambar penglihatan mereka." (HR. Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkannya dengan makna yang sama) <br /><br /><span style="font-weight:bold;">2. Menoleh atau melirik, terkecuali apabila diperlukan</span>. Hal ini berdasarkan perkataan Aisyah radhiallaahu anha. Aku ber-tanya kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam tentang seseorang yang me-noleh dalam keadaan shalat, beliau menjawab: <br />عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الِالْتِفَاتِ فِي الصَّلَاةِ فَقَالَ هُوَ اخْتِلَاسٌ يَخْتَلِسُهُ الشَّيْطَانُ مِنْ صَلَاةِ الْعَبْدِ.<br />"Itu adalah pencurian yang dilakukan syaitan dari shalat seorang hamba." (HR. Al-Bukhari dan Abu Daud, lafazh ini dari riwayatnya) <br /><br /><span style="font-weight:bold;">3. Menyapu kerikil yang ada di tempat sujud (dengan tangan) dan meratakan tanah lebih dari sekali</span>. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW<br />عَنْ مُعَيْقِيبٍ قَالَ ذَكَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَسْحَ فِي الْمَسْجِدِ يَعْنِي الْحَصَى قَالَ إِنْ كُنْتَ لَا بُدَّ فَاعِلًا فَوَاحِدَةً<br />"Dari Mu'aiqib, ia berkata, 'Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam menyebutkan tentang menyapu di masjid (ketika shalat), maksudnya menyapu kerikil (dengan telapak tangan). Beliau bersabda, 'Apabila memang harus berbuat begitu, maka hendaklah sekali saja'." (HR. Muslim) <br /><br /><span style="font-weight:bold;">4. Shalat sambil menahan buang air kecil atau besar</span>, dan sebagainya yang mengganggu ketenangan hati. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW<br />لَا صَلَاةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ وَلَا هُوَ يُدَافِعُهُ الْأَخْبَثَانِ.<br />"Tidak sempurna shalat (yang dikerjakan setelah) makanan dihidangkan dan shalat seseorang yang menahan buang air kecil dan besar." (HR. Muslim) <br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.6 Cara untuk Menghadirkan Hati dalam Shalat</span><br />Sesungguhnya, seorang Mukmin harus senantiasa mengagungkan Allah SWT, takut akan adzab-Nya, selalu mengharap rahmat-Nya dan merasa malu atas kelalaian dirinya. Keadaan ini tidak akan hilang setelahnya seorang hamba memiliki sebuah keyakinan yang kuat, karena semuanya muncul dari sebuah keimanan, maka keimanan yang kuat akan menjadi dasar untuk memunculkan semua sikap tersebut. Ketika itu semua (mengagungkan Allah, takut kepada-Nya, mengharap rahmat-Nya dan rasa malu kepada-Nya) tidak ada didalam sholat, maka akan mengakibatkan lalainya hati dari shalat itu sendiri, dan tidak ada yang melalaikan hati dari shalat, kecuali urusan-urusan yang bersifat duniawi. <br /><br />Maka tidak ada obat lain untuk dapat menghadirkan hati dalam shalat, kecuali membentengi hati dari urusan-urusan duniawi, khususnya ketika akan melaksanakan shalat, termasuk ditengah-tengah pelaksanaan shalat; karena hati ini terkadang dipermulaan amal khusyu’, akan tetapi di tengah-tengah pelaksanaan amal menjadi berubah. Sehingga pengawasannya pun harus dilakukan sejak awal, ditengah-tengah dan di akhir pelaksanaan amal, hal tersebut diungkapkan oleh Imam Al-Ghazali.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.7 Kisah Teladan Seputar Shalat</span><br /><br /><span style="font-weight:bold;">• Sa’id bin Al-Musayyab</span>, seorang pembesar Tabi’in, ia memiliki perhatian yang sangat besar terhadap shalat lima waktu, ia tidak pernah mendengar adzan kecuali dirinya telah siap untuk sholat berjama’ah di mesjid. Pada suatu ketika ia ditimpa sakit dan menghantarkannya keharibaan Allah AWT, pada saat ia sakarotul maut , putrinya menangisi keadaan beliau, akan beliau masih sempat memberikan semangat kepada putrinya dengan perkataannya: wahai putriku janganlah engkau menangisi kematianku, karena sesungguhnya aku sejak empat puluh tahun tidak pernah mendengar seorang muadzin melantunkan adzan di mesjid, kecuali aku telah berada di dalam mesjid untuk sholat berjamaah.<br /><br />• Dikisahkan, seorang zahid yang ahli ibadah (<span style="font-weight:bold;">Al-Ahmasy</span>), ia selalu memotivasi puterinya untuk selalu memelihara shalat dengan melaksanakannya diawal waktu. Pada suatu hari, ia berkata kepada puterinya,”Demi Allah, wahai puteriku! Aku tidak pernah ketinggalah takbiratul ihram untuk shalat berjamaah selama empat puluh tahun.”<br /><br />• Dari kisah-kisah di atas, kita bisa melihat semangat Ulama Salaf dalam melakukan ibadah (shalat) diawal waktu. Bagi mereka shalat bukan hanya sebagai kewajiban, akan tetapi mereka menganggapnya sebagai kebutuhan yang tidak bisa ditunda, sehingga mereka tidak rela kalau harus ketinggalan shalat berjamaah di mesjid.Informasi Masjidhttp://www.blogger.com/profile/07054991351118464618noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7547856359009080478.post-85714377847432223692011-09-22T13:40:00.003+07:002011-09-22T13:45:39.874+07:00Modul 6: Mengenal Manusia (Ma'rifatul Insan)<span style="font-weight:bold;">1.1 Definisi (ta’rif) Insan</span><br />Manusia dapat didefinisikan sebagai makhluk Allah SWT yang terdiri dari ruh dan jasad yang muliakan Allah SWT dengan posisi sebagai khalifah di muka bumi dan bertugas untuk mengabdi kepada-Nya.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.2 Hakekat Insan (Manusia) </span><br />Manusia itu terdiri dari ruh dan jasad. Dan ruh yang hidup dalam daging dan tulang-belulang, ia memiliki nilai lebih besar daripada seluruh alam kebendaan. Meskipun ruh dan jiwa berkaitan dengan jasad yang berupa benda, namun adanya manusia adalah berkat adanya ruh. Dan ruh adalah asal dan sumber kepribadian manusia, seolah-olah seluruh alam wujud ini diciptakan Allah SWT untuk membentuk manusia agar dapat mengenal hakekat dirinya. <br /><br />Ruh manusia itu berasal dari alam arwah (alam yang hakikatnya tidak dapat diketahui oleh manusia di mana tempatnya), sedangkan jasmani berasal dari tanah. Setelah keduanya digabung menjadi satu, manusia dimasukkan ke alam yang ke dua yaitu alam rahim (alam kandungan). Setelah terlahir dari perut ibunya, manusia memasuki alam ke tiga yaitu alam dunia (alam fana). Di alam dunia ini manusia akan tinggal untuk sementara sesuai dengan jatah umur yang diberikan oleh Allah SWT.<br />أَوَلَمْ يَتَفَكَّرُوا فِي أَنفُسِهِم مَّاخَلَقَ اللهُ السَّمَاواتِ وَاْلأَرْضَ وَمَابَيْنَهُمَآ إِلاَّ بِالْحَقِّ وَأَجَلٍ مُّسَمَّى وَإِنَّ كَثِيرًا مِّنَ النَّاسِ بِلِقَآئِ رَبِّهِمْ لَكَافِرُونَ.<br />Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka?, Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan.Dan sesungguhnya kebanyakan diantara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Rabbnya. (QS. Ar-Rum (30) : 8).<br />Kemudian setelah manusia mati, baik secara husnul khatimah maupun suul khatimah, ia akan memasuki alam ke empat, yaitu alam kubur (alam barzakh). Di alam ke empat ini manusia akan tinggal sampai tiba hari kiamat atau hari kebangkitan (yaumul ba’ts). Setelah dibangkitkan kembali, manusia akan memasuki alam yang ke lima yaitu padang Mahsyar. Dan di padang Mahsyar inilah semua manusia akan mempertanggungjawabkan seluruh amal perbuatannya selama hidup di dunia. <br /><br />Apabila ia berbuat baik selama hidupnya, maka surgalah bagiannya, dan apabila selama hidupnya banyak berbuat maksiat, maka nerakalah yang akan menjadi tempat kedudukannya. Surga dan neraka adalah alam yang ke enam setelah alam Mahsyar.<br />Islam menghendaki supaya manusia, selama hidup di dunia selalu berada pada martabat yang luhur. Islam memandang, bahwa manusia sebagai makhluk hidup yang memiliki roh, akal dan hati. Islam juga hendak meningkatkan manusia dari makhluk yang hanya memiliki rasa indra seperti alam tumbuh-tumbuhan, alam hewani dan terus meningkatkannya, sehingga menjadi makhluk yang berakal, berperasaan dan rasa indra. Islam menghendaki, agar manusia menjadi anggota yang berdaya guna bagi masyarakatnya.<br />Dengan akal yang dimilikinya, dalam pandangan Islam, manusia tidak hanya dimuliakan karena ia berbeda dari makhluk yang lainnya, akan tetapi ia dimuliakan karena kualitas kehidupannya di dunia. Kualitas kehidupan manusia tersebut, ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pengabdiannya kepada sang pencipta, Allah SWT; karena pada dasarnya manusia diciptakan hanya untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT. Semakin baik pengabdiannya kepada Allah SWT, maka ia akan semakin baik dan mulia kedudukannya di sisi Allah SWT. Akan tetapi apabila manusia itu tidak sanggup memerankan sebagai hamba Allah yang baik yang selalu meningkatkan pengabdian kepada-Nya, maka ia akan lebih hina sekalipun harus dibandingkan dengan makhluk Allah yang bernama hewan. <br />Oleh karena itu, maka sudah seharusnya sebagai manusia yang beriman mengoptimalkan anugerah Allah SWT berupa pendengaran, penglihatan dan hati untuk mendengar, melihat dan memahami ayat-ayat Allah SWT, agar keimanan senantiasa bertambah, sehingga terus bersemangat untuk membelkali diri dengan ketakwaan atau pengabdian kepada Allah SWT dalam rangka menyongsong kehidupan yang abadi di akhirat kelak dengan penuh kebahagiaan dan kesejahteraan.<br /><br />Sesungguhnya, tidak ada lagi perbekalan yang akan meninggikan derajat manusia di dunia dan di akhirat kelak, kecuali bekal ketakwaan, sebagaimana firman Allah SWT,<br />وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَاأُوْلِي اْلأَلْبَابِ.<br />Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (QS. Al-Baqarah (2) :197)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.3 Potensi Manusia (Thaqatul insan) </span><br />Di antara potensi-potensi yang telah dianugerahkan Allah SWT kepada manusia adalah :<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.3.1 Pendengaran, Penglihatan dan Hati</span><br />وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ.<br />Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS. An-Nahl (16) :78)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.3.2 Akal </span><br />Di antara semua makhluk yang ada di dunia, manusia adalah makhluk yang paling sempurna, baik dari segi fisik maupun pemikiran. Makhluk yang mendekati kesemurnaan manusia adalah hewan, namun ia hanya sanggup mendekati tidak mungkin menyamai kesempurnaan manusia.<br /><br />Kesempurnaan manusia adalah karena manusia diberi akal oleh Allah SWT, sehingga ia memiliki kemampuan untuk memahami siapa dirinya, dan siapa Allah SWT dan untuk sebenarnya ia diciptakan, di mana dengan pemahaman ini akan menghantarkannya kepada kemuliaan yang sesungguhnya, dan bukan hanya mulia dari sisi penciptaannya saja.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.3.3 Jasad</span><br />Jasad atau anggota tubuh merupakan bagian dari potensi yang dimiliki oleh manusia, untuk membuktikan keimanan dan keislamannya dengan perbuatan. Apa yang telah dilihat oleh hamba, didengar dan difahami dengan akalnnya dari syriat Islam melalui ayat-ayat Allah SWT, kemudian ditentukan oleh hatinya mana yang harus dipilih dan dilakukan, maka giliran jasadlah selanjutnya untuk membuktikan dengan perbuatan.<br /><br />Dengan demikian sesungguhnya potensi yang diberikan kepada manusia sudah sangat sempurna, tinggal bagaimana manusia itu mengoftimalkan potensi tersebut untuk menjadi manusi yang paling mulia baik didunia ataupun diakhirat kelak dihadapan mahkamah Allah SWT. <br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.4 Hakekat Ibadah </span><br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.4.1 Makna Ibadah </span><br />Para ulama tauhid dan ulama ushul fiqh meberikan definisi ibadah, bahwa ibadah adalah sebuah nama atau sebutan untuk segala sesuatu, baik ucapan ataupun perbuatan, yang dicintai dan diridloi oleh Allah SWT baik yang nampak ataupun tidak. Ibadah adalah suatu cara untuk mensucikan jiwa dan amal perbuatan manusia, dan ia merupakan prilaku atau tata cara kehidupan seseorang berdasarkan keikhlasan hati sambil mengharap rahmat dan keridlaan Allah Ta’ala. <br /><br />Mereka mengklasipikasikan ibadah menjadi dua bagian, yaitu ibadah mahdlah dan ghair mahdlah. Ibadah mahdlah adalah ibadah yang dikerjakan secara langsung berhubungan dengan Allah, seperti shalat, shaum dan haji. Sedangkan ibadah ghair mahdlah adalah ibadah yang tidak berhubungan langsung dengan Allah SWT, namun ada hubungannya dengan manusia terlebih dahulu, seperti zakat, infaq dan shadaqah.<br /><br />Pada dasarnya, ibadah dalam pandangan Islam memiliki pengertian yang sangat luas, sehingga ia bukan hanya shalat, shaum, zakat atau haji, akan tetapi segala aktifitas kehidupan yang akan menghantarkan manusia kepada kecintaan dan keridlaan Allah SWT diluar rukun Islam yang disebutkan tadi seperti tolong-menolong, berdakwah, mengajarkan Al-Qur’an, melakukan pembinaan terhadap generasi muda dan lain sebagainya, itu semua dikatagorikan ibadah.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.4.2 Rukun-rukun Ibadah </span><br />Pertama, kecintaan yang utuh terhadap al-Ma’bud (Allah SWT). Allah SWT berfirman,<br />وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللهِ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا أَشَدُّ حُبًّا للهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ للهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ.<br />Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapan orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada Hari Kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksa-Nya (niscaya mereka menyesal). (QS. Al-Baqarah (2) :165)<br /><br />Kedua, pengharapan yang sempurna terhadap al-Ma’bud (rahmat-Nya). Allah SWT berfirman,<br />أُوْلَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا.<br />Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Rabbmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti. (QS. Al-Israa` (17) : 57)<br /><br />Ketiga, rasa takut yang sangat terhadap al-Ma’bud (dari adzab-Nya). Allah SWT berfirman,<br />أُوْلَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا.<br />Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Rabbmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti. (QS. Al-Israa` (17) : 57)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.4.3 Syarat diterimanya Ibadah </span><br />Ibadah tidak akan diterima, kecuali memenuhi dua syarat, yaitu :<br />Pertama, Ikhlas dalam melakukan ibadah semata-mata mengharap ridla Allah SWT.<br />Sesungguhnya Allah SWT tidak akan menerima ibadah seorang hamba, kecuali ibadah tersebut dilakukan dengan penuh keikhlasan, hanya untuk mendapatkan keridlaan-Nya. Ketika seorang hamba melakukan suatu ibadah, tetapi niat yang ada di dalam hatinya adalah riya (ingin dilihat orang lain), atau sum’ah (ingin didengar), atau ingin dikatakan pahlawan, sehingga banyak disebut-sebut orang dan lain sebagainya, itus semua merupakan indikasi ketidak-ikhlasan dalam melakukan suatu ibadah. Oleh karena itu, Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya, agar kita tidak melakukan ibadah, kecuali semata-mata mengharap keridlaan-Nya.<br /><br />وَمَآأُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ<br />Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam(menjalankan) agama ..(QS. Al-Bayyinah (98) : 5)<br />Kedua, mengikuti sunnah Rasulullah SAW.<br /><br />Syarat yang ke dua untuk diterimanya suatu ibadah adalah, bahwa ibadah tersebut harus sesuai dengan apa yang dicontohkan dan diperintahkan Rasulullah SAW; karena Allah SWT tidak akan pernah menerima suatu ibadah kecuali sesuai dengan contoh Rasulullah SAW.<br />Setiap ibadah yang dilakukan oleh seorang hamba tidak bisa dilakukan dengan sembarangan, karena hal itu tidak dapat dibenarkan menurut syari’at. Ketika kita melaksanakan shalat-shaum, zakat dan haji harus senantiasa berdasarkan contoh Rasulullah SAW; jika tidak maka kita hanya akan mendapatkan capeknya saja. Hal itu pernah digambarkan oleh Baginda Rasulullah SAW, ada di antara umat Islam yang shalatnya hanya membuahkan capeknya saja dan ketika mereka shaum, hanya mendapatkan lapar dan dahaganya saja.<br /><br />Dalam realita kehidupan beribadah di tengah-tengah masyarakat, bahkan di kalangan para santri dan santriwati, terkadang muncul sebuah pernyataan, aku melakukan ibadah seperti ini karena guruku juga melakukannya, atau karena ustadz fulan juga membolehkannya, atau keluargaku sudah turun-temurun melakukan ibadah dengan cara seperti ini.<br /><br />Prinsip melakukan ibadah seperti itu, tentunya tidak sesuai dengan apa yang telah Allah SWT tetapkan, bahwasannya, bahwa ibadah yang dilakukan oleh seorang hamba harus sesuai dengan apa yang telah diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW, karena beliau sebagai utusan Allah, memiliki tugas menyampaikan sekaligus menjelaskan risalah Allah SWT, termasuk juga menjelasakan permasalahn ibadah, oleh karena itu, ibadah yang dilakukan oleh seseorang tanpa berdasarkan kepada contoh Rasulullah SAW, walaupun berargumentasi dengan menyebut, unstadznya, orang tuanya, ataupun siapa saja, sebenarnya itu semuanya merupakan bentuk taklid buta dengan tanpa mengetahui dasar –dasar yang sesungguhnya dari Rasulullah SAW.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.4.4 Tujuan Ibadah </span><br />Ibadah yang dilakukan oleh seorang hamba, pada dasarnya memiliki tujuan :<br /><span style="font-weight:bold;">Pertama</span>, untuk memperlihatkan perasaan hina di hadapan Allah SWT, sehingga diharapkan muncul dalam dirinya sebuah prinsip, bahwa Allah lah satu-satunya Dzat Yang Maha Mulia. Dan seorang hamba tidak dibenarkan untuk bersikap sombong; karena pada dasrnya, tidak ada seorang hambapun yang paling mulia dihadapan Allah SWT, apapun bangsanya, warna kulitnya, ataupun kedudukannya, semuanya tidak akan menjadikannya mulia di hadapan Allah SWT, kecuali dibarengi dengan kualitas ketakwaan yang sesungguhnya (melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya).<br /> Allah SWT berfirman,<br />يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ.<br />Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS. Al-Hujuraat (49) :13)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Kedua</span>, memperlihatkan rasa cinta yang sesungguhnya kepada Allah SWT. Rasa cinta merupakan anugerah dari Allah SWT, oleh karenanya, harus senantiasa disyukuri dan diarahkan atau diporsikan sesuai dengan kehendak Dzat Yang Memberikannya.<br /><br />Doktor A’id Al-Qarni mengatakan,”Cinta itu secara umum dibagi kepada dua katagori, yaitu, cinta yang bersifat fitrah, seperti cinta kepada harta, anak, orang tua, lawan jenis dan lain sebagainya. Semua itu tidak membutuhkan upaya untuk memunculkan rasa cinta kepadanya. Dan yang ke dua adalah cinta yang harus diusahakan (mahabbah muktasabah), yaitu kecintaan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Kecintaan tersebut, adalah kecintaan yang paling tinggi derajatnya; karena kecintaan yang seperti ini membutuhkan perjuagan atau pengirbanan dalam mewujudkannya, bahkan kecintaan yang sifatnya fitrah, walaupun secara syari’at tidak dilarang, akan tetapi tidak boleh menghalangi kecintaan seorang hamba kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.<br /><br />Kecintaan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya harus senantiasa dinomor-satukan; sebab sikap seperti adalah ciri has daripada orang-orang yang beriman. Ketika seorang hamba lebih mengedepan kecintaan fitrahnya daripada kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya, seperti lebih mencitai harta, kedudukan, pekerjaannya dan lain sebagainya.maka itu semua merupakan fenomena kelemahan iman. Allah SWT berfirman,<br />وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللهِ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا أَشَدُّ حُبًّا للهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ للهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ.<br />Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapan orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada Hari Kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksa-Nya (niscaya mereka menyesal). (QS. Al-Baqarah (2) :165) <br /><br /><span style="font-weight:bold;">Ketiga</span>, memperlihatkan rasa takut kepada Allah SWT (dari adzab-Nya), dan memperlihatkan pengharapan yang seutuhnya kepada rahmat-Nya.<br />Dalam kehidupan sehari-hari, hamba Allah SWT selalu dibarengi dengan dua perasaan, yaitu perasaan takut dan berharap. Namun demikian, bagi seorang hamba yang selalu istiqamah untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT, tentunya rasa takut tersebut akan dapat dihindarkan, ia akan selalu memiliki keyakinan bahwa tidak ada yang perlu ditakuti dalam hidup ini, kecuali terjerembabnya diri ke dalam kemaksiatan; karena ketika itu terjadi, berarti adzab Allah lah yang akan menimpa dirinya.<br /><br />Bagi seorang yang beriman, tidak ada lagi yang ditakuti dalam hidunya, kecuali adzab Allah SWT, dan adzab itu akan menimpa disebabkan oleh perbuatan maksiat kepada-Nya. Maka ibadah yang dilakukan oleh seorang hamba, pada dasarnya merupakan implementasi dari rasa takut akan adzab Allah SWT, dan sekaligus akan menghantarkan hamba kepada rahmat Allah SWT yang selalu diharapkan sepanjang hidupnya. <br /><br />Sesungguhnya, tidak ada kebahagiaan dan kesuksesan yang hakiki, kecuali ketika seorang hamba selalu berada dalam rahmat dan maghfirah Allah SWT yang diraih dengan sikap istikomah dalam keimanan, perubahan ke a rah yang lebih positip dan selalu memohon ampun ketika lalai, juga berupaya keras untuk tetap berada dijalan Allah SWT.<br />Allah SWT berfirman,<br />إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَةَ اللَّهِ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ.<br />Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah (2) :218)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Keempat</span>, memperlihatkan rasa syukur yang mendalam terhadap semua ni’mat Allah SWT yang telah diberikan.<br />Pengakuan dan kesadaran akan ni’mat Allah SWT dalam kehidupan, akan mendorong seorang hamba untuk mengakui kelemahan dan kebutuhannya kepada Allah SWT yang telah memberikan semua ni’mat-Nya, karena seorang hamba tidak akan bisa terlepas dari ni’mat tersebut. Ini berarti bahwa seorang hamba akan selalu membutuhkan Allah SWT, karena Dialah yang maha pemberi ni’mat. Dengan demikian diharapkan hambapun akan selalu berupaya untuk melaksanakan apa yang dikehendaki oleh pemberi ni’mat itu.<br />Allah SWT Dzat yang telah memberikan ni’mat menuntut dari hamba-Nya agar selalu bersyukur atas ni’mat tersebut. Para ulama menjelaskan bahwa bersyukur yang sesungguhnya atas ni’mat adalah menggunakan ni’mat tersebut sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah SWT, dan untuk membuktikannya tidak ada cara lain kecuali dengan beribadah kepada-Nya, sehingga segala sesuatu yang telah Allah anugrahkan harus digunakan dalam rangka meraih keridloan dan kecintaan Allah SWT untuk mendapatkan kebahagiaan hidup diakhirat.<br /><br />Allah SWT berfirman.<br />وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الآخِرَةَ وَلا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الأرْضِ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ.<br />Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qashshash (28) : 77<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.5 Kisah Teladan Seputar Ma’rifatul Insan </span><br />Dalam Al-Qur’an dikisahkan mengenai kehidupan seorang Nabi Allah yang bernama Yusuf bin Ya’qub ketika ia berada di lingkungan istana tempat di mana ia dirawat dan dibesarkan. Yusuf adalah seorang nabi yang sangat tanpan, sehingga dengan ketampanannya, istri majikan yang merawatnya sampai tergoda dan tergila-gila olehnya.<br />Pada suatu ketika istri majikannya bermaksud menggoda Yusuf untuk melakukan perbuatan tidak senonoh dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengannya, andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Rabbnya, seingga ia berpaling dari kemungkaran dan kekejian tersebut. <br /><br />Dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu dan istri majikannya itu menarik baju gamis Yusuf dari belakang hingga koyak dan kedua-duanya mendapati suami wanita itu dimuka pintu. Wanita itu berkata:"Apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud serong dengan isterimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan azab yang pedih". Yusuf berkata:"Dia menggodaku untuk menundukkan diriku (kepadanya)", <br />Dalam pada itu, seorang saksi dari keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya:"Jika baju gamisnya koyak di muka, maka istri majikannya itu benar, dan Yusuf termasuk orang-orang yang dusta. Dan jika baju gamisnya koyak di belakang, maka istri majikannya itulah yang dusta, dan Yusuf termasuk orang-orang yang benar". <br /><br />Maka tatkala majikan Yusuf itu melihat baju gamis Yusuf koyak di belakang berkatalah dia:"Sesungguhnya (kejadian) itu adalah di antara tipu daya kamu, sesungguhnya tipu daya kamu adalah besar". Selanjutnya majikan Yusuf berkata,”(Hai) Yusuf :"Berpalinglah dari ini, dan kamu hai isteriku mohon ampunlah atas dosamu itu kepada Allah; karena kamu sesungguhnya termasuk orang-orang yang berbuat salah". <br />Kejadian tersebut diam-diam telah tersiar ke luar istana, sehingga wanita-wanita di kota berkata:"Isteri Al-Aziz menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya (kepadanya), sesungguhnya cintanya kepada bujangnya itu adalah sangat mendalam. Sesungguhnya kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata". <br /><br />Maka tatkala istri majikan yusuf mendengar cercaan mereka, diundangnyalah wanita-wanita itu dan disediakannya bagi mereka tempat duduk, dan diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah pisau (untuk memotong jamuan), kemudian dia berkata (kepada Yusuf):"Keluarlah (nampakkanlah dirimu) kepada mereka". Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan rupa)nya, dan mereka melukai (jari) tangannya dan berkata:"Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia".<br /><br />Singkat cerita, Yusuf pun dipenjarakan oleh majikannya, namun hal itu tidak membuat Yusuf bersedih atau berontak, akan tetapi ia segera memohon kepada Allah SWT,"Wahai Rabbku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk ( memenuhi keinginan mereka ) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh".<br />Dari kisah tersebut, dapat diambil hikmahnya, bahwa secara fitrah memang manusia memiliki kecendrungan untuk melakukan hal-hal yang menurut perasaan dan hawa nafsunya baik lagi menyenangkan. Seandainya tanpa ada bimbingan wahyu dan kecerdasan akalnya, maka sudah barang tentu hawa nafsu tersebut sudah terlampiaskan, meskipun sudah diketahui dampak atau akibat yang ditimbulkannya.<br /><br />Manusia dituntut agar senantiasa menggunakan akalnya dengan baik, senantiasa memikirkan akibat baik dan buruk dari suatu amal yang hendak dilakukannya, agar supaya tidak menyesal dikemudian hari. Dan disamping itu, ia tidak lupa untuk selalu memohon pertolongan dan hidayah Allah SWT.<br /><br />Yusuf adalah sosok manusia yang cerdas dalam berfikir, tidak terburu-buru dalam menentukan sikapnya; karena ia menyadari bahwa hal yang demikian itu akan menjadikannya menyesal seumur hidup. Dengan kesabaran dan kecerdasan yang dimilikinya, ia mampu bangkit menjadi orang yang terpandang di tengah-tengah masyarakat banyak dan kisahnya senantiasa dikenang sepanjang masa. Wallahu A’lam bish-Shawwab.Informasi Masjidhttp://www.blogger.com/profile/07054991351118464618noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7547856359009080478.post-63136350703444122932011-09-22T13:32:00.002+07:002011-09-22T13:38:32.356+07:00Modul 5: Mengenal Al-Qur'an (Ma'rifatul Qur'an)<span style="font-weight:bold;">1.1 Al-Qur’an telah Ditinggalkan</span><br />Untuk bisa mencapai derajat orang yang bertakwa yang sesungguhnya, maka umat Islam, baik secara individu maupun kelompok dituntut harus senantiasa berinteraksi dengan Al-Qur’an, sebab ia akan selalu menunjukkan kepada jalan yang benar.<br /><br />Interaksi yang dengan Al-Qur’an adalah salah satu ciri dari orang-orang yang bertakwa, sebagaimana dikatakan oleh sebagian Ulama, bahwa esensi daripada takwa yang sesungguhnya adalah senantiasa berupaya untuk mengamalkan Al-Qur’an.<br /><br />Namun apabila melihat fenomena yang berkembang di masyarakat, ternyata sebagian masyarakat, bahkan kitapun terkadang melakukannya, Al-Qur’an tidak lagi dijadikan sebagai sahabat dalam kesehariannya. Al-Qur’an tidak lagi dijadikan lagi sebagai teman untuk bercengkrama bersama, Al-Qur’an tidak lagi dijadikan obat kegalauan hatinya, padahal ia adalah sebagai kisah yang menyenangkan, sebagai sya’ir yang indah untuk dinikmati dan sekaligus sebagai acuan dalam hidup dan kehidupan, sebagaimana telah dicontohkan oleh Baginda Rasulullah SAW beserta para sahabatnya.<br />Realita sebagian masyarakat ini, padahal mereka sebagai Muslim, adalah realita yang sangat menyedihkan dan menghawatirkan untuk masa depan umat ini, sekaligus menunjukkan bahwa mereka telah menjauhkan al-Qur’an dari kehidupannya. AlQur’an hanya dijadikan sebagai pajangan di lemari buku untuk melengkapi buku-buku yang lainnya, atau Al-Qur’an hanya dibuka seminggu sekali setiap malam jum’at, atau bahkan sebagian dari mereka dekat dengan Al-Qur’an hanya ketika ada yang meninggal. Dan masih banyak lagi realita yang lainnya yang menunjukkan bahwa al-Qur’an sudah benar-benar dijauhkan dari kehidupan mereka.<br /><br />Rasulullah SAW pernah mengadukan keadaan sebagian umatnya yang meninggalkan Al-Qur’an sebagaimana disinyalir dalam firman Allah SWT,<br />وَقَالَ الرَّسُولُ يَارَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْءَانَ مَهْجُورًا.<br />Berkatalah Rasul:"Ya Rabbku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan al-Qur'an ini sesuatu yang diacuhkan". (QS. Al-Furqan (25) : 30)<br /><br />Imam Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan kalimat mahjuran dalam ayat tersebut adalah matrukan (ditinggalkan). <br /><br />Yang termasuk kategori meninggalkan Al-Qur’an sebagaimana ditegaskan dalam tafsir Ibnu Katsir adalah, tidak mau mendengarkan, tidak membacanya, tidak mau mentadaburi dan tidak mengamalkannya. Dengan demikian, maka interaksi dengan al-Qur’an yang sesungguhnya yang harus dilakukan oleh umat Islam adalah diawali dengan semangat untuk selalu mendengarkan ayat-ayat Allah, kemudian diikuti dengan upaya keras untuk meningkatkan interaksi tersebut dengan membaca, mentadaburi kemudian mengamalkannya.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.2 Turunnya Al-Qur’an (Nuzulul Qur’an)</span><br />Allah SWT telah memuliakan umat Islam dengan menurunkan Al-Qur’an yang luar biasa, ia sebagai kitab penutup dari kitab-kitab samawi yang menjadi undang-undang kehidupan, pemecah segala persoalan, sebagai tanda keagungan dan keluhuran umat pilihan (khaira ummah) untuk bisa mengemban tugas risalah samawiyyah yang paling mulia, di mana Allah memuliakannya dengan bekal kitab yang mulia.<br /><br />Turunnya Al-Qur’an merupakan bukti kesempurnaan ikatan risalah samawiyyah yang dibawa melalui perantaraan Malaikat Jibril a.s yang memantapkannya ke dalam lubuk hati Rasulullah SAW. Dia menyampaikannya sebagai wahyu dari Rabbul A’la, Allah SWT. Hal tersebut ditegaskan dalam firman Allah SWT,<br />وَإِنَّهُ لَتَنزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ. نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ اْلأَمِينُ . عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنذِرِينَ . بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُّبِينٍ . <br />Dan sesungguhnya Al Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam. Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al Amin (Jibril). Ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan. Dengan bahasa Arab yang jelas. <br /><br />Al-Qur’an diturunkan melalui dua tahapan, yaitu :<br /><span style="font-weight:bold;">Pertama, al-Qur`an diturunkan dari Lauh Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah.</span><br />Pertama kali Al-Qur`an diturunkan dari Lauh Mahfuzh ke Baitul ’Izzah dengan sekaligus pada malam Lailatul Qadar, dan ini merupakan pemberitahuan kepada alam tingkat tinggi yang terdiri dari Malaikat akan kemuliaan umat Nabi Muhammad SAW. Terkait turunnya al-Qur’an secara sekaligus, Allah SWT berfirman,<br />شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ.<br />(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil) ..” (QS. Al-Baqarah (2) :185)<br /><br />Dan firman-Nya,”<br />إنِآَّ أَنزَلْنَاهُ فيِ لَيْلَةِ الْقَدْرِ.<br />Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur'an) pada malam kemuliaan. (QS. 97:1)<br />إِنَّآ أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ.<br />Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. (QS. Ad-Dukhan (44) :3)<br /><br />Ketiga ayat di atas tidak bertentangan, karena malam yang diberkahi adalah malam lailatul qadar dalam bulan Ramadhan. Tetapi, zhahir ayat-ayat tersebut bertentangan dengan kejadian nyata dalam kehidupan Rasulullah SAW, di mana al-Qur’an turun kepadanya selama 23 tahun.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.3 Nama-nama Al-Qur’an </span><br />Allah SWT menamakan Al-Qur’an dengan beberapa nama, di antaranya :<br /><br />•<span style="font-weight:bold;">Qur`an (yang dibaca) </span><br />Allah SWT berfirman,<br />إِنَّ هَذَا الْقُرْءَانَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ..<br />“Sesungguhnya al-Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus.”(QS. Al-Israa` (17) : 9)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">•Kitab (buku atau yang ditulis) </span><br />Allah SWT berfirman<br />لَقَدْ أَنزَلْنَآ إِلَيْكُمْ كِتَابًا فِيهِ ذِكْرُكُمْ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ.<br />Sesungguhnya telah kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya (QS. Al-Anbiyaa` (21) :10)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">•Furqan (pembeda antara yang hak dan yang bathil)</span><br />Allah SWT berfirman,<br />تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا.<br />Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (yaitu al-Qur'an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam. (QS. Al-Furqan (25) :1)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">•Dzikru (peringatan) </span><br />Allah SWT berfirman,<br />إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ.<br />Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS. Al-Hijr (15) : 9)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">•Tanzil (yang diturunkan) </span><br />Allah SWT berfirman,<br />وَإِنَّهُ لَتَنزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ.<br />Dan sesungguhnya al-Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Rabb semesta alam. (QS. Asy-Syu’araa` (26) : 192)<br />Qur’an dan kitab adalah dua nama yang lebih terkenal dibandingkan dengan nama-nama yang lain. Dalam hal ini, Dr. Muhammad Abdullah Daraz berkata,”Ia dinamakan Qur`an karena dibaca, dan dinamakan Kitab; karena ditulis dengan pena. Kedua nama tersebut menunjukan makna yang semakna dengan kenyataannya.<br /><br />Penamaan al-Qur’an dengan dua nama di atas memberikan isyarat, bahwa selayaknya ia dipelihara, dalam bentuk tulisan dan hafalan. Dengan demikian, ketika salah satunya ada yang keliru, maka yang lain akan meluruskannya.<br /><br />Penjagaan ganda tersebut (tulisan dan hafalan) untuk mengikuti langkah-langkah Rasulullah SAW, sehingga al-Qur’an dapat terpelihara dengan kokoh, dan juga untuk membuktikan janji Allah yang menjamin akan terpeliharanya al-Qur’an, sebagaimana dalam firman-Nya,<br />إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ.<br />Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS. Al-Hijr (15) : 9)<br /><br />Disamping itu, penjagaan ganda ini untuk menjelaskan, bahwa kitab-kitab samawi lainnya diturunkan untuk waktu itu saja, sementara al-Qur’an diturunkan untuk semua waktu dan membetulkan kitab-kitab sebelumnya, sehingga al-Qur’an itu mencakup semua hakikat yang terdapat dalam kitab-kitab terdahulu, dengan tambahan-tambahan yang dikehendaki Allah SWT.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.4 Meningkatkan Keimanan dengan Al-Qur’an</span><br />Dr. Abdullah Nasih ‘Ulwan mengatakan, bahwa untuk salah satu upaya dalam meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan adalah dengan cara interaksi yang baik bersama Al-Qur’an (mendengarkan, membaca, mentadaburi dan mengamalkannya).<br /><br />Al-Qur’an adalah sumber ketenangan hati juga sebagai obat bagi penyakit yang ada di dalamnya. Ketika kita membaca Al-Qur’an, berarti kita sedang mengingat dan berkomunikasi dengan Allah SWT, ketika kita sedang berkomunikasi dengan Allah, maka sudah barang tentu melalui firman-firman-Nya dalam Al-Qur’an yang kita baca sambil ditadabburi, kita akan mendapatkan nilai-nilai akhlakul karimah yang akan menjadikan kualitas amal kita semakin baik. <br /><br />Dengan kualitas amal yang semakin baik, maka kualitas iman pun akan semakin meningkat; karena dengan ketaatan atau amal shalih lah keimanan ini akan terus meningkat.<br /><br />Allah SWt berfirman,<br />الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللهِ أَلاَبِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ.<br />(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah.Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar-Ra’du (13) : 28)<br /><br />Dalam kehidupan para sahabat, kita dapat melihat betapa mereka memiliki semngat untuk berinteraksi dengan Al-Qur’an, baik mendengarkan, membaca, menghafal, mentadabburi bahkan mengamalkannya. Kita mengetahui dari sejarah kehidupan mereka, bahwa apabila diajarkan kepada mereka sepuluh ayat dari AL-Qur’an, mereka tidak ditambah lagi kecuali setelah mengamalkan sepuluh ayat tersebut. Kita juga tahu, bahwa mereka untuk setiap bulannya tidak kurang dari tiga kali untuk mengkhatamkan Al-Qur’an, dan mereka juga sangat bersemangat untuk membaguskan bacaan Al-Qur’an. Maka Rasulullah SAW sebagai satu-satunya suri tauladan bagi kita yang telah diikuti terlebih dahulu oleh para sahabat, cukuplah bagi kita sebagai acuan utama bagaimana seharuskah kita berinteraksi dengan al-Qur’an dalam rangka meningkatkan keimanan dengan al-Qur’an.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.5 Keutamaan Al-Qur’an </span><br /><span style="font-weight:bold;">•Al-Qur’an adalah mukjizat yang abadi </span><br />قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ الإنْسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَنْ يَأْتُوا بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْآنِ لا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا.<br />Katakanlah:"Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa al-Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain. (QS. Al-Israa` (17) : 88)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">•Bernilai ibadah bagi siapa yang membacanya</span><br />مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ.<br />Barangsiapa yang membaca satu huruf dari al-Qur’an, maka ia akan memperoleh satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dilipatgandakan menjadi sepuluh kebaikan. Aku tidak mengatakan bahwa Alif Lam Mim itu satu huruf, melainkan Alif satu hufuf, Lam satu huruf, dan Mim satu huruf.”(HR. Tirmidzi dari Ibnu Mas’ud)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">•Sebagai penawar (obat) penyakit hati</span><br />يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ.<br />Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. Yunus (10) :57)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">•Kitab yang dipelihara</span><br />إِنَّا نَحْنُ نزلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ.<br />Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS. Al-Hijr (15): 9)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">•Kitab yang diturunkan untuk seluruh alam</span><br />تَبَارَكَ الَّذِي نزلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا.<br />Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (yaitu al-Qur'an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam. (QS. Al-Furqaan (25) : 1)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.6 Kisah Teladan Seputar Ma’rifatul Qur`an </span><br />Dikisahkan, bahwa Abdullah bin Amer r.a dia seorang yang sudah hafal Al-Qur’an, pada suatu ketika ia berkata kepada Rasulullah SAW,”Aku adalah seorang yang sudah hafal Al-Qur’an, maka aku mampu menyelesaikan bacaan Al-Qur’an selama satu malam.” Mendengar hal itu Rasulullah SAW berkata kepadanya,”Aku hawatir, seandainya kamu menyelesaikan bacaan Al-Qur’an dalam satu malam, kamu akan merasa bosan, maka dari itu, cukuplah bagi kamu menyelesaikan bacaan Al-Qur’an itu satu kali dalam sebulan.” Abdullah menjawab,Wahai Rasulullah! Biarkanlah aku menyelesaikan bacaan Al-Qur’an seperti itu (dalam satu malam); karena aku masih kuat dan masih muda. Rasulullah SAW bersabda,”Selesaikanlan olehmu bacaan Al-Qur’an pada setiap sepuluh hari.” Jawab Abdullah,”Biarkanlah aku menyelesaikannya dalam satu malam; karena aku masih kuat dan masih muda, ia tetap dalam pendiriannya. <br /><br />Dari kisah tersebut, kita bisa melihat betapa Abdullah bin Amer memiliki semangat untuk senantiasa dekat dengan Al-Qur’an, sehingga ia tetap berisi keras untuk menyelesaikan bacaan Al-Qur’an dalam satu malam, meskipun Rasulullah SAW telah memberikan rukhshah untuk menyelesaikan bacaan Al-Qur’an tidak dalam satu malam.Informasi Masjidhttp://www.blogger.com/profile/07054991351118464618noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7547856359009080478.post-85389356915648989862011-09-22T13:23:00.002+07:002011-09-22T13:29:43.873+07:00Modul 4: Mengenal Rasul (Ma'rifatur Rasul)<span style="font-weight:bold;">1.1 Kebutuhan Manusia Terhadap Rasul (Hajatul Insaan ilarrasul)</span><br />Manusia sangat membutuhkan adanya seorang rasul yang diutus; karena secara fitrah, manusia selalu ingin tahu keberadaan sang pencipta, selalu menginginkan untuk dapat mengabdi secara benar kepada sang pencipta (Allah SWT), dan selalu menginginkan kehidupan yang teratur.<br /><br />Untuk bisa mengetahui secara benar tentang keberadaan Allah, bagaimana cara melakukan pengabdian kepada-Nya, dan bagaimana bisa memahami aturan main hidup yang dibuat oleh Allah SWT sebagai pencipta yang akan menjadikan kehidupan manusia menjadi teratur, semuanya itu hanya bisa diperoleh melalui penjelasan atau petunjuk dari seorang rasul. Maka keberadaan seorang rasul menjadi sangat dibutuhkan oleh manusia.<br /><br />Allah SWT berfirman,<br />قُل لِّمَنِ اْلأَرْضُ وَمَن فِيهَآ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ . سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلاَ تَذَكَّرُونَ . قُلْ مَن رَّبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ . سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلاَ تَتَّقُونَ . قُلْ مَن بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَىْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلاَيُجَارُ عَلَيْهِ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ . سَيقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ.<br />Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah."Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak ingat?" Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya 'Arsy yang besar?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah."Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak bertakwa?" Katakanlah: "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab) -Nya, jika kamu mengetahui?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?"(QS. Al-Mukminun (23) : 84-89)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.1.1 Makna Risalah dan Rasul</span><br /><span style="font-weight:bold;">•Risalah</span>: Sesuatu yang diwahyukan A11ah SWT berupa prinsip hidup, moral, ibadah, aqidah untuk mengatur kehidupan manusia agar terwujud kebahagiaan di dunia dan akhirat.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">•Rasul</span>: Seorang laki-laki yang diberi wahyu oleh Allah SWT yang berkewajiban untuk melaksanakannya dan diperintahkan untuk menyampaikannya kepada manusia.<br />وَمَآأَرْسَلْنَا قَبْلَكَ إِلاَّ رِجَالاً نُّوحِي إِلَيْهِمْ فَسْئَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَتَعْلَمُونَ.<br />Allah SWT berfirman,<br />Kami tiada mengutus rasul-rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui. (QS. Al-Anbiyaa` (21) : 7)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.1.2 Tanda-tanda kerasulan Muhammad SAW</span><br />Di antara tanda-tanda kerasulan Muhammad SAW adalah : <br />1.Memiliki sifat yang asasi (shiddiq, komitmen atau amanah terhadap perintah, tabligh dan fathanah atau cerdas).<br />2.Memiliki mukjizat (kejadian luar biasa yang diberikan Allah SWT sebagai tanda kenabian atau kerasulannya yang tidak bisa dipelajari dan ditandingi, serta tidak berulang).<br />3.Berita kedatangannya sudah diberitahukan. (QS. Ash-Shaf (61) : 6)<br /><br /> <br /><span style="font-weight:bold;">1.1.3 Kedudukan Rasulullah SAW </span><br />Untuk mengetahui kedudukan Rasulullah SAW, dapat dilihat dari dua sisi, yaitu :<br /><br /><span style="font-weight:bold;">•Sebagai hamba Allah </span><br />Rasulullah SAW, dilihat dari kehambaannya atau kemanusiawiannya tidak ada bedanya dengan manusia yang lainnya. Di dalam sejarah kita dapat mengenal nasabnya, sifat-sifat fisiknya, hari dan tanggal kelahirannya. Beliau juga makan, minum dan berkeluarga, yang mana semuanya itu dimiliki oleh semua hamba Allah SWT termasuk Rasulullah SAW.<br /><br />Allah SWT berfirman,<br />وَقَالُوا مَالِ هَذَا الرِّسُولِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِي فِي اْلأَسْوَاقِ لَوْلآ أُنزِلَ إِلَيْهِ مَلَكٌ فَيَكُونَ مَعَهُ نَذِيرًا.<br />Dan mereka berkata:"Mengapa Rasul ini memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama dengan dia. (QS.Al-Furqan (25) : 7)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">•Sebagai utusan Allah </span><br />Dari sisi ini, kita bisa melihat bahwa Muhammad SAW memiliki kedudukan sebagai utusan Allah SWT dengan tugas-tugas :<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Menyampaikan (tablig) </span><br />Allah SWT berfirman,<br />يَاأَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَآأُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ وَإِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللهَ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ.<br />Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS. Al-Maidah (5) : 67)<br /><br />Adapun yang disampaikannya adalah :<br /><span style="font-weight:bold;">•Ma'rifatullah (Mengenal hakikat Allah) .</span><br />ذَالِكُمُ اللهُ رَبُّكُمْ لآَإِلَهَ إِلاَّ هُوَ خَالِقُ كُلِّ شَىْءٍ فَاعْبُدُوهُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ وَكِيلٌ.<br />(Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Rabb kamu; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu. (QS. Al-An’am (6) :102) <br /><br /><span style="font-weight:bold;">•Tauhidullah [Mengesakan Allah] .</span><br />وَمَآأَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلاَّنُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لآ إِلَهَ إِلآ أَنَا فَاعْبُدُونِ.<br />Dan Kami tidak mengutus seorang rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya:"Bahwasanya tidak ada Ilah(yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (QS. Al-Anbiyaa` (21) :25) <br /><br /><span style="font-weight:bold;">•Basyir wa nadzir (Memberi kabar gembira dan peringatan) </span><br />وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ إِلاَّ مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ فَمَنْ ءَامَنَ وَأَصْلَحَ فَلاَخَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَهُمْ يَحْزَنُونَ.<br />Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberi kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. Al-An’am (6) :48)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Mendidik dan Membimbing.</span><br />هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي اْلأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُوا عَلَيْهِمْ ءَايَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلاَلٍ مُّبِينٍ.<br />Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan aya-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan hikmah.Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS. 62:2)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.2 Sifat-Sifat Dasar Rasulullah SAW</span><br />Muhammad SW memiliki empat sifat dasar yang menjadikannya layak untuk mengemban, empat sifat dasar tersebut adalah:<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.2.1 Jujur (Shiddiq).</span><br />Kejujuran Muhammad SAW, adalah kejujuran mutlak yang tidak akan pernah luntur dalam kondisi apapun, maka beliau tidak pernah mengatakan sesuatu melainkan sesuai dengan realita, baik ketika berjanji ataupun bersumpah, serius ataupun bercanda. Kejujuran seperti ini, adalah sesuatu yang dimiliki oleh seorang rasul; karena manusia tidak akan percaya kepada rasul yang tidak jujur. Diantara contoh kejujuran Rasulullah SAW seperti yang diriwayatkan oleh Abu Daud, dari Abdullah bin Abil Khansa, ia menuturkan,”Sebelum masa kenabian, aku pernah melakukan transaksi jual beli bersama Rasulullah SAW. Ketika itu, aku masih menyisakan beberapa barang dagangannya padaku, lalu aku berjanji akan mengantarkan barang tersebut ke tempat beliau pada hari itu juga, akan tetapi ketika itu aku lupa, begitu pula keesokan harinya, sehingga aku datang ke tempat beliau pada hari yang ke tiga. Beliau beliau bersabda,”Wahai anak muda! Engkau telah menyengsarakan aku, sejak tiga hari yang lalu aku terus menunggumu di sini.”<br />Dari kisah tersebut, kita dapat melihat, bahwa beliau jujur dengan apa yang telah beliau sepakat dengan pemuda tersebuti, di mana dari hari pertama yang disepakati dengan pemuda tersebut sampai hari di mana pemuda itu datang kepadanya, Rasullullah SAW tetap setia menunggu.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.2.2 Amanah dengan Apa yang Didakwahkan</span><br />Sebagai wakil dari Allah SWT, dengan misi menyampaikan risalah kepada umat manusia, Rasulullah SAW selalu konsisten dan komitmen dalam melaksanakan risalah tersebut; karena apabila apabila beliau tidak konsisten atau komitmen dalam menjalankan risalahnya, maka hal yang demikian akan menunjukkan bahwa ia tidak bisa menghadapi apa yang dibebankan kepadanya, dan tentu saja akan menjadi bukti kebohongan atas pengakuannya sebagai utusan Allah SWT.<br />Sebagai seorang rasul, tentunya beliau akan sangant mengenal keagungan Allah Azza Wa Jalla, sehingga tidak akan mendurhakai segala perintah-Nya; karenan dengan mendurhakai perintah Allah , berarti ia telah berkhianat. Dan orang yang tidak bersikap amanah tidak alyak utnuk mengemban risalah Allah SWT.<br />Salah satu contoh dari komitmen beliau atas perintah Allah SWT, sebagaimana diriwayatkan oleh Syaikhani (Bukhari dan Muslim), dari Aisyah, ia menuturkan bahwa Rasulullah SAW melakukan shalat malam hingga kaki beliau bengkak. Aku bertanya kepada beliau,”Mengapa engkau melakukan hal ini wahai Rasulullh!? Padahal dosa-dosamu yang akan dan yang sudah berlalu telah diampuni. Beliau menjawab,”Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang pandai bersyukur?. Hal tersebut beliau lakukan, dalam rangka untuk memperlihatkan komitmennya terhadap perintah Allah SWT.<br />Allah SWT berfirman,<br />بَلِ اللهَ فَاعْبُدْ وَكُن مِّنَ الشَّاكِرِينَ.<br />Karena itu, maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur". (QS. Az-Zunar (39) : 66)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.2.3 Menyampaikan (Tabligh)</span><br />Rasulullah SAW senantiasa menyampaikan kandungan risalah secara sempurna dan kontinyu tanpa mempedulikan kemurkaan, penyiksaan, gangguan, tipu daya dan teror dari orang-orang yang memusuhinya. Beliau tetap istiqamah dan tidak tidak melakukan penyimpangan terhadap perin tah Allah SWT, betapapun banyak godaan yang merintanginya.<br />Tanpa adanya tabligh, risalah tidak akan pernah muncul ke permukaan, begitu juga halnya tanpa sikap sabar dan konsisten dari Rasulullah SAW, dakwah ini tidak akan pernah eksis. <br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.2.4 Cerdas (Fathanah) </span><br />Cerdas adalah sifat yang harus selalu mengiringi upaya tabligh, karena disaat menyampaikan dakwahnya, seporang rasul akan banyak menghadapi bantahan dan perdebaan para musuh, pertanyaan para pengikutnya dan penentangan serta kritik orang-orang yang meragukannya. Oleh karena itu, ia harus memiliki kepastian kecerdasan, kekuatan argumentasi dan kekuatan berfikir yang menjadikannya mampu membungkam para musuh sehingga mereka tidak lagi mempunyai alasan untuk menolak.<br />Kalau seandainya mereka masih memiliki alasan untuk menolak, berarti seorang rasul tidak akan bisa menguasai mereka. Sebagaimana firman Allah SWT,<br />رُّسُلاً مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلاَّ يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللهِ حُجَّةُُ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللهُ عَزِيزًا حَكِيمًا.<br />(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. An-Nisaa` (4) :165)<br />Hal tersebut tidak akan terjadi, kecuali apabila dakwah rasul itu seluruhnya benar. Sebab yang tidak benar tidak mungkin memiliki alasan yang jelas, dan yang bathil alasannya akan selalu mudah untuk dipatahkan. Hal ini tidak akan terealisir tanpa disertai dengan kecerdasan yang mampu menegakkan setiap hujjah dalam setiap pemaparan.<br /><br />Di antara contoh kecerdasan Rasulullah SAW, ketika beliau ditanya oleh seorang lelaki,”Apakah engkau Rasulullah? Beliau menjawab,”Ya.” Orang tersebut bertanya lagi,”Apa yang engkau sembah? Beliau menjawab,”Aku menyembah Allah semata, Tuhan yang apabila kamu mengalami musibah lalu kamu berdo’a kepada-Nya maka Dia akan menghilangkan musibah itu darimu. Tuhan yang apabila kamu mengalami ekkeringan, lalu kamu berdo’a kepada-Nya, maka Dia akan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan untukmu. Tuhan yang apabila kamu tersesat di suatu belahan bumi, lalu kamu berdo’a kepada-Nya, maka Dia akan mengembalikanmu.<br /><br />Lelaki tadi masuk Islam, kemudian berkata,”Berikanlah aku wasiat wahai Rasulullah! Beliau bersabda,”Janganlah engkau mencela apapun dan siapapun.” Orang itu berkata,”Sejak Rasulullah SAW memberikan wasiat wasiat tersebut, aku tidak pernah lagi mencela seekor unta atau kambing sekalipun.”<br />Contoh lain dari kecerdasan beliau, ketika kabilah-kabilah Arab ebrselisih tentang siapa yang lebih berhak untuk meletakkan hajar Aswad, maka dipanggillah Rasulullah SAW untuk menyelesaikan perselisihan tersebut, kemudian dengan kecerdasannya, beliau menghamparkan sorbannya dan menyuruh kabilah-kabilah Arab untuk meletakkan hajar Aswad di atas sorbannya. Kemudian beliau menyuruh mereka semua untuk memegang keempat ujung sorbannya dan menyuruh mereka untuk mengangkat sorban tersebut lalu lalu beliau mengambil hajar Aswad itu dan meletakkannya sendiri pada tempatnya.<br />Dengan kecerdasan beliau seperti itu, semua kabilah Arab mau menerima dan merasa puas dengan keputusan tersebut sehingga mereka tidak berselisih lagi.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.3 Kisah Teladan Seputar Ma’rifaur Rasul</span><br />Kisab Abu Bakar Ash-Shiddiq :<br />Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah seorang sahabat karib Rasulullah SAW yang membenarkan peristiwa Isra` Mi’raj yang secara akal sulit diterima. Ketika Rasulullah SAW selesai melakukan Isra` dan Mi’raj, dalam tempo satu malam dan pada waktu shubuh beliau sudah kembali berada di Mekkah, padahal Isra` Mi’rah itu diawali dari mesjid Al-Haram ke mesji Al-Aqsa, kemudian ke Sidratul Muntaha yang tentunya perjalanan ini bukan perjalan dengan jarak yang dekat, sehingga orang-orang kafir ketika mendengar berita itu dan mendapatkan Rasulullah SAW berada di Mekkah pada pagi hari, mereka sangat tidak percaya dan mengatakan bahwa Muhammad orang gila.<br /><br />Akan tetapi, Abu Bakar bukanlah seorang yang beriman secara kebetulan, melainkan ia beriman hasil dari susah payah dan usahanya yang benar, demikian pula ia beriman hasil dari berfikirnya dan kecerdasannya.<br /><br />Yang mendorong keimanan Abu Bakar bukan hanya logika hati semata, melainkan dibantu pula oleh logika akalnya, hal ini dapat terlihat dari ucapannya dalam peristiwa Isra Mi’raj tersebut : Aku akan percaya kepada Muhammad walaupun lebih dari itu, dan aku mempercayainya mengenai berita langit yang dibawanya, baik diwaktu pergi maupun ketika kembali.<br />Peristiwa Isra Mi’raj bagi Abu Bakar tidak ada persoalan, akan tetapi yang menjadi pertanyaan baginya adalah : benarkan Rasulullah SAW yang mengatakan demikian (Isra dan Mi’raj) ? jika memang demikian, maka benarlah ia.<br /><br />Abu Bakar bergegas pergi ke Ka’bah untuk menemui Rasulullah SAW. Disana ia melihat orang-orang tengah mencibir dan meragukan peristiwa Isra mi’raj. Mereka mengelilingi Rasulullah SAW dengan suara ribut yang tidak menentu. Kemudian Abu Bakar melihat Rasulullah SAW sedang duduk dengan tunduk dan khusyu menghadap Ka’bah. Beliau tidak merasa terganggu dengan berisiknya orang-orang bodoh yang berada disekelilingnya.<br />Setibanya di sana Abu Bakar langsung memeluk Rasulullah SAW seraya berkata,”Demi ayak dan ibuku yang menjadi tebusanmu, wahai Rasulullah! Demi Allah, sesungguhnya Engkau benar, demi Allah sesungguhnya Engkau benar.<br /><br />Inilah bukti nyata dari keimanan Abu Bakar kepada Rasulullah SAW yang membuatnya rela untuk memberi dan berkorban baginya.Informasi Masjidhttp://www.blogger.com/profile/07054991351118464618noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7547856359009080478.post-55859602308235815262011-09-22T13:17:00.002+07:002011-09-22T13:21:54.404+07:00Modul 3: Dua Kalimat Syahadat (Syahadatain)<span style="font-weight:bold;">1.1 Makna Syahadat</span><br />Syahadat ini (syahadatain) disebut juga dengan syahadat tauhid, yang artinya adalah kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwasannya Muhammad adalah Rosul Allah. Inilah kewajiban pertama seorang hamba terhadap Allah SWT sebagaimana disinyalir Rosuluuloh SAW dalam salahsatu sabdanya ketika ia mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman: <br />فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللَّهَ تَعَالَى.<br />Maka hendaklah apa yang pertama kali engkau serukan kepadanya adalah mengesakan Allah Ta’ala. (HR. Bukhari)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.1.1 Keutamaan Syahadat Tauhid </span><br />Syahadat tauhid adalah landasan makna akidah Islam, dengan mengakuinya seseorang akan menjadi Muslim dan dengan mengingkarinya ia akan menjadi musyrik. Dengan syahadat ini pula jiwa, harta dan darah seseorang akan menjadi terlindungi dari kebolehan mengambil, dan menumpahkannya bagi kaum Muslimin sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW: <br />أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّهَا.<br />Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, apabila mereka melakukan hal itu, maka mereka telah melindungi darah dan harta mereka dariku, kecuali apa yang menjadi haknya.(HR. Bukhari Muslim)<br /><br />Dengan memahami hakikat syahadat tauhid dan mengamalkan segala kandungannya seseorang berhak untuk masuk surga. Rasulullah SAW bersabda:<br />مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنْ الْعَمَلِ.<br />Barangsiapa yang bersaksi bahwasannya tiada Tuhan selain Allah, Muhammad itu adalah hamba dan Rosul-Nya, Isa itu adalah hamba dan Rosul-Nya, Isa adalah hamba Allah dan Rasul-Nya, kalimah-Nya yang diberikan kepada Maryam dan ruh daripada-Nya, surga itu hak dan neraka itu hak, niscaya Allah akan memasukannya kesurga sesuai dengan amal yang telah dilakukannya .(HR. Bukhari)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.1.2 Syahadat Kebenaran </span><br />Syahadat ini (syahadatain) disebut juga syahadat kebenaran berdasarkan firman Allah SWT: <br />وَلاَيَمْلِكُ الَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِهِ الشَّفَاعَةَ إِلاَّ مَن شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ.<br />Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memberi syafa'at; akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa'at ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka menyakini(nya). (QS. Az-Zukhruf (43) : 86)<br /><br />Syahadat kebenaran ini menurut para ulama adalah kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah rosul Allah, dimana syahadat ini mengandung arti bahwa tidak Tuhan yang berhak untuk disembah kecuali Allah. Syahadat ini pula sekaligus mengandung makan penafian(peniadaan) ibadah kepada selain Allah sebagaimana sabda Rasulullah SAW: <br />مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَكَفَرَ بِمَا يُعْبَدُ مِنْ دُونِ اللَّهِ حَرُمَ مَالُهُ وَدَمُهُ وَحِسَابُهُ عَلَى اللَّهِ.<br />Barangsiapa yang mengatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan kafir kepada apa yang disembah selain Allah, maka harta dan darahnya menjadi haram (kecuali apa yang menjadi haknya), dan hanya pada Allah lah perhitungannya. (HR. Muslim dan Ahmad)<br /><br />Kalimat syahadah merupakan pilar utama dan landasan penting bagi rukun Islam. Tanpa syahadah maka rukun Islam lainnya akan runtuh begitu juga dengan rukun iman. Tegaknya syahadah dalam kehidupan kita, maka akan menegakan ibadah dan dien dalam hidup kita. Dengan syahadah maka wujud sikap ruhaniah yang akan memberikan motivasi kepada tingkah laku, fisisk dan akal fikiran serta memotivasi kita untuk melaksanakan rukun Islam lainnya.<br /><br />Ketika seseorang hendak menegakan Islam maka ia harus menegakan rukun Islam terlebih dahulu, dan untuk tegaknya rukun Islam maka ia mesti menegakkan dua kalimah syahadah terlebih dahulu. <br /><br />Rasulullah SAW meriwayatkan bahwa Islam itu bagaikan satu bangunan, untuk berdirinya harus ditopang oleh lima tiang pokok yaitu syahadat, sholat, shom, zakat dan haji kebaitul harom.<br /><br />Dikalangan masyarakat Arab di zaman Nabi SAW, mereka memahami betul makna dari syahadaht ini, terbukti dalam suatu peristiwa Nabi SAW mengumpulkan pemuka-pemuka Kuraisy dari bani Hasyim, kemudian Nabi bersabda: wahai saudar-saudar maukah kalian aku berikan satu kalimat, dimana dengan kalimat itu kalian akan dapat menguasai seluruh Jazirah Arab? Lalu Abu Jahal menjawab, jangankan satu kalimat, sepuluh kalimatpun akan aku terima. Kemudian Nabi SAW bersabda: ucapkanlah oleh kalian Lailaha illAllah dan Muhammadan Rasulullah. Lalu Abu Jahal menjawab, kalau itu yang engkau minta, berarti engkau telah mengumandangkan peperangan dengan semua orang Arab dan bukan Arab.<br /><br />Penolakan Abu Jahal terhadap kalimat syahadat bukan karena Abu Jahal tidak faham akan makna dari kalimat itu, akan tetapi justru sebaliknya, dia tidak mau menerima sikap yang mesti tunduk, taat dan patuh kepada Allah SWT saja, karena dengan sikap ini maka semua orang tidak akan tunduk lagi kepadanya. Abu Jahal ingin mendapatkan loyalitas dari kaum dan bangsanya. Penerimaan syahadat bermakna menerima segala aturan dan akibatnya, penerimaan inilah yang sulit bagi kaum jahiliyyah dalam mengaplikasikan syahadat.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.2 Urgensi Syahadatain</span><br />Syahadat menjadi sesuatu yang penting untuk difahami dan difahamkan kepada masyarakat scara konspsional dan oprasional, karena dengan bersyahadat seseorang dapat menyatakan diri sebagai Muslim, karena syahadat adalah pintu masuk seseorang kepada Islam. Pemahaman seorang Muslim pada syahadat akan dapat melahirkan perubahan-perubahan baik secara individu, keluarga ataupun masyarakat. Dalam sejarah para Nabi dan Rosul, syahadat merupakan kalimat yang diprjuangkan, dan kalimat inilah yang mengerakan dakwah para Nabi dan Rosul. <br /><br />Syahadat menjadi sangat penting dalam kehidupan manusia, karena syahadat bagi kehidupan manusia adalah:<br /><br /><span style="font-weight:bold;">a. Pintu masuknya Islam (al-Madkhal ilal Islam). </span><br />فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللَّهَ تَعَالَى.<br />Maka hendaklah apa yang pertama kali engkau serukan kepadanya adalah mengesakan Allah Ta’ala. (HR. Bukhari)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">b. Intisari ajaran Islam (khulashatul Islam)</span><br />يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ.<br />Hai manusia, sembahlah Rabb-mu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertaqwa. (QS. Al-Baqrah (2):21)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">c. Dasar perubahan (asasul inqilab).</span><br />أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَالَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِّنْهَا كَذَلِكَ زُيِّنَ لِلْكَافِرِينَ مَاكاَنُوا يَعْمَلُونَ.<br />Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan ditengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya. (QS. Al-An’am (6) :122)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">d. Hakekat dakwah para rasul (haqaaiq da’watir rusul) :</span><br />قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَءَآؤُا مِنكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَآءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللهِ وَحْدَهُ ...<br />Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka:"Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja..(QS. Al-Mumtahanah (60) : 4)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">e. Keutamaan yang besar (fadlaa`il ‘azhimah).</span><br />مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِي لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ.<br />Barangsiapa yang mati dari umatku dengan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, maka ia akan masuk surga.(HR. Bukhari)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.3 Kandungan Syahadat (Madlul Syahadatain)</span><br />Syahadat begitu berat diperjuangkan oleh para sahabat Nabi SAW, bahkan mereka siap untuk menghadapi segala macam ancaman dari orang-orang kafir. Sebagai contoh, keluarganya Amar bin Yasir, mereka rela untuk untuk mati demi mempertahankan kalimat tauhid. Bilal bin Rabah, ia rela menerima himpitan batu besar ditengah teriknya matahari yang sangat panas, dan tidak pernah mau merubah tauhid yang telah diyakininya. Dan masih banyak nama-nama sahabat yang lain yang mendapatkan siksaan yang sangat berat, akan tetapi siksaan tersebut tidak mampu merubag keyakinan mereka terhadap kalimah tauhid.<br /><br />Kemudian muncul pertanyaan, apa sebenarnya yang menyebabkan mereka siap dan berani memertahankan kalimah tauhid tersebut, walaupun mereka berada di dalam ancaman dan siksaan?<br />Hal itu tiada lain dikarenakan kalimah syahadat mengandung makna yang sangat dalam bagi mereka. Syahadat dipahami oleh mereka dengan arti yang sesungguhnya, meliputi pengertian ikrar, sumpah dan janji.<br /><br />Mayoritas umat Islam mengartikan syahadat sebagai ikrar saja, padahal apabila mereka tahu bahwa syahadat juga mengandung arti sumpah dan janji, serta mengetahui akibat dari janji dan sumpah tersebut, niscaya mereka akan benar-benar mengamalkan Islam dan beriman<br /><br />Iman sebagai dasar dan juga sebagai hasil dari pengertian syahadat yang sesungguhnya. Iman merupakan pernyataaan dari mulut, diyakini oleh hati dan diamalkan oleh perbuatan, sebagai pengertian yang sebenarnya dari kata iman.<br /><br />Apabila kita mengamalkan syahadat dan mendasarinya dengan iman yang konsisten dan istiqamah, maka beberapa hasil akan bisa dirasakan, seperti, keberanian, ketenangan dan optimis dalam menjalani kehidupan, kemudian pada akhirnya Allah SWT akan memberikan kebahagiaan kepada kita di dunia dan akhirat.<br /><br />Adapun kandungan dari syahadat itu adalah :<br /><span style="font-weight:bold;">a. Iqrar (pernyataan)</span>. yaitu pernyataan seorang Muslim mengenai apa yang diyakininya. Pernyataan tersebut sangat kuat; karena didukung oleh Allah SWT, Malaikat dan orang-orang yang berilmu (para nabi dan orang-orang yang beriman). Dan sebagai konsekuensi dari ikrar tersebut adalah, kita wajib memperjuangkan dan menegakkan apa yang kita ikrarkan. Allah SWT berfirman,<br />شَهِدَ اللهُ أَنَّهُ لآَإِلَهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُوْلُوا الْعِلْمِ قَآئِمًا بِالْقِسْطِ لآَإِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ.<br />Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. 3:18) <br /><br /><span style="font-weight:bold;">b. Qasam (sumpah)</span>, yaitu pernyataan kesediaan menerima akibat dan dampak serta resiko apapun dalam mengamalkan syahadat. Seorang yang menyatakan asyhadu berarti ia siap dan bertanggungjawab dalam tegaknya Islam dan penegakkan ajaran Islam. Pelanggaran terhadap sumpah tersebut adalah kemunafikan yang akan berdampak pada siksa neraka<br />Allah SWT berfirman,<br />إِذَا جَآءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللهِ وَاللهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ .<br />Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata:"Kami mengakui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.. (QS. Al-Munafiqun (63) : 1-2)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">c. Mitsaq (perjanjian yang teguh)</span>, yaitu janji setia untuk mendengar dan taat dalam segala keadaan terhadap semua perintah Allah SWT yang terkandung dalam al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW. <br />Allah SWT berfirman,<br />وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ وَمِيثَاقَهُ الَّذِي وَاثَقَكُم بِهِ إِذْقُلْتُمْ سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا..ِ<br />Dan ingatlah karunia Allah kepadamu dan perjanjian-Nya yang telah diikat-Nya dengan kamu, ketika kamu mengatakan :"Kami dengar dan kami ta'ati .. (QS. Al-Maidah (5) : 7)<br />Kandungan syahadah merupakan inti dari makna keimanan yakni dikatakan dengan lisan, diyakini dengan hati dan dibuktikan dengan amal perbuatan. Allah SWT berfirman,<br />ءَامَنَ الرَّسُولُ بِمَآأُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ ءَامَنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّن رُّسُلِهِ..<br />Rasul telah beriman kepada al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Rabbnya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan):"Kami tidak membeda-bedakan antara seserangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Ny ". (QS. Al-Baqarah (2) :285)<br /><br />Ketika semuanya ini teraplikasikan dalam kehidupan manusia, maka akan melahirkan keistiqamahan yang dapat menumbuhkan keberanian, ketenangan dan sikap optimis yang akhirnya dapat menghantarkan hamba Allah menuju kebahagiaan.<br /><br />Allah SWT berfirman,<br />إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلاَئِكَةُ أَلآتَخَافُوا وَلاَتَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ.<br />Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:"Rabb kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan):"Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu" (QS. Fushshilat (41) : 30)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.4 Kisah Teladan Seputar Ma’rifatullah </span><br />Pada zaman Khalifah Umar bin Khaththab, beliau melarang kaum Muslimin untuk melakukan penipuan dalam jual beli air susu. Dan sudah merupakan kebiasaan beliau untuk melakukan insfeksi ke seluruh wilayah perkampungan, guna mengetahui hal ihwal para penduduk kampung. Tiba-tiba beliau sampai ke suatu perkampungan yatng di situ terdapat seorang wanita disertai anak perempuannya yang menjual susu. Terjadilah dialog diantara wanita anak perempuannya :<br /><br />Ibunya berkata,”Wahai puteriku! Campurlah susu yang akan kita jual itu dengan air.<br />Puterinya menjawab, ”Bagaimana mungkin aku mencapurkan air ke dalam susu akan kita jual, padahal Amirul Mukminin sudah melarang kita dari perbuatan tersebut”.<br />Ibunya berkata,”Semua orang dikampung kita itu sudah mencampur susu yang akan mereka jual dengan air, maka tidak ada salahnya kita pun melakukan hal yang sama. Dan yang pasti Amirul Mukminin tidak akan tahu akan hal itu.<br /><br />Puterinya menjawab dengan tegas,”Wahai ibuku! Walaupun Amirul Mukminin tidak mengetahui perbuatan kita, tidakkah ibu tahu, bahwasannya Allah SWT Maha Mengawasi apa yang tengah kita lakukan? Wahai ibuku! Sungguh aku tidak akan pernah melakukannya.<br /><br />Berita kisah tersebut sampai kepada Umar bin Khaththab, Amirul Mukminin, dan beliau sangat kagum dan takjub terhadap pendirian dan keteguhan puteri dari wanita itu, sehingga pada hari berikutnya, beliau memanggil puteranya, dan memintanya untuk menikahi puteri dari wanita tersebut, seraya berdo’a,”Semoga Allah SWT melahirkan dari rahim anak perempuan itu generasi-generasi yang baik.<br /><br />Terbukti dalam sejarah, anak perempuan itu melahirkan generasi yang shalihah yang dinikahi oleh Abdul Aziz bin Marwan, dan terlahir pula dari generasi shalihah tersebut seorang Umar bin Abdul Aziz yang terkenal sebagai khalifah yang adil pada masa Bani Umayah. (Nihayatul Arab karangan An-Nuwairy, 3/238) <br /><br />Dari kisah tersebut, kita dapat menyaksikan bukti nyata dari keimanan yang kuat yang ditampilkan oleh seorang anak perempuan yang tentunya hal tersebut lahir setelah memahami dengan baik akan eksistensi Allah SWT dalam kehidupan hamba-Nya. Anak perempuan itu sangat yakin, bahwa Allah SWT Maha Mengawasi di manapun dan kapanpun, baik keadaan ramai ataupun sunyi, sehingga membuatnya tidak berani mencampur susu yang akan dijual itu, sekalipun yang menyuruh adalah ibunya sendiri yang melahirkan.Informasi Masjidhttp://www.blogger.com/profile/07054991351118464618noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7547856359009080478.post-64422431036610138782011-09-22T13:08:00.002+07:002011-09-22T13:15:26.718+07:00Modul 2: Mengenal Allah (Ma'rifatullah)<span style="font-weight:bold;">1.1 Urgensi Ma’rifatullah </span><br />Ma'rifatullah tidak dimaknai dengan arti harfiah semata, namun ma'riaftullah dimaknai dengan pengenalan terhadap jalan-jalan yang mengantarkan manusia dekat dengan Allah SWT. <br /><br />Menurut Ibn Al Qayyim : Ma'rifatullah yang dimaksudkan oleh ahlul ma'rifah (orang-orang yang mengenali Allah) adalah ilmu yang membuat seseorang melakukan apa yang menjadi kewajiban bagi dirinya dan konsekuensi pengenalannya”.<br /><br />Rasulullah SAW merupakan figur teladan dalam ma'rifatullah, beliau adalah orang yang paling utama dalam mengenali Allah SWT. Sabda Nabi,“Sayalah orang yang paling mengenal Allah dan yang paling takut kepada-Nya”. (HR Al Bukahriy dan Muslim).<br />Hadits tersebut merupakan bentuk sanggahan beliau terhadap pernyataan tiga orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah dengan keinginan dan perasaannya sendiri.<br /><br />Figur berikutnya, adalah para ulama yang senantiasa mengamalkan ilmunya. Allah SWT berfirman,<br />وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَآبِّ وَاْلأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَلِكَ إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاؤُا إِنَّ اللهَ عَزِيزُُ غَفُورٌ.<br />“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS. Fathir (35) : 28).<br /><br />Orang yang mengenali Allah akan selalu berusaha dan bekerja untuk mendapatkan ridha Allah, tidak untuk memuaskan nafsu dan keinginan syahwatnya. Melalui ma’rifatullah, manusia terdorong untuk mengenali para nabi dan rasul, untuk mempelajari cara terbaik mendekatkan diri kepada Allah; para Nabi dan Rasul-lah orang-orang yang diakui sangat mengenal dan dekat dengan Allah. <br /><br />Melalui ma'rifatullah manusia akan mengenali kehidupan di luar alam materi, seperti Malaikat, jin dan ruh. Mereka akan mengenali perjalanan hidupnya, bahkan akhir dari kehidupan ini menuju kepada kehidupan alam kubur dan kehidupan akherat.<br />Ma’rifatullah akan membuahkan rasa takut seorang hamba kepada Allah SWT, tawakal, berharap, menggantungkan diri, dan ketundukan hanya kepada-Nya. Sehingga kita bisa mewujudkan segala bentuk ketaatan dan menjauhi segala apa yang dilarang oleh-Nya. Yang akan menenteramkan hati ketika orang-orang mengalami gundah-gulana dalam hidup, mendapatkan rasa aman ketika orang-orang dirundung rasa takut dan akan berani menghadapi segala macam problema hidup.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.2 Dalil-dalil yang Menunjukkan Eksistensi Allah</span><br />Ada empat dalil atau bukti yang menunjukkan adanya Allah :<br /><span style="font-weight:bold;">1.2.1 Dalil Fitrah (Kecenderungan Bertauhid) </span><br />Sesungguhnya setiap makhluk telah diciptakan dalam keadaan beriman kepada Allah SWT dan fitrah, tidak akan menyimpang dari fitrahnya kecuali ada pengaruh dari luar yang mempengaruhinya. Sabda Rasulullah SAW,“Tidak lahir seorang anak kecuali atas fitrah, maka bapak ibunyalah yang membuat ia menjadi Nasrani atau Majusi atau Yahudi”<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.2.2 Dalil Akal </span><br />Sesungguhnya akal yang sehat akan mengatakan bahwa seluruh makhluk yang ada di alam ini pasti ada yang menciptakannya, sebab mustahil terjadi dengan sendirinya atau terjadi secara kebetulan <br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.2.3 Dalil Syar’I (Naqli) </span><br />Diantara dalil-dalil syar’I (naqli) yang menunjukkan adanya Allah :<br />وَرَسُولاً إِلَى بَنِى إِسْرَائِيلَ أَنِّي قَدْ جِئْتُكُم بِئَايَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ أَنِّي أَخْلُقُ لَكُم مِّنَ الطِّينِ كَهَيْئَةِ الطَّيْرِ فَأَنفُخُ فِيهِ فَيَكُونُ طَيْرًا بِإِذْنِ اللهِ وَأُبْرِئُ اْلأَكْمَهَ وَاْلأَبْرَصَ وَأُحْيِ الْمَوْتَى بِإِذْنِ اللهِ وَأُنَبِّئُكُم بِمَا تَأْكُلُونَ وَمَاتَدَّخِرُونَ فِي بُيُوتِكُمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لأَيَةً لَّكُمْ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ.<br />Dan (sebagai) Rasul kepada Bani Israil (yang berkata kepada mereka):"Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa suatu tanda (mu'jizat) dari Rabbmu, yaitu aku membuat untuk kamu dari tanah berbentuk burung; kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah; dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan seijin Allah; dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah suatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagimu, jika kamu sungguh-sungguh beriman". (QS. Ali Imran (3) :49)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.3 Jalan untuk Ma’rifatullah</span><br />Ada dua jalan utama yang harus ditempuh oleh seorang Mukmin dalam rangka ma’rifatullah (mengenal Allah SWT). <br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.3.1 Melalui ayat-ayat Qur’aniyyah </span><br /><br /><span style="font-weight:bold;"> Dia sebagai pencipta segala sesuatu</span><br />ذَالِكُمُ اللهُ رَبُّكُمْ خَالِقُ كُلِّ شَىْءٍ لآإِلَهَ إِلاَّ هُوَ فَأَنَّى تُؤْفَكُونَ.<br />Yang demikian itu adalah Allah, Rabbmu, Pencipta segala sesuatu, tiada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka bagaimanakah kamu dapat dipalingkan (QS. Al-Mukmin (40) : 62)<br /><br /><span style="font-weight:bold;"> Yang memberi rizki</span><br />يَآأَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللهِ يَرْزُقُكُم مِّنَ السَّمَآءِ وَاْلأَرْضِ لآإِلَهَ إِلاَّهُوَ فَأَنَّى تُؤْفَكُونَ.<br />Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu.Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezki kepada kamu dari langit dan dari bumi Tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia; maka mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan)? (QS. Fathir (35): 3)<br /><br /><span style="font-weight:bold;"> Yang memiliki</span><br />للهِ مَافِي السَّمَاوَاتِ وَمَافِي اْلأَرْضِ وَإِن تُبْدُوا مَافِي أَنفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُم بِهِ اللهُ فَيَغْفِرُ لِمَن يَشَآءُ وَيُعَذِّبُ مَن يَشَآءُ وَاللهُ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ.<br />Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siap yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. <br />(QS. Al-Baqarah (2) : 284)<br /><br /><span style="font-weight:bold;"> Yang memberi manfaat dan bahaya</span><br />وَإِن يَمْسَسْكَ اللهُ بِضُرٍّ فَلاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ وَإِن يَمْسَسْكَ بِخَيْرٍ فَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرُُ.<br />Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya selain Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu. Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya. (QS. Al-An’am (6) : 17)<br /><br /><span style="font-weight:bold;"> Yang menghidupkan dan mematikan</span><br />اللهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ ثُمَّ رَزَقَكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ هَلْ مِن شُرَكَآئِكُم مَّن يَفْعَلُ مِن ذَلِكُم مِّن شَىْءٍ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ.<br />Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezki, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali). Adakah di antara yang kamu sekutukan dengan Allah itu yang dapat berbuat sesuatu dari yang demikian itu Maha Sucilah Dia dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan. (QS. Ar-Rum (30) : 40)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.3.2 Melalui ayat-ayat kauniyyah</span><br />Sesungguhnya banyak sekali fenomena -fenomena yang terdapat di jagat raya ini yang menunjukan kebesaran Allah SWT.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">- Fenomena terjadinya alam</span><br />Diantara sesuatu yang wajib diterima akal adalah bahwa setiap sesuatu yang ada pasti ada yang mengadakan. Begitu juga alam semesta ini, tentu ada yang menjadikannya <br />أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَىْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ.<br />Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri) (QS. Ath-Thuur (52) :35)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">- Fenomena Kehendak yang tinggi</span><br />Kalau anda memperhatikan alam ini, anda akan menemukan bahwa alam ini sangat tersusun rapi. Hal ini menunjukan bahwa disana pasti ada kehendak agung yang bersumber dari Sang Pencipta Yang Maha Pintar dan Bijaksana.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">- Fenomena Kehidupan</span><br />Bila anda perhatikan makhluk yang hidup di muka bumi anda akan menemukan berbagai jenis dan bentuknya, serta berbagai macam cara hidup dan berkembang biak<br />وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِي اْلأَرْضِ وَلاَطاَئِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلآَّ أُمَمٌ أَمْثَالُكُم مَّافَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِن شَىْءٍ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ.<br />Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami apakan sesuatu apapun di dalam Al-Kitab, kemudian kepada Rabblah mereka dihimpunkan. (QS. Al-An’am (6) :38)<br /><br />Semua itu menunjukan bahwa di sana ada zat yang menciptakan membentuk, menentukan rizqinya dan meniupkan ruh kehidupan pada dirinya.<br />قُلْ سِيرُوا فِي اْلأَرْضِ فَانظُرُوا كَيْفَ بَدَأَ الْخَلْقَ ثُمَّ اللهُ يُنشِئُ النَّشْأَةَ اْلأَخِرَةَ إِنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ.<br />Katakanlah:"Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi.Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Al-Ankabut (29) : 20)<br />Bagaimana pun pintarnya manusia tentu ia tidak akan dapat membuat makhluk yang hidup dari sesuatu yang belum ada. Allah SWT menantang manusia untuk membuat seekor lalat, jika mereka mampu.<br /><br />يَآأَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوا لَهُ إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِن دُونِ اللهِ لَن يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ وَإِن يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لاَّيَسْتَنقِذُوهُ مِنْهُ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ.<br />Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah. (QS. Al-Hajj (22) : 73)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">- Fenomena petunjuk (hidayah) dan ilham :</span><br />Ketika kita mempelajari alam semesta ini kita akan melihat suatu petunjuk yang sempurna dari yang sekecil-kecilnya sampai sebesar-besarnya. Bagaimana kita dapat memberikan argumentasi petunjuk ini ? Bagaimana ia dapat terwujud ? Bagaimana ia dapat tegak ? <br /><br />Bayi ketika dilahirkan ia menangis dan mencari puting susu ibunya. Siapa yang mengajari bayi tersebut ?<br /><br />Seekor ayam betina ketika mengerami telurnya ia membolak-balikkan telurnya, agar zat makanan yang terdapat pada telur tersebut rata, dengan demikian telur tersebut dapat menetas. Secara ilmiah akhirnya diketahui bahwa anak-anak ayam yang sedang diproses dalam telur itu mengalami pengendapan bahan makanan pada tubuhnya dibagian bawah. Jika telur tersebut tidak digerak-gerakkan niscaya zat makanan yang ada dalam tersebut tidak merata, dengan demikian ia tidak bisa menetas. Siapa yang mengajarkan ayam untuk berbuat demikian ?<br /><br />Sungguh disitu terdapat jawaban yang diberikan akal, yaitu adanya Zat yang memberi hidayah (petunjuk).<br /><br />Akal yang sehat akan berpendapat bahwa disana pasti ada yang memberi hidayah (petunjuk) dan Al Quran menerangkan bahwa zat yang memberi hidayah itu adalah Allah yang menciptakan lalu memberi hidayah. <br /><br />قَالَ رَبُّنَا الَّذِي أَعْطَى كُلَّ شَىْءٍ خَلْقَهُ ثُمَّ هَدَى.<br />Musa berkata:"Rabb kami ialah (Rabb) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk". (QS. Thaahaa (20) :50)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">- Fenomena pengabulan do’a</span><br />Kita sering mendengar seseorang yang ditimpa suatu musibah yang membuat hatinya hancur luluh, putus harapan, lalu ia berdoa menghadap Allah SWT. Tiba-tiba musibah itu hilang, kebahagiaan pun kembali dan datanglah kemudahan setelah kesusahan. Siapa yang mengabulkan doa ?<br /><br />Sudah menjadi suatu yang logis bila seorang menghadapi bahaya pasti menghadap Allah SWT dan berdoa.<br />وَإِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فِي الْبَحْرِ ضَلَّ مَن تَدْعُونَ إِلآ إِيَّاهُ فَلَمَّا نَجَّاكُمْ إِلَى الْبَرِّ أَعْرَضْتُمْ وَكَانَ اْلإِنسَانُ كَفُورًا.<br />Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia adalah selalu tidak berterima kasih. (QS. Al-Israa` (17) : 67)<br /><br />Fenomena -fenomena yang menunjukan adanya Allah sangat banyak sekali. Barang siapa yang menginginkan tambahan hendaklah membaca alam yang maha luas ini, dan memperhatikan penciptaan langit dan bumi serta manusia, pasti akan menemukan dalil-dalil dan bukti yang jelas akan adanya Allah.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.4 Kebersamaan Allah (Maiyyatullah) dalam Kehidupan Manusia</span><br />Yang dimaksud dengan Ma’iyatullah adalah Allah selalu bersama makhlukNya. Ma’iyatullah terbagi dua bagian :<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.4.1 Ma’iyah Umum</span><br />Ma’iyah umum artinya kebersamaan atau pengawasan Allah SWT terhadap seluruh makhlukNya, termasuk di dalamnya orang-orang kafir. Allah SWT berfirman,<br />هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يَعْلَمُ مَايَلِجُ فِي اْلأَرْضِ وَمَايَخْرُجُ مِنْهَا وَمَايَنزِلُ مِنَ السَّمَآءِ وَمَايَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَاكُنتُمْ وَاللهُ بِمَاتَعْمَلُونَ بَصِيرٌ.<br />Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; Kemudian Dia bersemayam di atas 'arsy dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang ke luar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya.Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada.Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Hadid (57) : 4)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.4.2 Ma’iyah Khusus</span><br />Ma’iyyah khusus artinya dukungan dan pertolongan Allah. Dan ini khusus untuk diberikan kepada orang-orang beriman. Allah SWT berfirman, <br />إِلاَّ تَنصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللهُ إِذْأَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْهُمَا فِي الْغَارِ إِذْيَقُولُ لِصَاحِبِهِ لاَتَحْزَنْ إِنَّ اللهَ مَعَنَا فَأَنزَلَ اللهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلَى وَكَلِمَةُ اللهِ هِيَ الْعُلْيَا وَاللهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ.<br />Jikalau tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seseorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, diwaktu dia berkata kepada temannya:"Janganlah berduka cita, sesungguhya Allah bersama kita". Maka Allah menurunkan ketenangan kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah (9) : 40)<br /> <br />Maiyyatullah (pengawasan dan kebersamaan Allah) dalam kehidupan manusia, akan memberikan pengaruh-pengaruh atau dampak yang positif. Maka hamba Allah SWT yang dalam kehidupannya masih saja sering melakukan berbagai macam kemaksiatan bisa diindikasikan, bahwa ia belum meyakini atau merasakan pengawasan Allah dalam kehidupannya.<br /><br />Adapun di antara hikmah daripada ma’iyyatullah adalah : <br />1. Akan menimbulkan perasaan selalu diawasi Allah (Muroqobatullah)<br />وَلَقَدْ خَلَقْنَا اْلإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَاتُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ . إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ . مَّايَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلاَّ لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ.<br />Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkanoleh hatinya, dan Kami lebih kepadanya daripada urat lehernya. (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.<br />(QS. Qaf (50) :16-18)<br /><br />2. Membangkitkan sifat ihsan yaitu beribadah dan taat kepada Allah disetiap saat seakan melihatNya dan jika tidak mampu melihat-Nya maka Allah pasti melihatnya.<br />أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ.<br />Hendaknya kamu beribadah kepada Allah seakan kamu melihat-Nya, dan apabila kamu tidak bisa melihat-Nya, maka yakinlah bahwa Dia melihatmu. (HR.Bukhari dan Muslim)<br /><br />3. Membangkitkan perasaan tabah dan sabar dalam berda’wah kepada agama Allah, serta keyakinan penuh bahwa Allah SWT selalu bersamanya.<br />يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ إِنَّ اللهَ مَعَ الصَّابِرِينَ.<br />Hai orang-orang yang beriman jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al-Baqarah (2) :153)<br /><br />4. Teguh memegang kebenaran dengan suatu keyakinan bahwa Allah SWT akan menolongnya.<br />إِنَّا لَنَنصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ ءَامَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ اْلأَشْهَادُ.<br />Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman pada kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat), (QS. Al-Mukmin (40) : 51)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.5 Tanda kekuasaan Allah dalam kehidupan manusia dan keberadaan alam</span><br />Dalam kehidupan manusia dan alam semesta, banyak sekali hasil ciptaan Allah SWT yang benar-benar membuktikan bahwasannya tidak ada satupun yang mampu melakukan penciptaan tersebut kecuali Allah Dzat Yang Maha Kuasa. Diantara tanda-tanda kekuasaan Allah itu adalah :<br /><br /><span style="font-weight:bold;">• Penciptaan manusia yang berpasangan.</span><br />وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لأَيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ .<br />Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (QS. Ar-Ruum (30) : 11)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">• Penciptaan langit, bumi, bahasa dan warna kulit.</span><br /> وَمِنْ ءَايَاتِهِ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَاخْتِلاَفُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَانِكُمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لأَيَاتْ لِّلْعَالَمِينَ.<br />Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui. (QS. Ar-Ruum (30) : 22)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">• Adanya malam untuk beristirahat dan siang untuk mencari nafkah.</span><br /> وَمِنْ ءَايَاتِهِ مَنَامُكُم بِالَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَابْتِغَآؤُكُم مِّن فَضْلِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لأَيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَسْمَعُونَ.<br />Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan. (QS. Ar-Ruum (30) : 23) <br /><br /><span style="font-weight:bold;">• Menurunkan hujan dari langit.</span><br /> وَمِنْ ءَايَاتِهِ يُرِيكُمُ الْبَرْقَ خَوْفًا وَطَمَعًا وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَيُحْيِى بِهِ اْلأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا إِنَّ فِي ذَلِكَ لأَيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ.<br />Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya. (QS. Ar-Ruum (30) : 24)Informasi Masjidhttp://www.blogger.com/profile/07054991351118464618noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-7547856359009080478.post-48676821816687449302011-09-22T12:57:00.003+07:002011-09-22T13:04:57.139+07:00Modul 1: Mengenal Islam (Ma'rifatul Islam)<span style="font-weight:bold;">1.1 Definisi Islam <br />1.1.1 Islam Menurut Bahasa (Etimologi)</span><br />Menurut etimologi, Islam berasal dari kata salima yang artinya selamat. Kemudian dari kata tersebut dibentuk menjadi kata aslama yang artinya meyelamatkan. Dan berarti juga tunduk, patuh dan taat.. kata aslama itulah menjadi kata Islam yang mengandung semua arti yang terkandung dalam kata dasarnya. Oleh sebab itu orang yang melakukakan aslama (masuk Islam) dinamakan Muslim. Berarti orang itu telah menyatakan diri untuk taat, menyerahkan diri dan patuh kepada Allah SWT.<br />Di dalam ayat al-Qur’an, ada beberapa kata yang secara umum makna dari kata-kata tersebut terkandung dalam lafazh Islam, diantaranya :<br /><br />- <span style="font-weight:bold;">Islamul wajhi</span>, secara lafazh artinya menundukan wajah<br />وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِّمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ للهِ وَهُوَ مُحْسِنُُ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَاتَّخَذَ اللهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلاً.<br />“Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.” (QS. An-Nisaa` (4) :125)<br /><br />- <span style="font-weight:bold;">Istislam</span>, secara lafazh artinya berserah diri<br />أَفَغَيْرَ دِينِ اللهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ.<br />“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan.” (QS. Ali Imran (3) :83)<br /><br /><br />- <span style="font-weight:bold;">Salim atau salamah</span>, secara lafazh berarti bersih<br />إِلاَّ مَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ.<br />“Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.”(QS. Asy-Syu’ara (26) :89)<br /><br />- <span style="font-weight:bold;">Salaam</span>, secara lafazh artinya selamat sejahtera.<br />وَإِذَا جَآءَكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِئَايَاتِنَا فَقُلْ سَلاَمٌ عَلَيْكُمْ كَتَبَ رَبُّكُمْ عَلَى نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ أَنَّهُ مَنْ عَمِلَ مِنكُمْ سُوءًا بِجَهَالَةٍ ثُمَّ تَابَ مِن بَعْدِهِ وَأَصْلَحَ فَأِنَّهُ غَفُورُُ رَّحِيمُُ.<br />“Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah:"Salaamun-alaikum. Rabbmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-An’am (6) :54)<br /><br />- <span style="font-weight:bold;">Salmu</span>, secara lafazh berarti damai.<br />فَلاَتَهِنُوا وَتَدْعُوا إِلَى السَّلْمِ وَأَنتُمُ اْلأُعْلَوْنَ وَاللهُ مَعَكُمْ وَلَن يَّتِرَكُمْ أَعْمَالَكُمْ.<br />“Janganlah kamu lemah dan minta damai padahal kamulah yang di atas dan Allah-(pun) beserta kamu dan Dia sekali-kali tidak akan mengurangi (pahala) amal-amalmu. (QS. Muhammad.” (47) :35)<br /><br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.1.2 Islam Menurut Terminology (Istilah) </span><br />Secara termonologi, Islam adalah :<br />اَلاِْنْقِيَادُ وَاْلاِمْتِثَالُ لِمَا جَاءَ بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ كُلِّ مَا عُلِمَ وَاشْتُهِرَ أَنَّهُ مِنَ الدِّيْنِ. <br />Tunduk dan patuh untuk melaksanakan segala sesuatu yang dibawa oleh Nabi SAW yang diketahui dan terkenal bahwasannya itu merupakan syari’at Islam.<br /><br />Dengan definisi tersebut, Islam menjadi penterjemah untuk keimanan yang ada dalam lubuk hati. Maka iman adalah keyakinan yang tertanam dalam hati, sedangkan Islam adalah pembuktian dengan melibatkan anggota badan untuk keimanan yang tertanam kuat di dalam hati. Pemahaman ini diperkuat oleh hadits Nabi SAW, ketika beliau ditanya oleh Jibril tentang iman, maka beliau menjawab : ia adalah, hendaknya Engkau meyakini adanya Allah, Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir dan meyakini qadla serta qadar-Nya.<br /><br />Dan ketika Rasulullah SAW ditanya tentang Islam, beliau menjawab, Islam adalah, hendaknya kamu bersyahadat, mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan shaum di bulan Ramadhan, dan melakukan haji apabila kamu mampu. Kemudian ketika menyebutkan rukun Islam, beliau bersabda,”Islam itu dibangun di atas lima pondasi, dua kalimah syahadat, mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji dan shaum di bulan Ramadhan.” Dari hadits itu, terlihat jelas bahwa, Islam merupakan aplikasi daripada keimanan yang kokoh yang tertanam di dalam hati.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.2 Kesempurnaan Islam</span><br />Islam adalah kesejahteraan dan kebahagiaan hidup dan kehidupan manusia, baik di dunia maupun akhirat. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Islam mengajarkan segi-segi yang berkaitan dengan urusan duniawi dan segi-segi yang berhubungan dengan urusan ukhrawi. Maka dengan demikian, Islam adalah ajaran yang mengatur hubungan manusia dengan tuhannya, meliputi keyakinan dan penghambaan. Islam mengajarkan tentang system keimanan dan peribadahan. Yang pertama disebut dengan rukun-rukun iman dan yang ke dua disebut dengan rukun-rukun Islam. <br /><br />Islam merupakan satu-satunya ajaran yang mengatur manusia dengan sesamanya dan hubungannya dengan alam sekitarnya di mana dia hidup. Oleh karena itu, Islam mengajarkan tentang tata nilai kehidupan manusia secara komprehensif, baik sosial, ekonomi, politik, seni, kebudayaan, pernikahan, pembagian harta waris, jihad dan lain sebagainya. Hal tersebut menunjukkan, bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan komprehensif (syamil wa mutakamil). <br /><br />Allah SWT berfirman,<br />يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَآفَّةً وَلاَ تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينُُ.<br />Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah (2) :208)<br /><br />Secara umum, kesempurnaan Islam bisa dari tiga aspek:<br />Pertama,<span style="font-weight:bold;">Kesempurnaan dalam Waktu (syumuliyyatuz zaman)</span><br />Islam adalah risalah atau ajaran yang satu yang cocok dan sesuai sepanjang sejarah kehidupan manusia sampai hari kiamat. Islam juga merupakan agama yang menyempurnakan sekaligus meralat ajaran yang telah dibawa oleh para nabi dan rasul Allah SWT sebelum Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian, maka Islam adalah agama dari seluruh nabi dan rasul yang diutus Allah SWT, pada bangsa-bangsa dan kelompok-kelompok manusia, termasuk Nabi Muhammad SAW dan umatnya.<br /><br />Di antara ayat al-Qur`an yang menunjukkan bahwa Islam adalah agama bagi nabi sebelum Nabi Muhammad SAW adalah firman Allah SWT,<br />وَجَاهِدُوا فِي اللهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَاجَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِن قَبْلُ..<br />”Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu ..” <br />(QS. Al-Hajj (22) :78)<br />Adapun Nabi Muhammad SAW, beliau merupakan nabi terakhir, oleh karenanya tidak akan ada lagi setelah beliau dan secara otomatis tidak akan ada lagi ajaran selain ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Islam adalah agama yang sempurna yang akan senantiasa sejalan kehidupan manusia sepanjang zaman.<br /><br />مَّاكَانَ مُحَمَّدٌ أَبَآ أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَكِن رَّسُولَ اللهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمًا.<br />Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Ahzab (33) : 40)<br />الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ ِّلإِثْمٍ فَإِنَّ اللهَ غَفُورُُ رَّحِيمُُ.<br />Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa,sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Maidah (5) : 3)<br /><br />Kedua, <span style="font-weight:bold;">Kesempurnaan Sistem (syumuliyyatul manhaj)</span><br />Islam adalah agama yang memiliki system ajaran yang sempurna, di mana ia dibangun berdasarkan asas akidah yang kokoh yang tercermin dalam rukun-rukun iman. Kemudian di atas keimanan yang kokoh tersebut dibangunlah keislaman seorang hamba yang tercermin dalam rukun-rukun Islam (ibadah dan mu’amalah) dan budi pekerti (akhlak). Selanjutnya diperkuat atau didukung dengan system ajaran jihad atau amar ma’ruf nahi munkar demi terpeliharanya keimanan yang murni dan ibadah serta akhlak mulia. <br /><br />Diantara ayat-ayat yang menunjukkan kesempurnaan system Islam adalah sebagai berikut, <br />-Dalam masalah akidah <br />Allah SWT berfirman,<br />يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا آَمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا.<br />Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. (QS. 4:136)<br /><br />- Dalam masalah ibadah, contohnya shalat dan zakat <br />Allah SWT berfirman :<br />وَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ.<br />Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku'lah bersama orang-orang yang ruku'. (QS. Al-Baqarah (2) :43)<br />يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ.<br />Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.(QS. Al-Baqarah (2) :183)<br /><br />- Dalam masalah mu’amalah, contohnya larangan transaksi ribawi<br />يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُّضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ.<br />Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS. Ali Imran (3) :130)<br /><br />- Dalam masalah akhlak, contoh larangan memalingkan wajah dan sombong.<br />وَلاَتُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلاَتَمْشِ فِي اْلأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللهَ لاَيُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ . وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِن صَوْتِكَ إِنَّ أَنكَرَ اْلأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ.<br />Dan janganlah memalingkan muka dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (QS. Luqman (31) : 18-19)<br /><br />- Dalam masalah jihad.<br />يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنجِيكُم مِّنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ . تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرُُ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ.<br />Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahuiny. (QS. Ash-Shaf (61) : 10-11)<br /><br />Ketiga : <span style="font-weight:bold;">Sempurna dalam tempat (syumuliatul makan)</span><br />Allah swt sebagai satu-satunya dzat yang menciptakan alam ini dan segala yang ada didalamnya termasuk manusia, Dia telah menurunkan syariat Islam untuk seluruh alam tanpa dibatasi dengan waktu begitu juga ruang atau tempat. Yang demikian itu dikarenakan Islam bersumber dari Dzat yang satu, yaitu Allah SWT, Dialah Dzat Yang menguasai semesta alam, dan mengetahui akan kemaslahatan hamba-hamba-Nya disetiap waktu dan juga tempat, oleh karenanya, syari’at Islam diturunkan untuk kehidupan manusia dimanapun ia berada tanpa dibatasi sedikitpun dengan ruang atau tempat. Islam bukan hanya untuk kewasan Arab, namun ia diperuntukkan untuk semua manusia, baik Arab maupun non Arab.<br /><br />Allah SWT berfirman,<br />وَإِلاَهُكُمْ إِلَهُُ وَاحِدُُ لآَّإِلَهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحَمَنُ الرَّحِيمُ. إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنفَعُ النَّاسَ وَمَآأَنزَلَ اللهُ مِنَ السَّمَآءِ مِن مَّآءٍ فَأَحْيَا بِهِ اْلأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِن كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ لأَيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ.<br />Dan Ilah kamu adalah Ilah Yang Maha Esa; Tidak ada Ilah melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. (QS. Al-Baqarah (2) :163-164)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.3 Islam adalah Pedoman Hidup </span><br />Allah SWT sebagai Dzat Yang telah menciptakan alam semesta dan segala isinya termasuk manusia di dalamnya, tentunya Dia Maha Mengetahui akan kemaslahatan hamba-hamba-Nya. Oleh karenanya, Allah SWT tidak membiarkan kehidupan ini tanpa aturan, pijakan dan pedoman. Dalam rangka memberikan kemaslahatan yang sempurna, Allah Azza Wa Jalla menurunkan syari’at Islam melalui Rasul-Nya yang berlandaskan kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabawiyyah. Oleh karenanya, bagi hamba Allah yang menginginkan kemaslahatan yang sesungguhnya, ia harus menjadikan Al-Islam sebagai landasan dasar dalam mengunakan akal untuk berpikir, hati untuk menentukan arah dan tujuan hidup, serta menggunakan anggota badannya untuk membuktikan kebenarannya dalam berpikir dan menenetukan pilihan, sehingga Islam akan selalu mewarnai relung-relung kehidupannya. <br />Ketika seorang hamba telah menjadikan Islam sebagai pedoman hidupnya, niscaya ia tidak akan lagi berpikir individual; karena Islam selalu mengajarkan kepada pemeluknya untuk berpikir demi kemaslahatan umat. Begitu juga halnya dengan keputusan yang diambilnya, tindakan yang dilakukannya akan selalu diukur terlebih dahulu dengan nilai-nilai Islam, sehingga kemuliaan pun akan selalu menyertainya.<br /><br />Terkait dengan keharusan berpedoman kepada Al-Islam, Umar r.a telah berkata,”Kita adalah kaum yang dimuliakan Allah karena (selalu) berpegang teguh dengan Islam, maka kita tidak akan pernah mendapatkan kemuliaan (kemaslahatan) tanpa berpegang teguh kepadanya.”<br /><br />Cukuplah kesempurnaan Islam sebagai alasan yang utama untuk tidak menjadikan ajaran atau system yang lain sebagai pedoman dalam kehidupan manusia; karena Islam yang sudah sempurna dan mencakup segala sector kehidupan dan dijamin oleh Allah SWT sebagai pembuat syari’at tersebut, bahwa ia akan sanggup menyelesaikan semua problematika kehidupan manusia, manakala syari’at Islam itu ditinggalkan, maka kehancuranlah yang akan menimpa.<br /><br />Adalah satu ketetapan yang tidak bisa ditawar lagi, bahwa Islam adalah satu-satunya konsep kehidupan yang diridlai Allah Azza Wa Jalla yang sanggup menjamin kemaslahatan hidup manusia, baik secara pribadi maupun kelompok, di dunia maupun akhirat. Hal tersebut, bisa dilihat dari makna-makna yang tersirat dalam ayat-ayat di bawah ini.<br /><br />إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللهِ اْلإِسْلاَمُ وَمَااخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلاَّ مِن بَعْدِ مَاجَآءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَن يَكْفُرْ بِئَايَاتِ اللهِ فَإِنَّ اللهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ.<br />Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (QS. Ali Imran (3) :19)<br />وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ اْلأِسْلاَمِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي اْلأَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ.<br />Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang rugi. (QS. Ali Imran (3) :85)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.4 Islam adalah Solusi </span><br />Sejalan dengan pase-pase kehidupan yang terus dilalui sering kali umat ini menghadapi berbagai macam permasalahan, di mana permasalan tersebut terkadang mengakibatkan perselisihan dalam hal menentukan pilihan solusinya. Islam tampil sebagai system kehidupan yang sempurna telah memberikan konsep-konsep yang apabila dilaksanakan dengan baik tentunya akan memberikan solusi yang mashlahat untuk umat ini, karena Allah sendiri yang telah menjaminnya.<br /><br />Oleh karena itu Allah Dzat Yang Maha Tahu akan kemaslahatan dan solusi untuk setiap permasalahan, selalu menyeru hamba-Nya untuk mengembalikan segala permasalahan yang terkadang diperselisihkan itu, kepada Islam agar mendapatkan solusi yang tidak merugikan.<br /><br />Konsep-konsep dasar kehidupan yang telah Allah tetapkan dalam Islam, tentunya akan menjadi solusi alternatif untuk menyelesaikan segala permasalahan umat, oleh karenanya, sudah seharusnya bagi umat Islam untuk berpegang teguh pada ketetapan tersebut dan tidak mencoba untuk mencari-cari solusi selain solusi Islam. Hal tersebut diingatkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya, <br />يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِى اْلأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ ذَلِكَ خَيْرُُ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً.<br />Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul(-Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisaa` (4) : 59)<br /><br />Dari ayat di atas, kita selalu dituntut untuk menjadikan Islam sebagai rujukan dalam setiap permasalahan yang dihadapi, dan menjadikannya satu-satunya solusi; karena Islam sebagai system hidup yang sempurna tentunya telah memiliki konsep-konsep yang telah dijamin kemaslahatannya oleh Allah SWT sebagai Dzat yang membutnya.<br /><br />Sebagai contoh, kita dapat melihat sejarah pemerintahan Umar bin Abdul Aziz yang terkenal sebagai pemerintahan yang selalu menjadikan Islam sebagai satu-satunya pedoman dalam menjalankan pemerintahannya. Dan terbukti, selama pemerintahannya diakui sejarah sebagai pemerintahan paling berhasil setelah Khulafaurrasyidun.<br />Contoh lain, untuk masalah kemiskinan Islam memiliki solusi dengan konsep zakat, infak dan shadaqah. Untuk masalah kriminalitas, Islam memiliki solusi dengan konsep hudud (hukuman yang telah Allah tetapkan kadar dan jenisnya) dan qishash. Untuk masalah pembagian harta pusaka yang sering memicu konflik keluarga, Islam memiliki solusi dengan konsep ilmu mawaris (faraa`id) yang secara rinci diatur dalam al-Qur`an. Untuk penyakit masyarakat (pergaulan bebas), Islam memberikan solusi dengan konsep nikah. Untuk masalah ekonomi yang sering kali mengakibatkan kerugian bagi sebagian pihak dan menguntungkan bagi pihak yang lainnya, Islam memberikan solusi dengan konsep etika berbisnis dalam Islam. Dan masih banyak solusi lainnya yang harus selalu dijadikan acuan dalam menyelesaikan segala permasalah umat.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.5 Karakteristik Islam </span><br />Yang dimaksud dengan karaktersitik Islam adalah hal-hal yang bersifat khusus yang membedakan syari’at dengan yang lainnya.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.5.1 Bersumber dari Allah SWT (Rabbaniyyah)</span><br />Oleh karena syari’at Islam bersumber dari Allah SWT sebagai pencipta alam semesta, maka sudah barang tentu syari’at Islam terhindar dari kelemahan dan unsur-unsur kepentingan yang sempit. Hal ini dikarenakan hukum Allah itu berbeda dengan hukum pisitif yang dibuat oleh manusia yang tidak akan terlepas dari kelemahan dan unsur-unsur kepentingan yang sempit.<br /><br />Manusia, siapapun orang pasti akan menyimpan sifat kemanusiaannya, seperti berpihak pada kepentingan individu atau kelompok, juga menyimpan kelemahan dan keterbatasan ilmu pengetahuan. Umpamanya, ia memiliki keahlian dalam bidang hukum, akan tetapi lemah dalam bidang dalam bidang-bidang yang lainnya, seperti politik, sosial dan lain sebagainya.<br /><br />Hukum produk manusia pasti tidak akan luput daripada unsur kepentingan sempit dan sesaat. Peraturan yang dibuat oleh pihak pemerintah biasanya berpihak kepada kepentingan perentah dan tidak jarang menyengsarakan rakyat banyak. Hal itu dikarenakan manusia tidak terlepas dari kepentingannya.<br /><br />Satu-satunya hukum yang bersih dari kekurangan, kecurangan dan ketidak adilan hanyalah hukum Allah SWT, karena Allah Maha Suci dari sifat-sifat tersebut. Satu-satunya hukum yang tidak memihak kepada kepentingan sepihak dan sesaat hanyalah hukum yang dibuat Allah SWT; karena Dia tidak berkepentingan kepada manusia, namun sebaliknya, manusia lah yang berkepentingan kepada Allah SWT.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.5.2 Syari’at Islam Bersifat Seimbang (Tawazuniyyah)</span><br />Keseimbangan dalam syari’at Islam maknanya adalah tidak menampilkan sikap berlebihan dalam segala aspek kehidupan, melainkan selalu berupaya untuk bersikap proporsional sejalan dengan ketetapan yang telah digariskan dalam Islam.<br /><br />Islam tidak hanya memerintahkan kepada umatnya untuk berkonsentrasi dalam kehidupan ukhrawi, akan tetapi ia menganjurkan juga untuk tidak melupakan kehidupan duniawi. Islam juga tidak hanya menyuruh untuk memperhatikan kepentingan pribadi, namun menyuruh pula untuk memperhatikan keluarga, masyarakat dan umat. <br /><br />Karakteristik keseimbangan ini, bisa terlihat dalam sebuah hadits Nabi SAW, ketika datang kepada beliau tiga orang laki-laki dan bertanya tentang ibadahnya. Ketika mereka mengetahui ibadahnya Rasulullah SAW, maka mereka merasa bahwa ibadah mereka masih sangat sedikit, sehingga salah seorang dari mereka berkata,”Aku akan selalu shalat dan tidak akan tidur.” kemudian yang kedua berkata,”Aku akan selalu shaum dan tidak akan pernah berbuka.” dan yang ketiga mengatakan,”Aku akan menjauhi wanita dan tidak pernah menikah selamanya.”<br /><br />Mendengar hal itu, Rasulullah SAW bersabda,<br />أَنْتُمْ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي.<br />Kalian mengatakan, begini dan begini, ketauhilah! Demi Allah! Bahwa Aku adalah orang yang paling takut dan paling bertakwa kepada Allah di antara kalian, akan tetapi aku melaksanakan shaum dan berbuka, aku mendirikan shalat dan aku juga tidur, dan aku menikahi para wanita. Maka barangsiapa yang tidak menyenangi sunnahku, ia tidak termasuk ke dalam golonganku.”(HR. Bukhari dan Tirmidzi, hadits dari Anas bin Malik )<br />Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda,”Sesungguhnya untuk dirimu ada hak atasmu, dan tuhanmu mempunyai hak darimu, juga keluargamu mempunyai hak darimu, maka tunaikanlah hak-hak itu sesuai dengan haknya masing<br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.5.3 Berlaku untuk Umum atau Mendunia (’alamiyyah) </span><br />Syari’at Islam berlaku untuk semua orang di semua tempat. Ia bukan hanya diperuntukkan untuk umat Islam saja, atau untuk wilayah Arab saja. Setiap orang yang hidup di wilayah negeri Islam manapun, ia harus tunduk terhadap hukum Allah, sebagaimana tercantum dalam firman-Nya,<br />وَمَآأَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ كَآفَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَيَعْلَمُونَ.<br />Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui. (QS. Saba` (34) : 28)<br /><br />Konsekuensinya, bahwa hukum Islam berikut kaidahnya harus mampu mewujudkan kemaslahatan bagi seluruh umat manusia, dan menghantarkannya ke derajat yang lebih tinggi; karena tidak mungkin suatu system hukum yang diberlakukan untuk umum, tetapi kemaslahatannya hanya dirasakan oleh sekelompok umat manusia saja.<br /> <br />Sumber-sumber hukum Islam dibagi kepada dua bagian, yaitu : sumber yang bersifat permanent, seperti Al-Qur’an dan as-Sunnah yang merupakan sumber utama syari’at Islam. berikutnya, sumber yang bersifat fleksibel seperti ijtihad yang merupakan dasar bagi ijma’, qiyas, istihsan dan mashalih mursalah. Sumber yang fleksibel inilah yang membuat syari’at Islam dapat bertahan di mana dan kapan saja.<br /> <br /><span style="font-weight:bold;">1.5.4 Bersifat Universal (Syumuliyyah) </span><br />Islam merupakan peraturan yang menyeluruh atau komprehensif, tidak terbatas hanya pada pembinaan akhlak saja, namun ia mencakup berbagai aspek kehidupan dan mengatur segala urusan manusia, baik yang bersifat individu, keluarga, masyarakat dan negara.<br />Islam telah mengatur semua aspek kehidupan seseorang, tidak ada yang terlupakan padanya. Islam telah mengatur hubungan antara manusia dengan penciptanya (hamblum minallahi), hubungan manusia dengan sesama manusia lainnya (hablum minannasi), hingga hubungan manusia dengan makhluk lainnya, hewan dan tumbuh-tumbuhan.Tidak ada suatu persoalan pun yang luput dari aturan (syari’at) Islam, setiap persoalan yang muncul dalam kehidupan manusia pasti ada jawabannya dalam syari’at Islam.<br />Secara garis besar, syari’at Islam dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian : Pertama, berkenaan dengan hukum ’akidah. Termasuk di dalamnya masalah-masalah yang berkenaan dengan prinsip bertauhid atau akidah Islam. <br /><br />Kedua, berkenaan dengan akhlak (moral), seperti menghormati orang tua, menepati janji, berkata yang baik, tidak berdusta, tidak sombong dan lain sebagainya. Dan ketiga, berkenaan dengan masalah ’amaliyyah. Aspek ketiga ini terkait dengan dua masalah utama, yaitu : aspek ibadah, yaitu aturan yang mengatur interaksi antara manusia sebagai makhluk dengan penciptanya, aturan yang mengatur tentang tata cara menusia melaksanakan pengabdiannya kepada Allah SWT. Selanjutnya, aspek muamalah, yaitu aturan yang mengatur interaksi antara sesama manusia. Aspek ini merupakan bagian yang paling luas diatur dalam Islam; mengingat aktifitas manusia yang sangat dominan dalam hidupnya adalah interaksinya dengan sesama manusia. Dan aspek tersebut menyangkut hukum kekeluargaan, perdagangan, hukum tata negara dan lain sebagainya. Wallahu A’lam bish shawwab. <br /><br /><span style="font-weight:bold;">1.6 Kisah Teladan Seputar Ma’rifatul Islam</span><br />Pada suatu ketika, seorang yang berkebangsaan Ingris yang bernama Brawn, ia melakukan kunjungan ke negeri India, dan kunjungan tersebut merupakan yang pertama kali ia lakukan. Ketika ia berjalan-jalan sambil memperhatikan keadaan sebagian perkampungan di India, tiba-tiba ia merasa kehausan dan dilihatnya seorang petani India tengah membawa air minum, kemudian ia meminta air minum kepadanya. <br /><br />Namun ketika petani tersebut melihat, bahwa yang meminta air padanya itu seorang berkebangsaan Ingris, ia tidak memiliki keinginan sedikitpun air minum kepadanya, sehingga Brawn melanjutkan perjalanannya sambil menahan rasa haus. Setelah beberapa langkah, si petani India itu membuang air minum dan gelasnya, lalu menginjak-injaknya. Melihat pemandangan seperti itu Brawn merasa terkejut dan bertanya-tanya dalam dirinya, namun ia tidak berkomentar sedikitpun, dan terus melanjutkan perjalanannya.<br /><br />Pada hari berikutnya, ia kembali melakukan perjalanan di perkampungan yang berbeda, tiba-tiba ia kembali merasa kehausan dan didapatkannya pula seorang petani yang secara kebetulan tengah membawa air minum seperti petani yang pertama kali dijumpainya. Kemudian ia meminta minum kepadanya dan petani ini segera memberinya air minum. <br /><br />Setelah Brawn minum air tersebut, ia pergi dari petani itu dengan tetap mengawasinya untuk mengetahui, apakah petani tersebut membuang gelas bekas ia minum seperti petani yang pertama ataukah tidak?<br /><br />Ternyata Brawn mendapatkan pemandangan yang berbeda, petani tersebut tidak membuang gelas bekas ia minum, melainkan ia menyimpankannya kembali ke tempat semula dan tidak menghancurkannya, lalu Brawn bertanya kepada penduduk setempat terkait dengan dua pemandangan yang berbeda itu.<br /><br />Dikatakan kepada Brawn, bahwa petani yang pertama adalah seorang penyembah berhala, yang mana ia tidak rela selain dari pemeluk agamanya minum air dari gelas yang dibawanya. Adapun petani yang ke dua, ia adalah seorang Muslim.<br />Kemudian Brawn (setelah masuk Islam ia menamakan dirinya dengan Abdullah) berkata dalam dirinya,”Aku merasa bahwa diriku harus lebih jauh mengenal Islam, maka aku membaca terjemah Al-Qur`an, kemudian membaca kisah perjelanan hidup Rasulullah SAW, lalu setelah itu aku masuk Islam.”<br /><br />Dari kisah ini, kita dapat mengambil ibrah (pelajaran), bahwa yang menyebabkan Brawn masuk Islam adalah akhlak yang mulia dari petani Muslim India tersebut. Maka apabila setiap Muslim berakhlak Islami, niscaya hal itu akan menjadi media dakwah dakwah yang paling kuat. Sehingga sangat wajar jika muncul ungkapan yang menyatakan,”Seorang Muslim akan menjadi bukti nyata dari kebenaran ajaran Islam dengan memilih akhlak yang mulia, dan ia akan menjadi penghujat bagi Islam manakala memilih akhlah yang tercela; karena sesungguhnya orang yang selain Muslim akan lebih banyak membaca Islam dari kepribadian (syakhsiyyah) Muslim yang nyata, dan tidak akan membaca lebih banyak dari buku-buku Islam yang ditulis oleh orang-orang Muslim itus sendiri.<br />Nampak jelas bagi kita, bahwa ketika kita hendak menjadi seorang Muslim yang bak, dan mengajak orang lain untuk mengikuti langkah kita, maka ajaran Islam harus menjadi penghias keseharian kita; karena tanpa itu semua keislaman kita hanya tinggal nama saja.Informasi Masjidhttp://www.blogger.com/profile/07054991351118464618noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7547856359009080478.post-64822534648979160042011-01-25T10:13:00.000+07:002011-01-25T10:14:35.278+07:00Bertaqwa, Urusan Jadi MudahMarilah kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Ta’ala. Hal ini yang selalu diwasiatkan oleh para Rasul, Nabi dan Ulama, serta diwasiatkan oleh setiap khotib jum’ah. Taqwa tidak hanya di masjid, tapi harus pula dilakukan di manapun berada. Di pasar, misalnya, ketaqwaan kita bisa diwujudkan dengan tidak berbuat curang dan menipu. Di sawah, dengan tidak menyakiti tetangga. Yakni dengan merampas hak-haknya secara dzolim. Taqwa di kantor atau tempat kerja berarti menghargai ketentuan yang berlaku, disiplin dan bersih. Datang terlambat atau mangkir saat tugas sama artinya dengan mengorupsi waktu. Demikian juga tindakan-tindakan penyelewengan lain.<br /><br />Taqwa itu tidak hanya dengan melakukan ibadah seperti shalat, shodaqoh dan puasa. Atau meninggalkan dosa besar seperti zina, membunuh, mabuk-mabukan dan lain-lain. Tapi, juga menyangkut hal-hal kecil yang kita kerjakan sehari-hari. Bahkan termasuk bisikan-bisikan di dalam benak kita. Karena di sanalah tempatnya dengki, riya’, iri hati dan hasud.<br /><br />Oleh karenanya, sudah selayaknya kita senantiasa melakukan koreksi diri, apakah segala tindakan dan bisikan hati kita selama ini sudah mencerminkan ketaqwaan kita terhadap Allah Ta’ala. Sesungguhnya ketakwaan itu sendiri segala manfaatnya akan kembali pada diri kita sendiri.<br /><br />Bahkan, Allah Ta’ala telah menjanjikan kemudahan bagi hamba-hambanya yang bertaqwa. Firman Allah Swt:<br />من يتق الله يجعل له من امره يسرا<br /><br />Barangsiapa yang bertaqwa, Allah Ta’ala akan memberikan kemudahan atas segala urusannya (QS. At-Tholaq:4).<br /><br />Tentu saja bertaqwa itu bukan urusan sepele. Apalagi bagi orang-orang yang memiliki kedudukan tinggi di pemerintahan. Di mana godaan untuk berbuat dosa menghampar di depan mata. Lebih-lebih jika kebetulan orang itu berada di tengah lingkungan yang kurang kondusif. Banyak kita dengar orang-orang mengeluh, bahwa ‘’Zaman sudah edan bila tidak ikut edan maka tidak kebagian.’’ Anggapan tersebut jelas-jelas salah kaprah. Karena ketetapan Allah Ta’ala berkaitan rizki semua mahluk ciptaannya sudah tertulis secara pasti. Baik mereka mencarinya dengan cara yang halal atau tidak, Allah Ta’ala tetap akan memberikannya. Lebih-lebih, Allah Ta’ala, di dalam Al Qur’an, telah berjanji:<br />من يتق الله يجعل له مخرجا ويرزقه من حيث لا يحتسب<br /><br />Barang siapa bertaqwa kepada Allah, akan dihamparkan kepadanya jalan keluar dan dilimpahi rizki di luar perkiraannya ( QS At Tholaq:2-3)<br />Orang yang benar-benar bertakwa tidak akan pernah berbuat aniaya terhadap sesamanya. Tidak akan menyengsarakan rakyat banyak dengan alasan apapun. Apalagi demi keuntungan pribadi dan kroninya. Orang yang bertakwa adalah mereka yang beriman dan beramal saleh. Tak terbersit sedikitpun dalam hatinya kebencian, dengki dan iri hati. Apalagi berupaya untuk saling menjegal dan menikam punggung dari belakang. Mereka akan senantiasa menebar kebaikan kepada sesamanya. Karena, kepada orang-orang yang beriman, di dalam hati mereka, telah ditanamkan oleh Allah Ta’ala rasa kasih sayang. Hal ini bisa dilihat dalam firman Allah:<br />ان الذين امنوا و عملوا الصالحات سيجعل لهم الرحمن ودا<br /><br />Sesungguhnya orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka kasih sayang. (QS Maryam 96)<br />Orang yang bertakwa, yang berarti juga beriman dan beramal saleh, tidak akan mendapatkan kesulitan yang berarti dalam kehidupannya. Bilapun dia mengalami persoalan maka banyak orang yang dengan senang hati akan membantunya. Tidak perlu jauh-jauh, di lingkungan sekitar, kita akan banyak mendengar cerita atau menjumpai secara langsung bagaimana Allah senantiasa memudahkan jalan bagi orang-orang saleh yang bertakwa. Wallahu a’lam bisshawab.Informasi Masjidhttp://www.blogger.com/profile/07054991351118464618noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7547856359009080478.post-40807559532358780802011-01-25T10:09:00.002+07:002011-01-25T10:12:18.947+07:00Menghitung Nikmat AllahPada dasarnya, nikmat dinniyah yang dianugerahkan Allah kepada umat Islam dapat digolongkan menjadi dua. Yakni <span style="font-style:italic;">nikmat taufiq<span style="font-weight:bold;"></span></span> dan <span style="font-style:italic;">nikmat Ismah<span style="font-weight:bold;"></span></span>. Taufiq itu sendiri berarti pertolongan dari Allah, berupa kekuatan diri untuk senantiasa menjalankan ta’at dan ketabahan hati menjauhi maksiat. Imam Ghozali menyebutnya anugerah, karena hal itu menjadi lantaran keselamatan manusia, baik di dunia maupun akhirat.<br /><br />Selamat di dunia, berarti terbebas dari malapetaka dan musibah. Adakalanya musibah atau malapetaka yang menimpa manusia merupakan adzab atau siksaan di dunia yang diberikan oleh Allah Swt untuk melebur dosa. Sebagai ganti dari adzab akhirat yang berlipat-lipat lebih berat. Sedangkan selamat di akhirat adalah keberuntungan yang tak ada bandingannya, karena Allah menyediakan surga yang tak terbayangkan keindahannya.<br /><br />Dan, nikmat yang kedua adalah ismah. Yaitu terpelihara dari perbuatan maksiat, dijauhkan dari bid’ah, baik perbuatan maupun keyakinan, dan dihindarkan dari perbuatan orang-orang yang sesat. Seperti kita ketahui bahwa belakangan ini begitu banyak kesesatan dan bid’ah bertebaran di sekitar kita. Mulai dari lahirnya aliran-aliran nyeleneh yang membawa nama Islam, hingga muncul orang-orang yang mengaku sebagai Nabi, Rasul, Jibril bahkan mengaku Tuhan.<br /><br />Bagaimanapun juga terpelihara dari aliran dan keyakinan semacam itu adalah sebuah anugerah dari Allah Swt yang patut untuk disyukuri. Karena, di antara orang-orang yang terpengaruh aliran sesat tersebut, ada juga yang berpendidikan dan telah mengenal agama Islam.<br /><br />Dari sekian banyak nikmat yang dianugerahkan oleh Allah kepada umat islam, <span style="font-weight:bold;">Islam adalah anugerah yang paling agung</span>. Karena, Islam bukan hanya menuntun manusia pada jalan keselamatan ukhrowi, tapi juga membawa rahmatan lilalamin. Tatacara kehidupan manusia diatur sedemikian rupa, dari yang paling berat sampai urusan makan dan membasuh tangan. Islam juga memberikan pandangan yang berbeda terhadap kehidupan manusia, bahwa kehidupan ini tidak lagi hanya soal mencari makan. Dan manusia seharusnya membedakan dirinya dari hewan ternak yang dipelihara untuk bekerja.<br /><br />Selain itu, masih banyak nikmat-nikmat lainnya yang tak ada satu pun bisa menghitungnya, kecuali Dzat Yang Maha Mengetahui. Sebagaimana firman-Nya:<br />وان تعدوا نعمت الله لا تحصوها, ان الانسان لظلوم كفار<br /><br />“…Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (Q.S. Ibrahim; 34).<br /><br />Sekali lagi, kita wajib bersyukur atas segala nikmat yang telah dianugerahkan Allah dengan cara taat dan takut. Taat menjalankan segala perintah-Nya dan takut menerjang segala larangan-Nya. Meskipun pada hakikatnya kita bisa bersyukur itu adalah sesuatu yang harus kita syukuri pula. Wallohua’lam bisshowab.Informasi Masjidhttp://www.blogger.com/profile/07054991351118464618noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7547856359009080478.post-86866201060759229452011-01-25T10:05:00.002+07:002011-01-25T10:07:21.869+07:00Kau ini bagaimana Atawa Aku harus bagaimanaKau ini bagaimana<br />Kau bilang aku merdeka<br />Kau memilihkan untukku segalanya<br /><br />Kau suruh aku berpikir<br />Aku berpikir, kau tuduh aku kapir<br />Aku harus bagaimanaKau bilang bergeraklah, aku bergerak kau curigai<br />Kau bilang jangan banyak tingkah. Aku diam saja, kau waspadai<br /><br />Kau ini bagaimana<br />Kau suruh aku memegang prinsip.<br />Aku memegang prinip kau tuduh aku kaku..<br />Kau suruh aku tolerant<br />Aku tolerant, Kau bilang aku plin-plan<br /><br />Aku harus bagaimana<br />Aku Kau suruh maju, aku mau maju kau srimpung kakiku<br />Kau suruh aku bekerja<br />Aku bekerja…kau ganggu aku<br /><br />kau ini bagaimana<br />Kau suruh aku taqwa, khotbah keagamaanmu membuat ku sakit jiwa<br />Kau suruh aku mengikutimu, langkahmu tak jelas arahnya<br /><br />Aku harus bagaimana<br />Aku Kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya<br />Aku Kau suruh berdisisplin<br />Kau menyontohkan yang lain<br /><br />Kau ini bagaimana<br />Kau bilang tuhan sangat dekat<br />Kau sendiri memanggil-manggilnya dengan pengeras suara setiap saat<br />Kau bilang kau suka damai, kau ajak aku setiap hari bertikai<br /><br />Aku harus bagaimana<br />Aku Kau suruh membangun, aku membangun kau meruskkanya<br />Aku Kau suruh menabung,aku menabung kau menghabiskannya<br /><br />Kau ini bagaimana<br />Kaus suruh aku menggarap sawah, sawahku kau tanami rumah-rumah<br />Kau bilang aku harus punya rumah<br />Aku punya Rumah kau meratakannya dengan tanah<br /><br />Aku harus bagaimana..<br />Aku kau larang berjudi..<br />Permainan spekulasimu menjad-jadi<br /><br />Aku Kau suruh betanggung jawab..<br />Kau sendiri terus berucap wallahu a’lam bishowab<br /><br />Kau ini bagaimana<br />Kau suruh aku jujur ,aku jujur kau tipu aku<br />Kau suruh aku sabar, aku sabar kau injak tengkukku<br /><br />Aku harus bagaimana<br />Aku Kau suruh memilihmu sebagai wakilku, sudah kupilih kau bertindak sendiri semaumu<br />Kau bilang kau selalu memikirkanku, aku sapa saja kau merasa terganggu<br /><br />Kau ini bagaimana<br />Kau bilang bicaralah, aku bicara kau bilang aku ceriwisss<br />Kau bilang jangan banyak bicara. Aku bungkam , kau tuduh aku apatis<br /><br />Aku harus bagaimana<br />Kau bilang kritiklah<br />Aku kritik kau marah<br />Kau bilang carikan alternatifnya, aku kasih alternatif, kau bilang jangan mendikte saja<br /><br />Kau ini bagaimana<br />Aku bilang terserah kau<br />Kau tidak mau<br /><br />Aku bilang terserah kita<br />Kau tak suka<br /><br />Aku bilang terserah aku<br />kau memakiku<br /><br />Kau ini bagaimana…..<br />Atau aku harus bagaimana…?<br /><br />Gus Mus 1987Informasi Masjidhttp://www.blogger.com/profile/07054991351118464618noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7547856359009080478.post-61655333944864929222011-01-24T10:15:00.003+07:002011-01-24T10:22:43.034+07:00Al Qur’an: Kode Genetis Benih TanamanSegala informasi mengenai tanaman tersembunyi dalam benihnya, yang berukuran beberapa mili atau sentimeter, dan nampak seperti kayu. Benih ibarat miniatur perpustakaan yang dipenuhi oleh informasi tentang tanaman.<br /><br />Benih, yang terbentuk dari gabungan sel reproduksi jantan dan betina sebatang tanaman, memiliki satu embrio tanaman dan satu gudang penyimpan makanan. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat penting dalam pembentukan benih, karena pada tahap pertama kehidupannya di bawah tanah, benih tidak memiliki akar untuk menyerap makanan dari dalam tanah, juga tidak memiliki daun untuk menghasilkan makanannya sendiri. Sampai ia cukup berkembang untuk mendapatkan sendiri yang ia butuhkan, persediaan makanan sudah mencukupi kebutuhan tanaman.<br /><br />Pembentukan tanaman yang tingginya mencapai beberapa meter dari partikel kecil ini diawali dengan perkecambahan benih. Selama petumbuhan tanaman yang lambat tersebut, semua sistem di dalamnya (misalnya organ reproduksi, proses fotosintesis, saluran-saluran dalam, dan sebagainya) berkembang bersamaan dengan perpanjangan akar ke dalam tanah dan batangnya ke atas. Segala hal rinci dalam tanaman harus ada secara bersamaan. Misalnya, batang bagian dalam dan batang kayu pada tanaman tidak berarti apa pun kecuali mekanisme reproduksinya telah terbentuk. Karena tanaman tidak akan bisa melestarikan keturunannya, atau tidak akan bisa menyerap makanan atau air. Singkatnya, mekanisme tambahan tidak berarti apapun.<br /><br />Setiap benih –apa pun jenisnya- memiliki semacam kulit luar atau lapisan pelindung. Andaikan kita menghamburkan benih-benih ke tanah secara acak, setelah beberapa saat, bila semua kondisi (panas, cahaya, dan makanan untuk pertumbuhannya) dipenuhi kulit luar ini akan pecah dan benih mulai tumbuh. Sebagaimana telah kami jelaskan di awal,<br />benda yang kita sebut benih ini nampak seperti cuilan kayu, ia menghadapi segala rintangan –apa pun itudan membangun jalan hidupnya. Sejenak mari kita renungkan sebentuk tunas mungil dan tanah yang tebal, mungkin kita akan mengerti keajaiban karya yang dikerjakan oleh benih.<br /><br />Tak terhitung banyaknya jenis tanaman muncul dari benih yang ditaburkan pada tanah yang sama. Strawbery, aprikot, semangka, limun, pohon lemon. Sudah barang tentu kita tidak akan mampu menghitung satu per satu. Saat kita berpikir tentang bunga ros, teratai, magnolia, dan banyak lagi bunga dengan aroma sangat menawan, muncul dari tanah yang sama, kita dapat membandingkan dengan pabrik yang menghasilkan banyak pohon dan tumbuhan dengan berbagai macam buah, daun, aroma, dan warnanya. Benih hanyalah salah satu contoh karya seni Allah yang sempurna. Dalam Al Qur’an, kita diajak untuk merenungkan ciptaan sempurna tersebut sebagai berikut:<br /><br />Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau, Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah, dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman. (Surat Al An’am; 99).<br /><br />Juga bagaimana tanaman-tanaman itu berkembang biak menunjukkan keanekaragaman di antara mereka. Beberapa tanaman berkembang biak dengan menyemburkan pollennya, ada pula yang menaburkan bijinya dengan bermacam-macam cara.<br /><br />Tanaman yang memperbanyak diri dengan benihnya sudah barang tentu harus mencapai tanah. Hal ini dilakukan dengan cara berbeda, tergantung pada jenis tanamannya. Beberapa tanaman menggunakan binatang (misalnya lebah, serangga, burung, semut, dan lain-lainnya) sebagai sarana membawa benih atau pollennya, beberapa tanaman lainnya menggunakan kemampuan “menyerupai” serangga yang akan membawanya (misalnya anggrek menyerupai lebah), dan ada pula yang memiliki sistem untuk melemparkan pollennya ke udara dengan bantuan angin (misalnya sistem dalan cone (pada biji pinus-penerj).<br />Beberapa tanaman tidak memiliki aroma atau penampakan yang dapat menarik binatang.<br /><br />Bagaimana tanaman ini akan berkembang biak? Bila kita berpijak pada teori evolusi, penantian mereka atas terjadinya struktur “kebetulan” akan berarti berakhirlah keturunan mereka, dan hal ini mustahil terjadi. Setiap tanaman memiliki cara unik untuk memperbanyak diri. Misalnya, mentimun dari Mediterania, menggunakan “kekuatan” untuk menaburkan benih-benihnya. Selagi masak, benih ini mulai dipenuhi oleh cairan panas. Setelah beberapa saat, tekanan pada cairan ini meningkat, sehingga benih dalam mentimun tersebut tidak dapat bertahan lebih lama kemudian pecah. Karena benih tersebut pecah, mereka kemudian menyemburkan cairan yang ada di dalamnya. Dengan tersemburnya cairan ini, benih-benih mentimun tersebar di atas tanah. Mekanisme ini sangatlah peka, pengisian cairan dalam kapsul terjadi tepat ketika mentimun mulai masak. Jika sistem ini berlangsung lebih awal, kapsul tersebut akan pecah sebelum benih masak, dan hal ini menjadi sama sekali tidak berguna.<br /><br />Salah satu tanaman yang paling berhasil dalam menaburkan benihnya dengan “meledakkannya” adalah pohon bernama Hura, sebuah pohon unik di Brasil. Ketika pohon tersebut mengering dan saatnya menaburkan benih, ia dapat melemparkan benihnya sampai sejauh 12 meter.<br /><br />Terdapat pula beberapa tanaman yang ditemukan di tepi laut atau sungai yang benihnya hanya bisa disebarkan oleh air, dan benih tersebut dapat berada di air dalam jangka waktu sangat lama tanpa keropos atau berkecambah. Tanaman paling terkenal dari jenis ini adalah tanaman kelapa, yang benihnya berada dalam kulit yang tebal. Bagian luar benih ini tertutup oleh pelindung tebal sehingga rusak oleh air. Dalam kulit tebal ini terdapat segala macam kebutuhan (misalnya air dan makanan) yang diperlukan selama perjalanan panjangnya.<br /><br />Buncis laut juga merupakan tanaman yang menaburkan benihnya melalui air dan menggunakan air sungai sebagai sarana transportasi. Sifat terpenting dari tanaman yang menggunakan air sebagai sarana transportasi untuk membawa benihnya adalah terbukanya benih segera setelah benih mencapai daratan.<br /><br />Benih tanaman selalu berkecambah segera setelah bersentuhan dengan air. Lala, apa jawaban atas pertanyaan seperti berikut: mengapa tanamantanaman ini tidak mulai masak setelah jatuh ke air tetapi menunggu sampai ia mencapai tanah, dan bagaimana mereka tahu bahwa mereka berada di air bukan di tanah; bagaimana “mereka mengetahui bahwa benih mereka akan membusuk dan mati, dan mereka akan musnah jika mereka membuka sebelum waktunya atau jika mereka berada di air lebih lama daripada waktu yang dibutuhkan untuk perkecambahan”?<br /><br />Adalah mustahil bagi benih-benih itu untuk menunjukkan pengaturan waktu dan membuat keputusan seperti ini. Beberapa benih tanaman tertutup oleh jaringan berminyak dan dapat dimakan.<br /><br />Perkembangbiakan tanaman jenis ini dilakukan oleh semut, karena jaringan berminyak pada benih tanaman jenis ini merupakan makanan kegemaran semut pengangkut. Semut-semut tersebut mengumpulkan dan mengangkutnya ke sarang dengan penuh semangat. Demikianlah, pada tahap awal, mereka secara tak sengaja mengubur benih-benih ini dalam tanah. Semut yang merelakan dirinya membawa benih yang ukurannya jauh lebih besar dari tubuhnya, melakukan hal yang sungguh menarik yaitu dedauanan yang berada di bagian dalam, bagian berdaging benih ini, tidak disentuhnya, dan ia hanya memakan kulit luarnya. Dengan melakukan hal tersebut berarti menjamin kelangsungan hidup tanaman.<br /><br />Terdapat jutaan pertanyaan diajukan mengenai makhluk hidup di atas bumi dan jutaan pula jawaban diberikan atas pertanyaan ini. Jawaban ini bertemu pada satu titik, yaitu kesempurnaan, rancangan sangat cerdas, sistem lengkap yang bekerja dalam sebuah perencanaan tertentu. Sekali lagi, semuanya membawa kita pada satu kesimpulan yakni keberadaan Allah satu-satunya Pencipta yang memiliki ilmu maha luas tak mampu dijangkau oleh keterbatasan pikiran manusia, dan Dialah yang Maha Bijaksana….Informasi Masjidhttp://www.blogger.com/profile/07054991351118464618noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7547856359009080478.post-31191816691468648852011-01-24T10:02:00.003+07:002011-01-24T10:10:22.653+07:00Rancangan Luar Biasa pada MataKetika Anda menebarkan pandangan ke sekeliling Anda, saat Anda berada di udara terbuka atau di padang luas, Anda dapat menyaksikan semua benda, dari yang terjauh hingga yang terdekat dari Anda, dengan segala rupa, bentuk dan ukurannya. Pemandangan ini, yang Anda dapatkan tanpa kesulitan sedikit pun, merupakan hasil reaksi dan interaksi yang sangat rumit dalam tubuh Anda. Sekarang, mari kita saksikan cara kerja yang sangat rumit ini lebih dekat.<br /><br />Mata manusia memiliki mekanisme otomatis yang bekerja secara sempurna. Mata terbentuk dari kombinasi 40 bagian dasar yang berbeda, dan masingmasing bagian memiliki fungsi penting dalam proses melihat. Sedikit saja cacat atau ketidakmampuan menjalankan fungsi pada satu saja dari bagian-bagian ini menyebabkan mustahil untuk melihat. <br /><br />Lapisan tembus pandang di bagian depan mata disebut kornea. Di sebelah kanannya terletak iris. Selain memberi warna pada mata, iris menyesuaikan ukurannya secara otomatis berdasarkan ketajaman cahaya dikarenakan otot mata menempel padanya. Misalnya, jika kita berada di tempat gelap, iris melebar untuk mendapatkan/menyerap cahaya sebanyak mungkin. Saat cahaya semakin terang, ia menguncup untuk mengurangi jumlah cahaya yang datang mengenai mata.<br /><br />Sistem penyesuaian otomatis pada iris bekerja sebagai berikut: sejumlah cahaya mengenai mata, sebuah impuls syaraf mengirimkan ke otak dan memberi pesan tentang keberadaan dan ketajaman cahaya tersebut. Otak segera mengirim kembali suatu sinyal dan perintah tentang seberapa banyak otot di sekitar iris akan berkontraksi.<br /><br />Mekanisme mata lainnya yang bekerja bersamaan dengan struktur ini adalah lensa. Tugas lensa yaitu untuk memfokuskan cahaya yang mengenai mata ke lapisan retina di belakang mata. Karena gerakan otot di sekitar lensa, sinar yang datang ke mata dari berbagai sudut yang berbeda dapat selalu difokuskan ke retina.<br /><br />Semua sistem yang telah kita bahas di atas jauh lebih unggul dibandingkan peralatan mekanis yang dirancang dengan teknologi terkini yang meniru mata. Bahkan sistem tiruan tercanggih pun di dunia ini tetap merupakan sistem sederhana dan kuno dibandingkan dengan mata.<br /><br />Bila kita renungkan upaya dan ilmu pengetahuan yang telah diberikan dalam pembuatan sistem buatan ini, kita dapat memahami dengan penciptaan unggul macam apa mata itu dibuat. <br /><br />Bila kita amati sebuah sel tunggal dalam mata pada tingkat mikroskopis, keunggulan penciptaan ini lebih jauh diungkapkan.<br /><br />Bayangkan kita melihat sebuah mangok kristal penuh buah-buahan. Cahaya datang dari mangkok ke mata kita melalui kornea dan iris dan difokuskan pada retina oleh lensa.<br />Lalu, apa yang terjadi dalam retina sehingga selsel retina dapat menangkap cahaya? Ketika partikel cahaya, juga disebut photon, melewati sel-sel pada retina, partikel-partikel ini menghasilkan efek merambat seperti deretan domino yang disusun dengan sangat hati-hati satu per satu.<br /><br />Bagian pertama domino dalam sel retina ini adalah molekul yang disebut 11-cis-retina. Ketika sebuah photon cahaya berinteraksi dengannya, molekul ini berubah bentuk. Hal ini mendorong perubahan bentuk dari protein lainnya, yakni rhodopsin, menjadi ikatan kuat. Sekarang, rhodopsin berubah bentuk sehingga ia dapat bergabung dengan protein lainnya, disebut transducin, yang telah ada dalam sel tersebut, tetapi tidak dapat berinteraksi sebelumnya karena bentuknya tidak sesuai. Setelah penggabungan ini, molekul lainnya disebut GDP juga ikut bergabung dalam kelompok ini.<br /><br />Sekarang, dua protein – rhodopsin dan transducindan molekul kimia bernama GDP telah berikatan. Akan tetapi proses ini baru saja dimulai. Gugusan yang disebut GDP kini memiliki bentuk yang sesuai untuk berikatan dengan protein lain yang disebut phosphodiesterase, yang selalu berada di dalam sel. Setelah pengikatan ini, bentuk molekul yang dihasilkan akan menyebabkan sebuah mekanisme yang mengawali serangkaian reaksi kimia dalam sel.<br /><br />Mekanisme ini mengubah konsentrasi ion dalam sel dan menghasilkan energi listrik. Energi ini memicu syaraf-syaraf yang terletak pada bagian belakang sel retina. Akibatnya, bayangan yang datang pada mata sebagai photon cahaya mempersiapkan perjalanannya dalam bentuk sinyal listrik. Sinyal ini mengandung informasi visual mengenai benda di luar.<br /><br />Agar penglihatan bisa terjadi, sinyal listrik yang dihasilkan dalam sel retina harus dirambatkan ke pusat penglihatan di otak. Akan tetapi, sel syaraf tidak secara langsung berhubungan satu sama lain. Terdapat celah kecil di antara titik-titik ikatannya. Lalu bagaimana pemicu listrik ini melanjutkan perjalanannya?<br /><br />Pada titik ini, susunan kerja yang kompleks terbentuk. Energi listrik diubah menjadi energi kimia tanpa kehilangan sedikitpun informasi yang sedang dibawa dan di sini informasi tersebut dipindahkan dari satu syaraf ke syaraf berikutnya. Pengangkut kimiawi yang terletak di titik-titik hubung sel syaraf mengantarkan informasi yang terkandung dalam stimulus yang berasal dari mata dari satu syaraf ke syaraf lainnya dengan sukses. Ketika dipindahkan ke syaraf berikutnya, stimulus kembali diubah menjadi sinyal listrik dan melanjutkan perjalanannya hingga mencapai titik hubung lainnya.<br /><br />Dengan membuat jalan ke pusat penglihatan di otak dengan cara ini, sinyal diperbandingkan dengan informasi di pusat memori dan bayangan diartikan. Akhirnya kita melihat sebuah mangkok penuh buah-buahan, yang kita bicarakan sebelumnya, dengan bantuan sistem sempurna yang terbuat dari ratusan pernik-pernik kecil. Dan semua kerja mengagumkan ini terjadi dalam sepersekian detik.<br /><br />Selanjutnya, dikarenakan tindakan melihat terjadi terus-menerus, sistem tersebut mengulang dan mengulang lagi tahap-tahap ini. Dengan kata lain, molekul-molekul yang memainkan satu bagian dalam rantai reaksi dalam mata dikembalikan lagi ke tempat asalnya setiap saat dan reaksi mulai dari awal lagi. <br /><br />Tentu saja pada saat yang sama sejumlah kerja rumit lainnya terjadi di bagian lain tubuh kita. Barangkali kita secara serentak mendengar suara dari bayangan yang kita lihat, dan sambil lalu kita mencium aromanya dan marasakan sentuhannya. Sementara itu, jutaan kerja dan reaksi lainnya harus terus berlanjut tanpa gangguan dalam tubuh kita agar kita terus hidup.<br /><br />Ilmu pengetahuan primitif pada masa Darwin tidak mengetahui hal ini sedikit pun. Meski demikian, bahkan Darwin menyadari rancangan luar biasa pada mata dan mengakui keputusasaannya itu dalam sebuah surat yang ditulisnya kepada Asa Grey pada 3 April 1860, di dalamnya ia mengatakan: Memikirkan tentang mata membuat saya demam.<br /><br />Sifat-sifat biokimia pada mata yang telah ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern memberi pukulan lebih besar bagi paham Darwinisme dari yang pernah dibayangkan oleh Darwin. <br /><br />Keseluruhan proses penglihatan yang telah kita ringkas pada penjelasan ini sesungguhnya jauh lebih rumit bila dirinci. Namun, mudah-mudahan ringkasan ini cukup untuk menggambarkan bagaimana hebatnya sistem yang telah diciptakan dalam tubuh kita. Reaksi yang terjadi di dalam mata begitu rumitnya dan jelas menerangkan bahwa sungguh tidak masuk akal untuk berpikir bahwa ini merupakan hasil peristiwa Michael Behe, seorang profesor biokimia terkemuka, membuat komentar berikut mengenai aspek kimia pada mata dn teori evolusi, dalam bukunya Darwin’s Black Box: Kini kotak hitam “penglihatan” telah terbuka, cukup banyak ruanmg tersisa bagi penjelasan evolusi dan kekuatannya, ketimabng sekedar menjelaskan anatomi pada mata, sebagaimana dilakukan Darwin pada abad ke-19. Setiap tahap dan struktur anatomi yang dianggap begitu sederhana sesungguhnya memiliki proses biokimia yang sangat rumit, tidak bisa dijelasksan dengan retorika.(Michael J. Behe, Darwin’s Black Box, p. 22)<br /><br />Akan tetapi, sebagaimana telah kita saksikan, teori evolusi tak mampu menjelaskan sistem tunggal dalam satu sel hidup, apalagi menjelaskan hidup keseluruhan. Dengan menggugurkan anggapan bahwa hidup itu “sederhana”, ilmu pengetahuan menunjukkan bahwa “manusia” adalah fakta yang sangat penting.<br /><br />Hidup bukanlah hasil kejadian tak terencana. Hidup adalah hasil penciptan yang sempurna. Hasil penciptaan sempurna oleh Pencipta Maha Tinggi yang menjadikan hidup, Tuhan Semesta Alam. Dialah Allah yang telah menciptakan manusia dan seluruh makhluk hidup. Dan manusia harus berbhakti kepada Tuhan yang telah menciptakannya. <br /><br />Allah mengingatkan manusia akan kebenaran ini dalam Al Qur’an:<br />Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, penglihatan dan hati. Amat sedikitlah kamu bersyukur! (Surat Al Mukminun: 78).<br /><br />Mereka menjawab, “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahu lagi Maha Bijaksana. (Surat Al Baqarah: 32).Informasi Masjidhttp://www.blogger.com/profile/07054991351118464618noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7547856359009080478.post-7129846287414389192011-01-24T09:57:00.002+07:002011-01-24T10:01:00.663+07:00Keajaiban Pada TumbuhanOrang mukmin yang sedang berjalan di sebuah taman juga memikirkan tentang tanaman yang merambat yang ia temui, yang merupakan satu dari nikmat-nikmat yang Allah ciptakan.<br /><br />Bagi orang yang berpikir, di setiap benda hidup terdapat tanda-tanda yang dapat dijadikan pelajaran. Sebagai contoh, tanaman merambat yang melingkarkan tubuhnya mengelilingi sebuah dahan atau benda lain adalah fenomena yang perlu dipikirkan secara seksama. Jika pertumbuhan tanaman ini direkam dan dipertunjukkan ulang dengan cepat, akan terlihat bahwa tanaman merambat ini bergerak seolah-olah ia adalah makhluk yang memiliki kesadaran. Ia seolaholah melihat dahan yang berada tepat di hadapannya, lalu ia mengulurkan dirinya ke arah dahan tersebut dan mengikatkan diri ke dahan seperti tali lasso.<br /><br />Kadangkala ia melingkari dahan tersebut beberapa kali untuk menguatkan ikatan dirinya terhadap dahan. Ia tumbuh sangat cepat dengan cara yang demikian dan ketika telah sampai di ujung dahan, ia tumbuh dengan mengikuti arah baru yakni kembali tumbuh melingkari dahan dengan arah ke belakang, atau tumbuh kebawah. Seorang mukmin yang menyaksikan semua ini kembali sadar bahwa Allah telah menciptakan semua benda hidup, dan bahwa Dia menciptakannya sebagai sistim yang unik dan tanpa cacat.<br /><br />Ketika seseorang terus mengamati gerakan-gerakan tanaman ini, ia menemukan satu ciri menarik lain dari tumbuhan tersebut. Ia melihat bahwa batang tanaman merambat tersebut dengan kuat melekatkan dirinya di atas permukaan di mana ia berada dengan menjulurkan lengan-lengan sampingnya. Bahan yang kental yang diproduksi oleh tanaman yang tidak memiliki kesadaran tersebut merekat sedemikian kuat sehingga ketika tanaman ini dicoba untuk dipindahkan dengan cara menariknya dari tempat ia berada, maka cat yang ada di tembok akan ikut terangkat juga. <br /><br />Keberadaan tanaman yang merambat sebagaimana diuraikan atas menunjukkan kepada orang mukmin yang melihat dan kemudian memikirkannya, akan kekuasaan Allah, Pencipta tanaman tersebut.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Keajaiban Pada Pohon</span><br />Setiap hari kita melihat pepohonan di berbagai tempat; akan tetapi, pernahkan kita memikirkan bagaimana air dapat mencapai daun yang paling jauh letaknya di ujung teratas dari sebuah pohon yang tinggi? Kita akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang keluarbiasaan ini dengan membuat sebuah perbandingan. Tidaklah mungkin bagi air dalam sebuah tanki di bagian bawah bangunan anda untuk naik ke lantai yang lebih atas tanpa adanya sebuah tanki hidroforik atau mesin pompa air yang kuat. Anda tidak akan mampu memompa air kendatipun hanya sampai ke lantai pertama. Oleh karena itu, sudah seharusnya ada sistim pemompaan yang mirip dengan mesin hidrofonik yang dimiliki oleh pohon.<br /><br />Jika tidak, mustahil air akan dapat mencapai batang pohon dan cabang-cabangnya di bagian atas sehingga pohon-pohon tersebut akan segera mati.<br /><br />Namun Allah telah menciptakan untuk tiap-tiap pohon semua sarana dan perlengkapan yang diperlukan. Tambahan lagi, sistim pemompaan di setiap pohon terlalu canggih dibandingkan dengan yang ada di bangunan tempat tinggal manusia. Ini adalah satu diantara beragam hal yang hendaknya dipikirkan oleh seseorang ketika sedang menyaksikan tanamantanaman tersebut. Dan pemikiran semacam ini hanya akan muncul jika ia senantiasa melihat ke segala sesuatu dengan menggunakan “mata yang benarbenar<br />melihat”, yakni melihat sambil memikirkan secara mendalam tentang apa yang sedang dilihatnya.<br /><br />Hal lain yang dapat dipikirkan berhubungan dengan dedaunan. Ketika memandang sebuah pohon, seseorang yang merenungkan segala sesuatu yang dilihatnya tidak akan menganggap daun-daun pohon tersebut sebagai bentuk-bentuk sederhana sebagaimana ia terbiasa untuk melihatnya. Ia berpikir berbagai hal yang belum pernah terpikirkan oleh orang lain.<br /><br />Dedaunan, misalnya, adalah sesuatu yang rentan dan mudah rusak. Namun, daun-daun ini tidak kering kerontang karena panasnya terik sinar matahari yang menyengat. Ketika seorang manusia berada pada suhu 40oC dalam waktu yang sebentar, warna kulitnya berubah, ia menderita dehidrasi. Sebaliknya, daun mampu untuk tetap hijau di bawah panas matahari yang menyengat tanpa terbakar selama berhari-hari, bahkan berbulan-bulan meskipun sangat sedikit sekali jumlah air yang mengalir melalui pembuluhpembuluhnya yang mirip benang. Ini adalah sebuah keajaiban penciptaan yang menunjukkan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dengan ilmu yang tak tertandingi. Berpikir tentang keajaiban ciptaan tersebut, seseorang yang beriman mampu sekali lagi melihat kebesaran Allah untuk kemudian mengagungkan-Nya.Informasi Masjidhttp://www.blogger.com/profile/07054991351118464618noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7547856359009080478.post-25591136790709243862011-01-24T09:52:00.002+07:002011-01-24T09:56:12.426+07:00Berpikir Tentang SeranggaBanyak hal yang dapat dipikirkan oleh seseorang yang menghabiskan harinya dalam rumah. Ketika sedang membersihkan rumah, ia menjumpai seekor laba-laba yang merajut sarangnya di sebuah sudut rumah tersebut. Jika ia menyadari keharusan untuk memikirkan binatang yang seringkali tidak dihiraukan orang ini, ia akan mengerti bahwa pintu pengetahuan telah dibuka untuknya. Serangga kecil yang sedang disaksikannya adalah sebuah keajaiban. Sarang labalaba tersebut memiliki bentuk simetri yang sempurna.<br /><br />Ia pun kagum terhadap seekor laba-laba yang mungil tetapi memiliki kemampuan dalam membuat sebuah disain sempurna yang sedemikian menakjubkan. Setelah itu ia membuat sebuah pengamatan singkat hingga mendapatkan beberapa fakta lain: serat yang digunakan laba-laba ternyata 30% lebih fleksibel dari serat karet dengan ketebalan yang sama. Serat yang diproduksi oleh laba-laba ini memiliki mutu yang demikian tinggi sehingga ditiru oleh manusia dalam pembuatan jaket anti peluru. Sungguh luar biasa, sarang laba-laba yang dianggap sederhana oleh kebanyakan manusia, ternyata terbuat dari bahan yang mutunya setara dengan bahan industri paling ideal di dunia.<br /><br />Ketika menyaksikan disain yang sempurna pada makhluk hidup di sekitarnya, manusia terus menerus berpikir hingga kemudian mendorongnya untuk menemukan lebih banyak fakta-fakta yang menakjubkan. <br /><br />Ketika mengamati sebuah lalat yang setiap saat dijumpainya namun belum pernah diperhatikannya atau bahkan merasa sangat terganggu dan ingin sekali membunuhnya, ia melihat bahwa serangga tersebut memiliki kebiasaan membersihkan diri sampai bagian-bagian yang terkecil dari tubuhnya sekalipun.<br /><br />Lalat tersebut seringkali hinggap di suatu tempat lalu membersihkan tangan dan kakinya secara terpisah. Setelah itu lalat ini membersihkan debu yang menempel pada sayap dan kepalanya dengan menggunakan tangan dan kakinya secara menyeluruh. Lalat ini terus saja melakukan yang demikian sampai yakin akan kebersihannya. Semua lalat dan serangga membersihkan tubuh mereka dengan cara yang sama: dengan penuh perhatian dan ketelitian sampai ke hal-hal yang kecil sekalipun. Ini menunjukkan adanya satu-satunya Pencipta yang mengajarkan kepada mereka cara membersihkan diri mereka sendiri.<br /><br />Ketika terbang, lalat mengepakkan sayapnya kurang lebih 500 kali setiap detik. Padahal tak satupun mesin buatan manusia yang mampu memiliki kecepatan yang luar biasa ini. Kalaulah ada, mesin itu akan hancur dan terbakar akibat gaya gesek. Namun sayap, otot ataupun persendian lalat ini tidak mengalami kerusakan. Lalat dapat terbang ke arah manapun tanpa terpengaruh oleh arah dan kecepatan angin. Dengan teknologi yang paling mutakhir sekalipun, manusia masih belum mampu membuat mesin yang memiliki spesifikasi dan teknik terbang yang luar biasa sebagaimana lalat. Begitulah, makhluk hidup yang cenderung diremehkan dan tidak terlalu mendapat perhatian manusia, dapat melakukan pekerjaan yang tak mampu dilakukan manusia. Tidak<br />diragukan lagi, tidaklah mungkin mengklaim bahwa seekor lalat melakukan ini semua semata-mata karena kemampuan dan kecerdasan yang ia miliki. Semua karakteristik istimewa dari lalat adalah kemampuan yang Allah berikan kepadanya Segala sesuatu yang terlihat sepintas oleh manusia ternyata di dalamnya terdapat kehidupan, baik yang terlihat ataupun tidak. Tak satu sentimeter persegi pun di bumi ini yang di dalamnya tidak terkandung kehidupan. Manusia, tumbuh-tumbuhan dan hewanhewan adalah makhluk yang mampu dilihat oleh manusia. Namun, masih ada makhluk-makhluk lain yang tidak terlihat oleh manusia akan tetapi manusia sadar akan keberadaannya. Misalnya rumah yang ia diami yang penuh dengan makhluk-makhluk mikroskopis yang disebut “tungau”. Demikian pula halnya dengan udara yang ia hirup, di dalamnya mengandung virus yang tak terhingga banyaknya, atau tanah kebunnya yang mengandung bakteri yang sangat banyak. <br /><br />Seseorang yang merenung tentang keanekaragaman yang luar biasa dari kehidupan di bumi, akan mengetahui kesempurnaan makhluk-makhluk ini. Tiap makhluk yang ia lihat adalah tanda-tanda keagungan karya seni ciptaan Allah, demikian pula halnya dengan keajaiban luar biasa yang tersembunyi dalam makhluk-makhluk mikroskopis tersebut. Virus, bakteri ataupun tungau yang tidak terlihat oleh mata telanjang memiliki mekanisme tubuh yang unik. Habitat, cara makan, sistim reproduksi dan pertahanan mereka semuanya diciptakan oleh Allah. Seseorang yang memikirkan secara mendalam tentang fenomena ini teringat ayat Allah:<br /><br /><span style="font-style:italic;">“Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha<br />Mengetahui.” (QS. Al-Ankabuut, 29: 60)</span>Informasi Masjidhttp://www.blogger.com/profile/07054991351118464618noreply@blogger.com0